Saya tumbuh besar dengan mendengar kisah-kisah tentang Perang Dunia Kedua, terutama dari orang-orang yang menghadapi serangan gencar bom Jerman. Mereka yang tinggal di The Blitz di London akan menceritakan tentang suara mengerikan dari sirene serangan udara yang memperingatkan bahwa para pembom sedang dalam perjalanan. Mereka juga akan menceritakan tentang kegembiraan dan kelegaan mendengar sinyal bahwa bahaya sudah lewat ketika pesawat terakhir berbalik dan bom terakhir jatuh. Setelah semua bahaya itu lewat, orang-orang akan keluar dari stasiun kereta bawah tanah, ruang bawah tanah, dan tempat penampungan Anderson, mengetahui bahwa untuk saat ini mereka aman dan bahwa untuk saat ini mereka dapat kembali menjalani kehidupan mereka.
Hari ini, kita berada di tengah-tengah konflik yang sangat berbeda. Kita tidak berada dalam perang yang melibatkan bom dan pembom, tetapi sebaliknya berjuang melawan virus yang tak terlihat dan tidak bisa dilihat. Hanya dalam dua atau tiga minggu terakhir kita telah menyaksikan perubahan tektonik di seluruh dunia dalam kebiasaan sosial. "Jaga jarak sosial" telah menjadi norma baru dan kebajikan tertinggi. Pertemuan dan kerumunan dalam bentuk apa pun tidak hanya dilarang oleh hukum, tetapi juga bertentangan langsung dengan adat istiadat sosial yang baru. Konferensi dibatalkan, maskapai ditutup, mal ditutup, dan toko kelontong memberi batasan jarak meter pada orang-orang yang masuk.
Kita tidak tahu berapa lama situasi ini akan berlangsung, tetapi dapat yakin bahwa itu tidak akan berlangsung selamanya. Akhirnya nanti, virus akan berkurang dan kehidupan akan kembali ke kemiripan normal. Apa yang telah saya renungkan selama beberapa hari terakhir adalah kapan dan bagaimana ini kembali normal, dan bagaimana "normal baru" ini akan berbeda dari "normal lama." Ini merupakan eksperimen pemikiran yang menarik (mungkin untuk membantu mengisi waktu).
Jadi, bagaimana lockdown ini berakhir, dan dalam keadaan apa kita sekali lagi dengan penuh percaya diri muncul ke masyarakat, berkumpul di tengah orang banyak, dan mengurangi semua jaga jarak sosial ini? Saya kira mungkin kita akan segera melihat penemuan cepat obat yang sederhana. Mungkin saja kita akan tahu, seperti yang telah disarankan oleh beberapa, bahwa para ahli telah salah paham terhadap COVID-19 dan membuatnya menjadi jauh lebih serius daripada yang sebenarnya. Atau mungkin, suatu hari virus itu akan hilang begitu saja. Menurut salah satu skenario itu, kita akan segera menerima semacam sinyal “bahaya telah lewat” dalam seluruh masyarakat yang memberi tahu kita bahwa ancaman telah berakhir dan kita dapat segera hidup kembali seperti yang kita ketahui selama ini.
Namun, itu sepertinya mustahil. Tampaknya tidak masuk akal untuk mengharapkan bahwa suatu hari nanti kita semua akan dengan percaya diri muncul dari "tempat perlindungan bom" dan kembali begitu saja ke kehidupan kita. Yang tampaknya lebih mungkin adalah bahwa akan ada periode berminggu-minggu atau berbulan-bulan di mana ancamannya perlahan-lahan menurun dan kita bersama-sama menavigasi dan menegosiasikan "peningkatan" ke dalam norma baru itu. Saya telah mempertimbangkan beberapa pertanyaan yang tidak terjawab terkait dengan kehidupan saya sendiri selama periode peningkatan tersebut. Pertanyaan Anda mungkin berbeda dari saya karena hidup Anda berbeda dari saya, tetapi saya mengira akan ada setidaknya beberapa hal yang tumpang tindih.
Beberapa dari pertanyaan itu berhubungan dengan kehidupan keluarga.
