Para pejabat berdebat tentang apakah Virus Corona yang baru telah mencapai tingkat pandemi, karena wabah terus menyebar secara global. Sementara itu, para pemimpin agama masih harus memperhatikan orang-orang – banyak dari mereka yang merasakan kecemasan yang meningkat menjadi kepanikan.
Bagaimana para pelayan, pendeta, penasihat, dan pendidik dapat mendampingi orang-orang melewati lembah kegelisahan, ketakutan, dan kematian ini? Berikut adalah 10 panduan singkat.
1. Pantau dan ikuti pedoman kesehatan. Pusat Pengendalian Penyakit, Organisasi Kesehatan Dunia, dan departemen kesehatan negara Anda sedang memantau situasinya dengan cermat. Ikuti panduan mereka. Anda sendiri harus tetap sehat. (Seperti yang dikatakan pramugari: ketika masker oksigen turun, pasang masker Anda terlebih dahulu sebelum membantu orang lain.) Jadilah teladan bagi orang lain bagaimana tampil tanpa panik. Informasi dasar dan akurat tersedia secara luas, tetapi kadang-kadang ketika kecemasan tinggi, bahkan mencari hal-hal mendasar pun menjadi sangat menantang. Memberikan hal itu bisa menjadi bagian dari pendampingan pastoral.
2. Hadir dengan tidak merasa cemas. Bahkan jika Anda tertidur atau tidak berkonsentrasi selama kelas pendampingan pastoral Anda di seminari, Anda mungkin mendengar ungkapan ini. Itu adalah karena tampil tenang, hadir secara emosional, dan bebas dari kecemasan menimbulkan kepercayaan dan memberikan jenis pendampingan yang tepat dalam setiap krisis, mulai dari terluka hingga pandemi. Bagi pengasuh, untuk tampil tanpa cemas berarti mengelola perasaan kita sendiri, jadi kita tidak mencoba untuk melarikan diri dari situasi atau membanjirinya dengan emosi atau kecemasan kita sendiri. Orang-orang akan meminjam ketenangan dan belas kasih kita untuk membantu mereka mengurangi kecemasan mereka sendiri.
3. Datangi orang-orang, meskipun tidak secara langsung. "Hindari kontak dekat" menjadi mantra dalam krisis ini, terutama bagi orang berusia di atas 60. Beberapa kelompok orang akan mengalami stigma sosial seputar penyakit. Pada usia ini, kita dapat mendatangi orang-orang secara digital. Ini tidak sama dengan bisa bertemu dan memegang tangan. Namun, kami beruntung memiliki opsi yang dapat dijalankan ini. Anda mungkin sudah terhubung dengan orang-orang pada berbagai platform sosial, jadi dekati mereka — dengan hati-hati — untuk memberikan dukungan Anda.
4. Dengarkan dengan kasih. Tidak peduli apa pun perubahan yang terjadi, salah satu hadiah paling tahan lama dan kuat yang dapat kita berikan adalah mendengarkan. Dengan mendengarkan, kita mewujudkan kasih orang-orang suci, kasih komunitas yang lebih luas, kasih dari kehidupan itu sendiri. Mendengarkan dengan penuh kasih adalah apa yang dibutuhkan orang-orang ketika mereka dihadapkan pada situasi krisis yang sangat sulit dan tidak terkendali.
5. Temukan cara untuk membentuk komunitas. Keinginan manusia untuk membantu sangat kuat. Meskipun suatu krisis dapat menyebabkan beberapa orang menarik diri, itu juga dapat menjadi peluang yang signifikan untuk bersatu dan saling mendukung. Pendeta yang menyampaikan kepemimpinan dan visi dapat menyatukan orang-orang dengan cara yang terorganisir, peduli, dan berkelanjutan.
6. Bantu orang-orang untuk memiliki pandangan yang jauh. Temukan cara untuk mengingatkan orang-orang bahwa kehadiran Allah yang pengasih sudah ada di sini sebelum alam semesta itu sendiri, dan ha;l itu akan berada di sini lama setelah alam semesta berlalu. Melihat diri kita sebagai bagian dari gambaran yang jauh lebih besar akan memberikan landasan dan pengharapan. Itu dapat membantu kita mempertahankan rasa berpengharapan tentang kehadiran Allah yang pengasih dalam hidup kita, bahkan ketika keadaan mengancam untuk meredupkan harapan kita.
7. Menjaga nilai-nilai tetap dijalankan. Pekerja rumah sakit dan pendeta sering mengatakan bahwa orang mati dengan cara mereka hidup. Dan, meskipun tidak setiap krisis akan mematikan, kita semua akan mati. Pada saat-saat yang menakutkan, tugas kita adalah mengajak orang-orang untuk hidup dalam kesadaran terbaik tentang bagaimana berada di dunia. Ini tidak berarti tidak jujur tentang krisis dan ancamannya. Itu berarti kita terus bersandar pada kehadiran Allah yang berkelanjutan, mengasihi sesama kita, dan menghadapi kematian dengan tujuan dan nilai yang sama yang dengannya kita menghadapi kehidupan.
8. Jangan takut untuk berbicara tentang kematian. Ketika berbicara dengan orang-orang yang takut, kita dapat dengan cepat memanfaatkan rasa takut yang mendasari kematian itu sendiri. Ketika perubahan dalam percakapan ini terjadi, jangan menekannya. Membantu orang berduka dengan baik — sebelum, selama, dan setelah kehilangan — membantu mereka hidup lebih baik dalam setiap bidang kehidupan. Membuat ruang untuk berbicara tentang kematian berarti memperluas kapasitas kita untuk menjalani setiap momen sebagai sebuah hadiah.
9. Berdoa. Doa-doa yang diucapkan untuk orang-orang yang gelisah dan sangat membutuhkan dapat membentuk kembali makna dari suatu situasi. Namun, pada masa-masa trauma dan krisis, menggunakan terlalu banyak kata bisa terdengar hampa — dan doa bisa muncul sebagai penghakiman atau nasihat bertendensi khotbah. Mungkin, jalan yang lebih baik adalah doa melalui tindakan (kita hadir dan ada bersama dengan mereka - Red.). Kita mengambil bagian dalam kehidupan Allah dan kehidupan satu sama lain dengan datang, dengan bermeditasi dalam keheningan dan memperbarui tujuan hidup kita, dengan hadir secara tulus memberikan dukungan mental atas situasi tersebut.
10. Mempersilakan orang lain untuk menolong saat Anda perlu mundur. Ingatlah bahwa Anda juga adalah makhluk yang fana dan terbatas. Perhatikan kebutuhan Anda sendiri. Bersandarlah ke komunitas Anda sendiri untuk mendapat dukungan. Dan, secara bergiliran dengan orang lain memberikan perhatian. Sangat menggoda untuk percaya bahwa di tengah krisis kita harus memberi atau melakukan segalanya sekarang. Umumnya hal ini tidaklah mungkin. Sabat bukanlah suatu kemewahan. Memerhatikan diri bukanlah egois. Ketika wabah ini terus berlangsung, ambil langkah-langkah untuk memperbarui energi dan pengharapan Anda sendiri dalam Roh Allah. (t/Jing-Jing)
Diambil dari:
- Nama situs: The Christian Century
- URL: https://www.christiancentury.org/blog-post/guest-post/10-guidelines-pastoral-care-during-coronavirus-outbreak
- Judul artikel: 10 Guidelines for Pastoral Care During The Coronavirus Outbreak
- Penulis: Eileen R. Campbell-Reed