Enam pemimpin gereja berbagi tentang adaptasi, inovasi, dan frustrasi mereka ketika menanggapi COVID-19.
Pendeta sudah terbiasa bereaksi terhadap peristiwa dengan tegas dan efektif tanpa perencanaan sebelumnya. Persiapan khotbah dikesampingkan ketika seorang anggota gereja yang terkasih terluka dan dibawa ke rumah sakit. Doa yang ditulis dengan cermat tidak terpakai ketika Allah memberikan perhatian yang mendesak pada hati pendeta. Para pemimpin Gereja berimprovisasi sesering musisi jazz. Akan tetapi, beberapa minggu terakhir hadir tantangan yang sangat sulit. Sementara setiap minggu pelayanan membutuhkan fleksibilitas, ancaman COVID-19 telah membingungkan para pelayan baik veteran maupun pemula. Aturan dari pemerintah untuk menghindari pertemuan besar -- dan semakin kecil -- telah memaksa para pendeta untuk membuang buku pedoman mereka dan mencoba pendekatan mereka dalam ibadah setiap minggu.
Pada masa yang belum pernah terjadi sebelumnya ini, para pendeta akan mendapat manfaat dari saling memerhatikan dengan cermat ketika mereka belajar melalui coba-coba tentang pendekatan apa yang paling efektif dalam menggembalakan jemaat yang gelisah dan kesepian melalui pandemi ini. Kami meminta beberapa pendeta untuk membagikan hal-hal baru yang telah mereka coba selama dua minggu terakhir. Dalam tanggapan mereka, Anda akan menemukan ide-ide kreatif untuk melayani jemaat yang terisolasi, serta penerimaan jujur tentang rasa frustrasi karena ibadah yang dibatalkan dan khotbah yang disampaikan ke kamera, bukan ruangan yang dipenuhi dengan umat Allah.
Saatnya Bersedih
Jon Tyson, pemimpin pendeta Church of the City New York:
Saya telah tinggal di New York City selama 15 tahun dan telah terlibat dalam perintisan gereja dan misi dalam beberapa konteks pelayanan yang paling menantang. Gereja kami juga ada di sini selama masa krisis. Kami melewati kehancuran keuangan 2008, dan ketika kota itu dilanda badai Sandy pada 2012, gereja melayani, berkorban, dan memberi sedemikian rupa sehingga banyak orang di kota kami yang berterima kasih kepada Tuhan atas kehadiran orang-orang Kristen yang sebelumnya mereka abaikan.
Jadi, Anda mungkin mengira bahwa kami akan siap untuk tantangan seperti COVID-19. Kami telah dipersiapkan secara ilahi untuk saat seperti ini, saya pikir. Ketika saya melihat daring, semua yang saya lihat adalah potret peluang yang bersinar. Injil akan menjadi viral, doa akan menyebar dari rumah ke rumah seperti dalam kitab Kisah Para Rasul, dan naluri konsumen kita yang berpusat pada berkumpul akan didisiplinkan dan dipangkas.
Akan tetapi, tidak ada yang terasa benar pada hari Sabtu ketika saya melakukan rekaman pada kamera terbaik yang bisa saya dapatkan dan mulai berkhotbah di sebuah ruangan kecil tanpa jemaat -- pada dasarnya saya sendirian. Itu tidak terasa seperti peluang seumur hidup. Itu hanya terasa sedih. Saya merindukan jemaat saya. Tidak masalah bahwa kehadiran daring kami akan menjadi jauh lebih besar dari pertemuan hari Minggu pada umumnya. Saya tidak menginginkan kehadiran daring; saya menginginkan kehadiran yang sebenarnya, persekutuan orang-orang kudus, tubuh Kristus.
Kesehatan dan Keutuhan bagi Para Pemimpin Gereja
Saya rindu berdiri di lobi dan bisa menebak minggu seperti apa yang dialami teman-teman saya melalui ketegangan dalam senyum mereka. Saya merindukan tawa istimewa waktu khotbah, jemaat datang untuk berdoa, anak-anak berlarian di lobi seakan-akan mereka memilikinya, dan melakukan ibadah yang memimpin jemaat masuk dalam doa dan pengakuan yang lebih dalam. Dalam Life Together, Dietrich Bonhoeffer menulis, "Kehadiran fisik orang Kristen lainnya adalah sumber sukacita dan kekuatan yang tak tertandingi bagi orang percaya." Minggu lalu saya tidak merasakan sukacita atau kekuatan -- hanya kesetiaan pada khotbah yang saya hargai dan merindukan jemaat yang telah menjadi keluarga saya.