- Anak perempuan saya ditawari cuti sementara dari pekerjaannya di toko kelontong sampai mereka dapat memastikan karyawan mereka memiliki peralatan dan pelatihan perlindungan yang diperlukan. Anak laki-laki saya bekerja di toko yang sama dan akan keluar dari sekolah dalam beberapa minggu. Dalam keadaan apa mereka akan merasa nyaman untuk kembali bekerja? Langkah-langkah keselamatan apa yang perlu mereka lakukan sebelum mereka dapat melakukan pekerjaan mereka dengan aman dan percaya diri?
- Meskipun saya memperkirakan sekolah belum akan dibuka lagi tahun ajaran ini, bagaimana jika mereka melakukannya? Kecuali jika pemerintah dapat meyakinkan orangtua bahwa mereka salah dalam membatalkan sekolah pada awalnya atau bahwa keadaan yang mengharuskannya telah dibereskan, berapa banyak guru dan siswa yang akan kembali bahkan jika pintu terbuka? Apa yang perlu diubah setelah musim panas untuk memulai tahun ajaran baru?
- Pada bulan Agustus, dua dari tiga anak saya dijadwalkan untuk kuliah di Amerika Serikat. Apakah kita akan nyaman membawa anak-anak kita ke luar negeri, mengetahui seberapa cepat sekolah diperintahkan ditutup dalam wabah terakhir ini dan mengetahui bahwa perbatasan antara negara kita sekarang dapat dengan cepat ditutup? Apakah kita mampu mengusahakan mereka dengan asuransi kesehatan luar negeri yang mencakup virus ini?
- Untuk wabah COVID-19 berikutnya atau virus lain, akankah pemerintah bergerak lebih cepat sehingga kita akan memiliki lebih sedikit waktu untuk mempersiapkan diri kita sendiri, untuk membawa diri kita dan anak-anak kita pulang, dan bersiap diam di tempat/situasi yang sama untuk waktu yang lama?
Dan, kemudian ada pertanyaan yang terkait dengan gereja.
- Apakah mungkin bahwa kita akan segera diberi tahu bahwa kita dapat bertemu lagi dengan orang banyak, tetapi hanya jika langkah-langkah keamanan yang memadai diberlakukan? Jika demikian, apa langkah-langkah itu? Berapa banyak orang yang ingin berkumpul untuk ibadah bersama jika itu melibatkan mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker wajah, dan sebagainya? Apakah gereja memiliki hak untuk meminta orang mematuhi langkah-langkah seperti itu, atau bisakah kita hanya menyarankannya?
- Begitu gereja-gereja bebas untuk berkumpul lagi, berapa lama sebelum setiap anggota merasa nyaman untuk kembali? Apakah kita benar-benar sebuah gereja jika usia lanjut masih perlu menjauh, dan apakah mereka akan dilupakan setelah kita semua dapat kembali pada hal yang normal? Apakah kita terus melakukan ibadah streaming pada periode itu? Begitu pintu terbuka, berapa banyak pemimpin gereja harus menahan orang-orang untuk kembali ke kebaktian dan berapa banyak yang harus didorong para pemimpin untuk mengindahkan kebijaksanaan dan hati nurani mereka sendiri, bahkan jika itu berarti menjauh selama berbulan-bulan lebih lama? Bagaimana jika satu pendeta merasa nyaman untuk kembali sedangkan yang lain tidak? Bagaimana jika mayoritas jemaat bersemangat untuk memulai ibadah bersama tetapi pendetanya tidak?
- Ketika kita mulai berkumpul, bagaimana kita menjelaskan fakta bahwa beberapa orang mungkin akan senang berjabatan tangan dan berpelukan sementara yang lain masih ingin mempertahankan jarak? Apakah kita akan tergoda untuk memandang rendah orang-orang yang memakai masker atau tidak?
- Akankah kita terus merayakan Perjamuan Tuhan dengan memberikan sepiring kecil roti dan nampan kecil jus yang disentuh dan dihembusi banyak orang? Bagaimana jika kita mempertahankan metode ini tetapi menemukan bahwa beberapa orang takut untuk mengambilnya atau disarankan untuk tidak karena alasan kesehatan atau kekebalan? Apakah Perjamuan Tuhan harus dilakukan dengan cara yang steril?
Komponen penting dari pekerjaan saya adalah bepergian, kadang-kadang melakukan penelitian dan kadang-kadang berbicara di konferensi.
