Caption: Pandemi Covid-19 bukan hanya mengubah kita. Lebih dari itu, situasi pandemi Covid-19 selama tahun 2020 juga menjadi kondisi yang menyiapkan kita untuk memberitakan Injil Yesus Kristus kepada dunia di sekitar kita.
 
Istri saya baru saja mendapat dosis pertama vaksin Pfizer COVID-19. Dia adalah dokter praktik keluarga dan bagian dari gelombang pertama penerima vaksin di AS. Sebelum pengangkatannya, kami membaca cerita tentang vaksin dan perkembangannya. Dan, saat kami mengalaminya, kami merasakan respons emosional yang kuat yang tidak kami duga. Apa yang terjadi di dalam diri kami?

Itu mengingatkan kami pada waktu kami berada di ladang misi, di mana ada begitu banyak tekanan lintas budaya yang mendasari kehidupan sehari-hari sehingga kami sering tidak menyadari dampak emosional dan fisik yang ditimbulkannya pada kami. Beberapa tahun pertama pelayanan misionaris adalah beberapa tahun tersulit yang dapat dialami seseorang.

Sebenarnya, ada penelitian yang mengukur tingkat stres misionaris pada tahun pertama. Skala Holmes-Rahe mengukur stres dan hasil kesehatan terkait stres. Mereka yang mendapat skor 200 atau lebih kemungkinan akan mengalami masalah kesehatan jangka panjang yang serius dalam dua tahun. Pada skala Holmes-Rahe yang disesuaikan, misionaris tahun pertama diketahui mencapai puncaknya di 900 poin. Bahkan, setelah berada di lapangan selama beberapa tahun, misionaris turun level sekitar 600 poin.

Apa yang kita semua telah alami sepuluh bulan terakhir ini sangat mirip dengan stres yang dialami misionaris pada tahun pertama. Setelah COVID-19 menyebar dan pemerintah merespons, semua aturan berubah. Kita dipaksa untuk hidup dalam realitas baru, budaya baru. Berbelanja berbeda dari sebelumnya. Interaksi sosial berbeda dari sebelumnya. Pekerjaan, gereja, dan hidup tidaklah sama. Jadi, apa yang kita lakukan? Kita beradaptasi, kita berubah, kita bertahan. Dan kita sering menekan semua emosi, kesedihan, dan kehilangan karena hidup harus terus berjalan.

Akan tetapi, sesekali, kita diingatkan tentang bagaimana keadaan dulu, dan semua emosi mengalir keluar. Biasanya bagi para misionaris, pemicunya adalah beribadah dalam bahasa ibu kami atau kunjungan dari teman atau keluarga lama di gereja. Bagi kita selama pandemi COVID-19 ini, berita tentang vaksin seperti menghidupkan. Mengapa? Karena hal itu mewakili jalan kembali ke normalitas, kembali ke kehidupan sebelum pandemi.

Tidak sama

Dugaan saya, bagaimanapun, adalah bahwa bahkan ketika virus tidak lagi menjadi ancaman seperti sekarang ini, keadaan tidak akan sama seperti sebelumnya. Mengapa? Karena kita telah berubah.

Keluarga kami sekarang sudah kembali ke AS, tetapi bagi kami, budaya rumah kami tidak sama seperti sebelumnya. Pengalaman kami di ladang misi telah secara permanen mengubah siapa kami. Saya yakin pandemi akan memiliki efek yang sama. Kita akan menjadi lebih kuat. Kita akan lebih mampu beradaptasi, berubah, dan bertahan dengan cara yang sebelumnya tidak kita lakukan. Bagi saya, ini merupakan sebuah peluang besar.

Peluang Besar

Setelah mengalami tekanan perubahan budaya dan sosial yang radikal selama pandemi ini, dapatkah Anda membayangkan mengapa ada orang yang secara sukarela menempatkan diri mereka dalam situasi di mana tingkat stres Holmes-Rahe mereka lebih dari 900? Mengapa ada orang yang dengan sengaja mempertaruhkan kesehatan dan keselamatan pribadi mereka untuk orang lain?

Yesus melakukannya. Kita merayakan fakta bahwa Anak Allah lahir dari seorang wanita dan memasuki budaya baru, dunia yang rusak, di mana semua aturan berbeda. Dia menahan stres, penghinaan, dan kutukan dari kejatuhan dosa. Mengapa? Untuk kita. Karena kasih-Nya pada kita. Dia melakukannya untuk membuat kita menjadi umat yang cocok untuk kerajaan-Nya. Dan, Roh-Nya di dalam diri kita memberdayakan kita bukan hanya untuk menjadi anak-anak Allah, tetapi untuk menanggung banyak kesulitan demi nama-Nya.

Menurut Anda mengapa Allah membiarkan pandemi ini memengaruhi dunia kita? Apa tujuannya bagi orang percaya yang telah mengalami tekanan hidup di bawah COVID-19? Mungkinkah itu adalah untuk mempersiapkan kita bagi pelayanan-Nya? Mungkinkah itu melatih kita untuk misi global-Nya –– untuk lebih mahir dalam perubahan, kesabaran, dan kebijaksanaan di tengah tekanan dan pertentangan?

Bukankah sepertinya Allah menggunakan pandemi untuk membawa kebangunan dan kebangkitan misi? Kita punya kabar baik, dan ini bukan vaksin untuk melindungi kita dari COVID-19. Kita memiliki sesuatu yang lebih baik –– Injil Yesus Kristus.

Kenormalan yang Hati Kita Rindukan

Ada kebenaran lebih dalam yang ada di balik respons emosional kita terhadap vaksin. Ini tidak hanya mewakili jalan kembali ke normalitas atau ke kehidupan sebelum COVID-19, tetapi jalan menuju apa yang pada akhirnya dirindukan hati kita –– sebuah kerajaan di mana tidak ada penyakit, tidak ada kekacauan, tidak ada ketakutan, tidak ada kekhawatiran, tidak ada dosa, dan tidak ada kematian. COVID-19 mengingatkan kita bahwa kerajaan ini belum datang dalam kekuasaan dan kemuliaan. Namun, itu akan terjadi.

Sampai hari itu, mari bergabung dengan Yesus dalam misi-Nya memuridkan di antara bangsa-bangsa, membawa kabar baik kerajaan kepada orang-orang dan tempat-tempat yang tidak memiliki akses. (t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dari:
Nama situs: The Gospel Coalition
URL: https://www.thegospelcoalition.org/article/2020-prepared-all-missions/
Judul asli artikel: 2020 Prepared Us All For Missions
Penulis artikel: Lloyd Kim