Lima pergeseran yang akan menjadi kenormalan baru untuk gereja.

Krisis adalah sebuah pendorong, dan tidak ada yang mengetahui fakta itu lebih baik selain Anda sekarang ini. Dan secara khusus, disrupsi itu telah menghantam para pemimpin gereja dengan keras.

Krisis memaksa Anda untuk melakukan hal-hal yang sebelumnya Anda pikirkan untuk melakukannya tetapi Anda tunda.

Krisis pula yang menggerakkan Anda untuk melakukan hal-hal yang tidak pernah Anda duga akan Anda lakukan (seperti, dalam beberapa kasus, menggunakan video untuk menyampaikan pengajaran) dan mendorong Anda kepada perubahan besar yang tidak pernah Anda rencanakan.

Yang membuat krisis ini menjadi lebih rumit adalah meskipun Anda berharap bahwa segala sesuatunya kembali kepada keadaan normal, hal itu tidak akan terjadi. Setidaknya tidak sama persis seperti yang sebelumnya.

Dalam artikel ini, saya membagikan lima cara bagaimana krisis yang terjadi saat ini mempercepat datangnya gereja masa depan.

Dalam keadaan yang sebelumnya, sebagian besar perubahan ini (jika tidak semuanya) baru akan terjadi dalam beberapa tahun yang akan datang. Namun demikian, karena krisis yang terjadi ini, semua perubahan itu terjadi dalam waktu semalam.

Berikut ini adalah lima cara bagaimana krisis saat ini mempercepat datangnya gereja masa depan:

1. Gereja yang memfokuskan pelayanannya hanya pada hari Minggu akan mulai memfokuskan pelayannya pada setiap hari sepanjang minggu.

Jangan tinggalkan komentar marah dulu. Saya suka hari Minggu. Saya percaya pada ibadah umum pada hari Minggu dan saya pikir hari Minggu masih memiliki peran bagi gereja di masa depan. Saya tidak sabar untuk berkumpul lagi dengan orang-orang yang saya kasihi dan rindukan, padahal kita baru saja terpisah selama beberapa minggu. Percayalah, pertemuan terbuka itu akan kembali diadakan. Namun, hal itu tidak akan menjadi satu-satunya atau hal utama yang Anda lakukan.

Seperti yang dikatakan oleh kebanyakan pemimpin gereja bahwa pelayanan yang paling penting adalah pelayanan yang terjadi di luar tembok gereja, selama ini kita berperilaku seakan-akan hal itu tidak benar.

Sebelum krisis ini, sebagian besar gereja adalah organisasi analog di dunia digital. Namun, penutupan gedung dan fasilitas gereja telah mendorong ribuan pemimpin gereja untuk muncul secara daring di setiap platform media sosial yang ada hampir setiap harinya.

Memang, tidak semua hal yang dilakukan secara digital dapat berjalan baik. Ada efek samping dari semua ini seperti:

  • Beberapa pemimpin gereja sudah lelah mengirimkan pesan secara harian.
  • Yang lain menyadari bahwa upaya menyediakan konten secara harian terbukti cukup menantang (Anda harus banyak bicara).
  • Dan antusiasme pemirsa akan berkurang ketika internet menjadi ritme baru dalam kehidupan mereka.

Akan tetapi -- dan ini besar -- gagasan bahwa kita dapat kembali ke ibadah Minggu dengan beberapa pertemuan tengah minggu (kelompok) dan kutipan inspiratif yang aneh di Instagram sudah menjadi hal di masa lalu.

Gereja masa depan (setidaknya gereja masa depan yang benar-benar menjangkau orang-orang yang belum bergereja) tidak akan lagi menjadi pertemuan terbuka dengan jalur daring yang ditambahkan ala kadarnya.

Jika setiap hari orang-orang membutuhkan pengharapan dan sumber daya untuk menjalankan iman mereka (atau untuk menemukan iman), maka para pemimpin gereja harus mulai hadir bagi orang-orang ini setiap hari (seperti yang banyak dilakukan saat ini).

Kebiasaan itu tidak akan hilang ketika semuanya kembali ke "normal." Akan ada kenormalan baru yang segala sesuatunya akan bersifat campuran antara digital dan analog, seperti kehidupan pada hari-hari ini.