Saya tahu bahwa gereja bukanlah bangunan. Saya tahu hari Minggu hanyalah bagian dari kehidupan gereja, tetapi hari Minggu yang lalu terasa seperti simbol kehilangan yang kental. Ini menyoroti fakta bahwa, sebaik apa pun upaya kita untuk terhubung melalui teknologi, tidak ada pengganti untuk cinta yang terkandung. Sungguh menyesakkan mengetahui bahwa jemaat kita juga akan merasa kehilangan. Tidak peduli kualitas siarannya, mereka akan menukarkannya dengan momen beribadah bersama -- berjabatan tangan, berpelukan, mengangkat suara, dan menerima Komuni.
"Aku ingin melihatmu, supaya penuh sukacitaku," Paulus menulis kepada Timotius (2 Tim. 1:4). Berdiri di depan kamera, kata-kata itu memiliki makna baru. Saya akan menyesuaikan diri dengan kenyataan baru. Saya akan melakukan apa yang saya bisa untuk menebus momen ini. Dan, karena saya melakukan pelayanan dengan tim yang luar biasa, saya tahu kami akan melakukannya dengan baik. Akan tetapi, saya juga perlu merasa bersedih -- untuk mengakui ada yang hilang dan perasaan aneh bahwa segalanya mungkin tidak akan pernah kembali seperti semula. Saya bersyukur untuk Zoom dan teknologi yang memungkinkan kami menyiarkan langsung, tetapi saya sangat berterima kasih atas pengingat akan berharganya kehadiran fisik yang Allah berikan. Firman itu menjadi manusia dan membuat Dia tinggal di antara kita.
Memperlengkapi Keimaman Semua Orang Percaya
Chad Ashby, pendeta dari College Street Baptist Church di Newberry, Carolina Selatan:
Setelah tujuh setengah tahun menjadi pendeta, hanya sedikit pelayanan awal yang tersisa bagi saya. Akan tetapi, hari Minggu yang lalu saya mengalami dua. Ini adalah pertama kalinya saya mengumpulkan khotbah yang disiapkan untuk perenungan Sabtu malam tentang Wahyu 1: "Jangan takut ..." Ini juga pertama kalinya saya mengumumkan pembatalan pertemuan ibadah hari Minggu. Saya tidak pernah membatalkan -- tidak dengan alasan salju, hujan es, pemadaman listrik, AC yang rusak, atau bahkan sakit pribadi. Itu adalah hari Minggu yang aneh.
Sehubungan dengan rekomendasi CDC terhadap lebih dari 50 pertemuan, kami menimbang pilihan-pilihan. Jemaat kami tidak terlalu paham teknologi, meskipun sebagian besar bisa menemukan jalan mereka ke siaran langsung jika perlu. Akan tetapi, saya tidak menyukai gagasan mempersiapkan dan menyampaikan khotbah ke kamera di mimbar yang kosong selama berminggu-minggu. Pilihan itu juga tampaknya mengabaikan peluang yang ada.
Dalam pikiran saya, kewajiban menjaga jarak sosial memberikan ujian teologis. Apakah kita benar-benar percaya pada keimaman semua orang percaya? Apakah khotbah-khotbah saya telah melatih jemaat kami untuk membaca Alkitab sendiri dan mengajarkannya kepada orang lain? Apakah jemaat kami diperlengkapi untuk pelayanan?
Kami memutuskan untuk memberdayakan anggota kami untuk memimpin rumah tangga mereka beribadah selama karantina. Saya dengan cepat menyusun buku kecil dasar untuk anggota. Setiap minggu berisi bagian Alkitab dari Injil Lukas dengan pertanyaan-pertanyaan untuk membantu para pemimpin terlibat dengan pendengar. Itu termasuk tempat untuk menerima permintaan doa, doa tertulis, dan lagu rohani yang biasa dinyanyikan. Liturgi itu sengaja dibuat singkat dan tidak perlu persiapan.