- Berapa lama sebelum maskapai berfungsi kembali? Berapa lama sebelum mereka berfungsi penuh lagi? Sebulan yang lalu saya bisa naik penerbangan malam dari Toronto dan tiba di hampir semua bandara utama di dunia pada hari berikutnya. Hari ini tidak disarankan untuk meninggalkan Kanada dan tidak mungkin memasuki hampir semua negara lain.
- Sekarang kita tahu negara-negara menganggap efektif untuk menarik kembali warganya dan menutup perbatasan mereka selama wabah, akankah kita memiliki kepercayaan diri untuk bepergian ke negara lain, mengetahui bahwa kita mungkin dipaksa untuk keluar secara cepat dengan biaya kita sendiri atau bahkan menghadapi tertahan di sana? Akankah maskapai penerbangan dan pemerintah terus membantu warga mereka dengan pemulangan, atau pada waktu berikutnya akan terjadi pada diri kita sendiri? (Lihat, misalnya, kisah-kisah ini dari warga Amerika di India.)
- Apa yang akan berubah di bandara? Sama seperti protokol keamanan yang ketat setelah 9/11, akankah ada protokol kesehatan yang ketat setelah COVID-19? Akankah kita merasa nyaman bepergian jauh dari rumah mengetahui bahwa pemeriksaan suhu akan segera sama dengan pemeriksaan keamanan dan bahwa kita mungkin tidak dapat naik ke pesawat jika kita tersengal-sengal atau demam ringan? Akankah asuransi kesehatan perjalanan bahkan melindungi kita jika kita tertular virus di tempat asing? (Kanada baru saja mengeluarkan putusan bahwa Anda tidak dapat naik pesawat jika menunjukkan gejala COVID-19; Anda harus menunggu hingga 14 hari berlalu atau memberikan sertifikat medis yang membuktikan bahwa Anda tidak terkena.)
- Maskapai penerbangan menghasilkan uang dengan mengemas orang-orang sedekat mungkin. Apakah kita akan nyaman duduk sikut-berdekatan dengan-sikut dan lutut-berdektan dengan-punggung, dengan 400 orang dikemas dengan rapat ke dalam tabung aluminium kecil dan berbagi beberapa kamar mandi yang kotor dan tidak menyenangkan? Apakah kita akan nyaman makan di tempat tertutup seperti itu? Apakah setiap batuk di udara kering yang tinggi akan memicu kerutan atau rasa panik di antara sesama pelancong?
Dan, bagaimana dengan konferensi?
- Berapa lama lagi sebelum kita siap untuk berkumpul dalam kerumunan banyak orang untuk mendengar khotbah bersama, belum lagi menikmati bernyanyi bersama? (Jika pernah ada kegiatan yang menghasilkan dan memindahkan kabut besar “tetesan,” tentunya itu adalah bernyanyi bersama dari kerumunan banyak orang!)
- Jika kita mengetahui bahwa orang banyak telah menjadi sumber wabah lokal (misalnya, memang benar, seperti yang terjadi di Milan), akankah organisasi memikul tanggung jawab moral atau hukum yang signifikan jika acara mereka ternyata menjadi titik awal dari wabah baru?
- Akankah pelayanan bahkan mau menanggung risiko merencanakan konferensi besar? Acara ini menimbulkan biaya besar di muka yang dibayar dengan penjualan tiket di muka. Akan tetapi, seperti yang telah kita lihat, pandemi dapat menutup konferensi dan mengharuskan tiket dikembalikan. Ini membuat beberapa pelayanan menghadapi kemungkinan kebangkrutan.
Itu hanya beberapa pertanyaan yang saya miliki. Apakah saya khawatir? Saya agak berharap begitu. Akan tetapi, menurut saya, jika virusnya sangat buruk sehingga membutuhkan penutupan masyarakat yang hampir seluruhnya, tampaknya sangat tidak mungkin bahwa kita akan kembali normal dengan cepat dan mudah. Jauh lebih mungkin, saya pikir, bahwa kita harus bergerak perlahan dan berpikir, sambil mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bagus. Mungkin saja dunia tidak akan pernah sama. (t/Jing-Jing)
Diterjemahkan dari:
- Nama situs: Challies.com
- URL: https://www.challies.com/articles/what-will-the-new-normal-look-like/
- Judul asli artikel: What Will the New Normal Look Like?
- Penulis artikel: Tim Challies