Mulai sekarang, gereja-gereja yang memfokuskan pelayanannya hanya pada hari Minggu akan menjadi gereja-gereja yang berfokus pada pelayanan setiap hari sepanjang minggu, karena ada banyak orang yang perlu menjalankan iman mereka setiap hari.

2. Gereja akan Memiliki Staf Daring Sebagai Staf yag Nyata, Karena Hal Itu Memang Demikian.

Selama bertahun-tahun, kita telah berdebat dan mendiskusikan apakah gereja daring itu "nyata" karena begitu banyak yang berpendapat bahwa gereja daring adalah sesuatu yang tidak nyata. Dan selama bertahun-tahun, saya telah mengatakan bahwa para pemimpin gereja yang menanyakan apakah gereja daring itu nyata seperti sebuah perusahaan retail konvensional yang menanyakan apakah Amazon itu nyata.

Tiba-tiba percakapan mengenai hal ini menjadi lebih nyata daripada sebelumnya. Tentu saja daring adalah sesuatu yang nyata. Agar lebih jelas: Hanya karena kehidupan di luar internet nyata bukan berarti segala sesuatu yang daring tidak nyata, begitu pula sebaliknya. Keduanya sama-sama penting.

Inilah masalahnya: Sebagian besar gereja menghabiskan 90-100% anggaran mereka untuk pengalaman-langsung: pertemuan terbuka pada hari Minggu, persekutuan kelompok, acara-acara gereja, dan pelayanan masyarakat.

Dengan hanya beberapa pengecualian, bahkan di gereja-gereja besar, minimnya sumber daya yang diberikan kepada jalur pelayanan daring adalah sesuatu yang sangat mengejutkan.

Biasanya, pemimpin senior menyerahkan situs web, streaming, dan media sosial kepada sukarelawan remaja atau staf berusia 20-an yang dianggap "memahami hal-hal itu," menempelkannya pada deskripsi pekerjaan mereka yang sudah penuh. Atau, alternatifnya, pendeta senior mengalihdayakan semua hal daring itu kepada layanan dari pihak ketiga yang bahkan tidak mereka kenal.

Mari kita lihat seberapa nyatanya pelayanan secara daring ...

Gereja-gereja masa depan akan menghabiskan hingga 50% dari anggaran staf mereka untuk pelayanan daring karena semua orang yang ingin Anda jangkau dan pengaruhi ada di sana.

Pelayanan digital dan tatap-muka akan berjalan bersama-sama dengan cara yang sama seperti (dalam perekonomian dan dunia yang lebih stabil) yang Anda lakukan dalam ...

  • Merencanakan liburan secara daring dan mengalaminya dalam kehidupan nyata.
  • Memesan mobil secara daring dan datang ke showroom untuk test drive dan menerima pengiriman.
  • Berkencan daring dan muncul di kehidupan nyata untuk bertemu orang tersebut.

Saat ini gereja sedang berusaha untuk mempekerjakan kembali staf-staf mereka karena beberapa staf atau tim kecil yang diberi tugas pelayanan daring ini tidak sanggup menanggung semua pekerjaan berat itu.

Sekarang adalah waktu untuk memikirkan kembali bagaimana mendistribusikan tugas-tugas yang ada kepada staf gereja yang ada karena ketika semuanya kembali ke "normal," hal itu tidak akan sama seperti dulu. Ini akan menjadi kenormalan baru.

Gereja-gereja yang menjangkau orang-orang di masa depan akan memiliki staf daring dan menganggapnya sebagai sesuatu yang nyata, karena hal itu memang benar-benar nyata.

3. Pemimpin Gereja Akan Menyadari Bahwa Digital dan Analog memiliki Cara Berkembang yang Berbeda.

Begitu krisis ini mereda, gereja-gereja yang menitikberatkan pelayanannya pada platform digital (daripada hanya menggunakannya sebagai sampingan) akan menemukan kebenaran yang luar biasa: pelayanan digital meningkat dengan cara yang berbeda dari pelayanan analog.

Ini berasal dari fakta yang sangat sederhana bahwa menjangkau orang secara digital jauh lebih mudah daripada dalam kehidupan nyata. Ya, itu mengarah ke koneksi kehidupan nyata, tetapi lebih mudah untuk memulai koneksi daring daripada dalam kehidupan nyata.