Kami juga menciptakan sistem teman COVID-19. Setiap jemaat diberi teman dekat, teman jemaat, dan teman mitra pelayanan untuk dihubungi setiap minggu. Mereka didorong untuk berdoa melalui telepon, membagikan ayat yang menyemangati, mengirim pesan, dan memastikan tidak ada kebutuhan mendesak. Kami mengemas dua sarana ini dalam amplop dengan alamat agar jemaat dapat mengirimkan persembahan mingguan mereka juga.
Karantina telah menjadi pengingat praktis bahwa pekerjaan saya bukanlah untuk melakukan semua pelayanan, tetapi "untuk memperlengkapi orang-orang kudus dalam pekerjaan pelayanan bagi pembangunan tubuh Kristus" (Ef. 4:12, AYT). Doa kami adalah agar pola-pola pelayanan baru yang dibuat selama masa ini akan berbuah lama setelah virus ini diberantas. Dalam beberapa hari mendatang, tujuan saya adalah menggunakan interaksi daring dan telepon bukan untuk membangun pelayanan yang berpusat pada pengkhotbah tetapi untuk mengedarkan alat dan pelatihan bagi jemaat untuk saling melayani. Mudah-mudahan, saya akan menemukan bahwa inilah yang telah saya lakukan selama ini, karena Virus Corona "akan menguji bagaimana jenis pekerjaan setiap orang" (1 Kor. 3:13, AYT).
Kesatuan di Tengah Kesulitan
Evan Wickham, pemimpin pendeta dari Park Hill Church di San Diego, California:
Pada saat ini, Allah mengizinkan dunia terganggu. Apakah kita benar-benar berpikir pembaruan rohani akan terjadi jika semua keadaan tetap sama? Jangan salah paham; Saya tidak mengatakan COVID-19 adalah beberapa cara yang disetujui secara ilahi untuk tujuan ideologis kebangunan kita. Akan tetapi, pada saat-saat seperti ini, Injil "Allah beserta kita" membawa bobot pengharapan yang tinggi.
Di Park Hill Church, kami melakukan semua yang kami bisa untuk memimpin jemaat kami ke dalam kreativitas yang dipenuhi oleh pengharapan. Seperti orang lain, kami merasa seperti hanya menunggu! Namun, orang-orang bersikap ramah. Tidak ada yang berkata negatif pada ulasan Yelp tentang pengalaman siaran langsung yang buruk. Yang merasa diri ahli hari Minggu telah bungkam. Lebih dari waktu yang lain dalam hidup saya sebagai pendeta generasi kedua, rasanya benar-benar seperti kita ada bersama-sama dalam hal ini.
Tim kami merasakan peluang kerajaan besar di sini. Pandemi ini telah menciptakan saluran untuk magang yang dipercepat. Kepemimpinan di mana-mana rata dan melebar. Alih-alih meminta tim pastoral kami merekam video renungan harian yang dipoles, kami mengundang semua anggota gereja yang bersedia untuk merekam video doa Park Hill Daily dan video pembacaan Kitab Suci dari perangkat seluler mereka untuk saluran YouTube pusat kami. Alih-alih khotbah monolog, kami memposting dialog pengajaran di antara banyak pemimpin ke podcast kami. Kemudian komunitas kami bertemu melalui Zoom sepanjang minggu untuk membahas pengajaran dan saling mendoakan. Pada hari Minggu, semua orang bergabung selama satu jam ibadah sederhana dan doa yang disiarkan melalui YouTube Live dari ruang tamu kami. Pada siang hari Senin hingga Sabtu, kami mengundang seluruh gereja untuk berkumpul melalui Zoom selama satu jam doa. Besok saya akan memandu percakapan dengan pembicara tamu melalui Zoom Webinar, dan kami akan mengundang gereja untuk berpartisipasi melalui panel Tanya Jawab. Kami akan merekam acara dan segera mempostingnya ke podcast kami untuk mereka yang tidak bisa hadir.
Sementara kami bersedih karena kehilangan kehadiran fisik, kami juga percaya Allah membiarkan getah ditarik kembali ke pohon selama satu musim. Ini bukan hanya Sabat yang dipaksakan. Ini adalah masa Prapaskah yang diamanatkan. Dan, kami berjalan dengan berani ke padang belantara bersama Yesus untuk menerima karunia-Nya di sana. Ketika kami nanti berkumpul bersama lagi, pohon itu akan mekar sepenuhnya, dan pengharapan akan ditunjukkan seluruhnya.
