Virus Corona adalah yang paling banyak dibicarakan dalam diskusi publik akhir-akhir ini. Tentu saja ada beberapa kelemahannya. Kita bisa menjadi terpaku pada hal itu dan nyaris tidak memikirkan hal lain. Ada juga manfaatnya. Orang-orang berpikir secara komprehensif tentang hal itu. Dan, sebagai hasilnya, orang-orang memiliki beberapa pertanyaan bagus.

Dalam tulisan ini, saya akan memberikan jawaban pastoral singkat untuk dua pertanyaan paling umum yang saya dengar tentang pandemi: Apakah itu hukuman Allah? Bagaimana seharusnya kita menanggapinya?

Apakah Pandemi itu adalah Hukuman Allah?

Secara umum, ya, pandemi adalah hukuman Allah atas dosa manusia. Akan tetapi, ada lebih banyak hal yang perlu dikatakan daripada poin ini. Allah menciptakan dunia yang baik tanpa dosa dan kematian. Tidak ada virus yang mematikan dalam Kejadian 1 dan 2. Akan tetapi, seiring kisah itu dibukakan, Adam dan Hawa memberontak terhadap Firman dan peraturan Allah. Dosa dan kematian memasuki dunia melalui dosa mereka. Dan, hukuman Tuhan terhadap dosa sangat luas. Berbicara secara rohani, mereka dan semua orang yang lahir setelah mereka ada dalam keadaan terpisah dari Allah (Ef. 2: 1-3Kol. 1:21). Kutukan terhadap dosa ini juga terlihat dalam peristiwa-perisitiwa besar yang menghancurkan seperti banjir, gempa bumi, dan tornado. Kita juga merasakannya pada penyakit mematikan seperti kanker dan virus seperti COVID – 19. Ciptaan mengerang di bawah beban kutukan ini (Rm. 8: 20-22).

Apakah pandemi itu adalah hukuman Allah? Ya, virus yang mematikan dan semua ekspresi lain dari dunia terkutuk ini adalah ekspresi penghakiman Allah terhadap dosa.

Bagaimana Seharusnya Kita Menanggapi hal itu?

Akan tetapi, ada tingkat lain untuk pertanyaan itu. Apakah pandemi khusus ini merupakan hukuman Allah terhadap dosa khusus seseorang?

Jawaban untuk pertanyaan "mengapa" yang spesifik ini tidak akan kita temukan. Mereka dikunci dalam kehendak rahasia Allah. Di sinilah kita harus berhati-hati dan tidak angkuh. Tanpa kata-kata spesifik dari Allah yang membahas tentang penyebab peristiwa individu ini, tidaklah berguna untuk berspekulasi secara dogmatis. Sebaliknya, kita perlu dipimpin dengan prinsip-prinsip Alkitab yang tegas yang ditemukan dalam Alkitab.

Doktrin pemeliharaan Allah mengajarkan bahwa tidak ada yang kebetulan, juga tidak ada molekul maverick (molekul yang tidak biasa - Red.), seperti kata R. C. Sproul. Allah menjunjung tinggi dan memerintah dunia, bahkan dalam kondisinya yang hancur dan terkutuk. Dia memegang kendali dan menggunakan semua hal untuk mencapai tujuan-Nya.

Misteri di balik pemeliharaan Allah mengingatkan kita bahwa kita tidak memiliki akses ke informasi tentang rahasia kehendak Allah. Kita tidak memiliki izin keamanan untuk tingkat kecerdasan ini.

Namun, apakah ini berarti bahwa hal ini tidak ada gunanya bagi kita?

Tidak. Sebaliknya, tangan Allah yang berdaulat di balik pemeliharaan-Nya yang bijaksana seharusnya mendorong kita untuk merenungkannya. Pemeliharaan Allah seharusnya membawa kita ke introspeksi, bukan ketidakpedulian.

Ketika Allah mengizinkan sesuatu terjadi kepada kita dengan cara yang jelas dan tak dapat disangkal, pikiran pertama kita seharusnya bukan pembebasan pribadi atas dasar misteri ilahi tetapi introspeksi pribadi karena kebobrokan manusia.

Dengan kata lain, kita harus menggunakan kesempatan ini untuk memeriksa diri kita sendiri di hadapan Tuhan. Kita harus memikirkan apakah kita secara individu, keluarga kita, gereja kita, komunitas kita, bangsa kita, dan sebagainya, melakukan apa pun yang tidak menghormati Allah.

Pemeliharaan Tuhan harus membawa kita ke introspeksi, bukan ketidakpedulian.

Salah satu prinsip yang dapat kita pelajari dari Alkitab adalah bahwa Allah bermaksud menggunakan masa-masa seperti ini untuk membuat orang jadi rendah hati. Di tengah-tengah tulah di Mesir, Musa dan Harun pergi menghadap Firaun dan bertanya kepadanya, "Berapa lama lagi kamu akan menolak untuk merendahkan dirimu di hadapan-Ku?" (Kel. 10: 3). Respons yang tepat untuk hal-hal seperti itu adalah kerendahan hati. Dalam Perjanjian Baru, Paulus memperingatkan jemaat di Korintus yang sombong dan menjelaskan bahwa salah satu alasan mengapa banyak di antara mereka menderita adalah karena kesombongan yang merajalela (1 Kor. 11: 28-33).

Meskipun dosa-dosa pribadi kita mungkin bukan penyebab utama pandemi, mereka terhubung ke dalamnya. Oleh karena itu, adalah penatalayanan yang bijaksana untuk memeriksa diri kita sendiri di depan cermin Firman Allah dan membuat penyesuaian yang diperlukan.

Satu berkat yang kita nikmati ketika bergoyang-goyang di sekitar rasa pahit kutukan dosa di mulut kita adalah kerinduan kita akan penyembuhannya. Bahkan ketika saya menulis, saya beralih ke rasa terima kasih yang lebih dalam kepada Yesus Kristus, yang menjadi kutuk bagi orang berdosa seperti Anda dan saya (Gal 3:13). Yesus menyelamatkan orang-orang yang terpisah, tidak hanya dari manifestasi kutukan dosa tetapi juga dari dosa itu sendiri. Ini membawa kita untuk lebih menghargai Kristus. Pahitnya kutukan dosa membuat Kristus, obatnya, bahkan lebih manis.

(t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dari;