Jika Anda tidak yakin sebesar apa peningkatan yang dapat dicapai melalui platform digital, lihatlah kisah-kisah berikut ini.

Instagram memiliki sekitar 40 juta pengguna ketika dibeli oleh Facebook dengan harga $ 1 miliar pada tahun 2012. Itu adalah sesuatu yang mengesankan. Yang lebih mengesankan lagi, Instagram melakukannya hanya dengan 13 orang karyawan!

YouVersion, yang diluncurkan sebagai sebuah ide satu dekade lalu, kini telah mencapai lebih dari 400 juta pemasangan dan hanya dijalankan oleh sebuah tim di sebuah gereja lokal.

Dengan cara yang sama, konten kepemimpinan yang kami hasilkan di sini diakses sebanyak 1,3 juta kali dalam sebulan. Saya bekerja dari rumah dan kami hanya memiliki tim virtual yang terdiri atas tujuh orang saja termasuk saya.

Intinya, Anda dapat membuat dampak yang jauh lebih besar dengan menggunakan jalur digital daripada jalur analog.

Jalur digital meningkat dengan cara yang tidak dilakukan analog. Dan jika Anda benar-benar serius untuk menjangkau orang, menganggap jalur digital dengan serius adalah sesuatu yang cukup masuk akal.

Jalur digital melampaui hambatan geografis, fisik, dan waktu dengan cara yang tidak dimiliki jalur analog.

Dan, jika Anda melakukannya dengan baik, jalur pelayanan digital dapat mengarahkan orang ke pengalaman kehidupan nyata: kelompok, pertemuan di akhir pekan, koneksi pribadi -- yang semuanya diperlukan dan vital bagi kehidupan.

Jalur pelayanan digital hanya membantu Anda menjangkau lebih banyak orang dengan lebih cepat.

4. Gereja Akhirnya akan Melihat Internet sebagai Pintu Depan, Bukan Pintu Belakang.

Apa yang membuat banyak pemimpin gereja tidak benar-benar menerima ibadah secara daring atau pelayanan daring yang diperluas?

Satu hal utama: khawatir dengan turunnya kehadiran fisik di gereja. Sampai sekarang, terlalu banyak pendeta yang khawatir tentang internet sebagai pintu belakang.

Itu karena, sampai sekarang, sebagian besar pemimpin gereja hanya melihat keberhasilan dari berapa banyak orang yang hadir secara fisik di gereja mereka.

Saya menyadari bahwa angka adalah sesuatu penting karena kita menganggap orang sebagai sesuatu yang juga penting, tetapi aneh jika kita lebih menghargai orang yang dapat kita lihat secara fisik daripada orang-orang yang dapat kita lihat secara digital. Yang lebih aneh, kita cenderung melihat dengan cara demikian meskipun kita tahu bahwa Allah menganggap penting orang-orang yang datang kepada-Nya.

Para pendeta yang menentang pelayanan daring berpendapat bahwa video pengajaran tidak akan berhasil sehingga mereka gagal untuk berinvestasi secara serius dalam hal digital apa pun karena mereka khawatir hal itu akan menjadi pintu belakang yang melaluinya orang-orang berjalan pergi.

Sebenarnya, jauh sebelum krisis melanda, itu sudah terjadi.

Orang-orang Kristen yang ingin keluar dari gereja sudah pergi dari gereja bertahun-tahun yang lalu karena mereka menemukan opsi daring di gereja-gereja lain, atau karena mereka merasa tidak adanya kedekatan pribadi dengan gereja mereka.

Pada masa-masa awal gereja daring, internet berfungsi sebagai pintu belakang.

Orang-orang Kristen yang hanya ingin menjadi konsumen, yang tidak memiliki ikatan batin dengan gereja, atau yang malas segera menuju pintu belakang dan menukar perjalanan mereka ke gereja secara fisik dengan kenyamanan tempat tidur yang hangat atau kenyamanan treadmill. Jika kecenderungan utama Anda ke gereja adalah untuk mengkonsumsi konten, jalur daring memberi Anda cara yang jauh lebih mudah.

Akan tetapi, orang-orang Kristen yang seperti ini sekarang telah menjadi spesies langka.

Kita sudah masuk ke dalam gereja online selama lebih dari satu dekade dan orang-orang semacam itu tidak lagi menjadi sesuatu yang penting. Bahkan, sejujurnya mereka dianggap tidak relevan bagi Kerajaan Allah. Anda tidak dapat mengubah dunia jika satu-satunya koneksi Anda dengan Kerajaan Allah adalah melalui earbud Anda.

Kelompok itu telah menjadi konsumen, bukan kontributor, dan Anda tidak dapat membangun masa depan gereja di atas mereka. Misi gereja membutuhkan keterlibatan dan gerakan. Jadi, orang-orang keluar dari pintu belakang itu sudah menjadi sejarah.

Seperti yang telah disebutkan di atas, para penonton dalam gereja hanya biasa mengkonsumsi tapi tidak pernah berkontribusi. Tidak ada masa depan di sana, jadi tidak usah lagi menjadikan mereka faktor yang perlu diperhitungkan.

Masa depan gereja yang terkoneksi secara daring tidak lagi memandang internet sebagai pintu belakang. Masa depan gereja daring memandang internet sebagai pintu depan dan pintu samping.

Gereja daring akan terus tumbuh sebagai pintu depan bagi mereka yang penasaran, skeptis, dan tertarik. Ini akan menjadi perhentian pertama bagi hampir semua orang, dan tempat peristirahatan sementara bagi orang-orang yang agak terlalu takut untuk bergabung sampai mereka mengumpulkan keberanian untuk bergabung melalui kehadiran fisik.

Pelayanan daring Anda juga merupakan pintu samping bagi orang-orang Kristen yang, ketika aktivitas perjalanan diperbolehkan kembali, tidak bisa hadir pada hari Minggu tertentu. Pelayanan dari akan membantu mereka tetap terhubung karena Anda memperlengkapi mereka setiap hari, tidak hanya pada hari Minggu (lihat poin No. 1 di atas).

Jika Anda terus bersikap seolah-olah dunia tidak hidup secara daring, Anda akan kehilangan orang-orang yang ingin Anda jangkau.

Internet adalah pintu depan Anda yang baru -- bukan pintu belakang -- dan ini adalah pintu yang sangat besar.

5. Persembahan Digital Akan Menjadi Default Baru.

Akhirnya, krisis mempercepat persembahan secara digital.

Saya menyadari di saat keruntuhan dan ketidakpastian ekonomi global, berbicara tentang memberi persembahan mungkin akan membuat sebagian orang khawatir.

Tapi ada dua hal.

Pertama, orang Kristen harus menjadi orang yang paling murah hati di masa krisis.

Dan kedua, kita harus menjadi yang pertama membantu orang dalam hal keuangan mereka selama krisis.

Sekitar satu dekade yang lalu, kami mulai menggerakkan gereja kami untuk melakukan persembahan digital karena budaya mulai bergerak ke arah itu. Sekarang, 85% dari persembahan yang masuk ke gereja kami, masuk secara daring.

Alasan mengapa ini penting adalah karena itulah perilaku budaya kita. Saya jarang membawa uang tunai lagi, dan sebagian besar orang yang Anda pimpin juga tidak. Dalam budaya kita, uang tunai digunakan untuk sebagian kecil pembelian dan semua cek konsumen tidak ada lagi. Namun di banyak gereja, itulah jalur yang masih kita sediakan untuk jemaat memberi persembahan.

Seringkali orang ingin menjadi murah hati dan ingin memberi, tetapi ketika Anda tidak menawarkan opsi digital, Anda membuatnya hampir tidak mungkin untuk melakukannya.

Persembahan digital mendorong kemurahan hati. Dan ini adalah waktu bagi gereja dan bagi orang Kristen untuk menjadi contoh dalam hal kemurahan hati. (t/Jing-jing)

Diterjemahkan dari:
Situs : OutreachMagazine.com
URL : https://outreachmagazine.com/features/leadership/53817-how-covid-19-is-shaping-the-future-of-the-church.html
Judul Asli : How COVID-19 Is Shaping the Future of the Church
Penulis : Carey Nieuwhof