Siaran Langsung Pertama Kami
Mark Carlsson, pendeta senior di Good Shepherd Church di Naperville, Illinois:
Good Shepherd Church menjadi tuan rumah kebaktian daring pertama kami akhir pekan lalu. Ibadah daring dibutuhkan untuk beberapa waktu, dan krisis global saat ini mempercepat pengenalan dan pelaksanaannya. Dengan memandu ibadah daring melalui Facebook Live, kami dapat menjangkau orang-orang lokal dan global, dan itu memberikan rasa kebersamaan karena orang-orang dari berbagai belahan dunia dapat berinteraksi dengan menggunakan live chat.
Kami masih memiliki beberapa hal yang belum lancar untuk diatasi. Kami ingin mengedit siaran untuk memasukkan lirik, doa, dan liturgi di berbagai titik. Selain itu, berbicara di lingkungan studio daripada ruangan yang penuh dengan orang terasa tidak wajar dan khotbah saya terasa lebih terpancang pada yang tertulis daripada biasanya. Saya merindukan respons pribadi jemaat ketika berbicara. Tidak ada pengganti untuk ibadah langsung dan tatap muka. Tetapi saya yakin penyampaian saya akan meningkat karena kami menjadi lebih terbiasa dengan lingkungan saat ini dan akhirnya beralih ke syuting layanan ibadah langsung reguler kami yang penuh dengan orang.
Beberapa orang menyatakan kekecewaannya karena kami tidak membiarkan jemaat memberikan suara pada keputusan untuk melakukan ibadah daring hanya untuk setidaknya beberapa minggu ke depan, tetapi selain itu, tanggapannya sangat positif di antara semua kelompok umur.
Pemberani dan Setia Memberi
Jay Kim, mengawasi pengajaran dan kepemimpinan di Vintage Faith Church di Santa Cruz, California:
Seperti sebagian besar gereja di Amerika, dan begitu banyak di seluruh dunia, tim kepemimpinan kami telah melakukan percakapan konstan selama beberapa minggu terakhir ini, karena informasi dan protokol yang diamanatkan telah berubah dengan kecepatan yang semakin meningkat. Sebagian besar diskusi kami berfokus pada pengalihan cara kami berkumpul (atau, saat ini, tidak berkumpul) -baik gereja pada umumnya dan tim staf serta sukarelawan kami. Meskipun terpisah secara fisik adalah rasa kehilangan yang menyedihkan, mengikuti arahan pemerintah dan, yang lebih penting lagi, melakukan kebaikan bersama karena kasih kepada sesama menjadikan ini sebagai pilihan yang bijak dan bertanggung jawab.
Jadi, mulai sekarang kami daring. Meskipun ini adalah keputusan yang tepat, itu membutuhkan serangkaian biaya besar. Yang paling penting adalah hilangnya kehadiran yang diwujudkan, tetapi ada biaya pragmatis lain yang kami, seperti halnya banyak pemimpin gereja hari ini, arahkan: penurunan yang diperkirakan dalam pemberian finansial. Tim kepemimpinan kami berusaha menangani kemungkinan secara langsung dan transparan. Kami menganggap ini sebagai kesempatan untuk menunjukkan jenis keberanian dan keyakinan yang ingin kami lihat dalam kehidupan sehari-hari dari jemaat kami dan diri kami sendiri.
Sejalan dengan ini, kami telah menyampaikan undangan yang berbeda kepada dua jenis orang di gereja kami. Pertama, kami mengundang mereka yang situasi keuangannya tidak terpengaruh untuk terus memberikan dengan setia dan murah hati dalam beberapa minggu dan bulan mendatang. Kami meminta mereka yang memiliki kemampuan finansial untuk dengan penuh pertimbangan mempertimbangkan memberi lebih pada musim berikutnya. Melakukan hal itu akan sangat penting untuk memajukan misi gereja kami selanjutnya, sekarang dan di masa depan. Kami tahu itu akan menjadi tindakan keberanian dan iman pada saat seperti ini.
Kedua, kami meminta mereka yang mengalami (atau akan segera mengalami) kesulitan keuangan yang parah -- pekerja upahan per jam yang kehilangan penghasilan, mereka yang hidup dari gaji ke gaji, orang tua tunggal yang berurusan dengan kesulitan pengasuhan anak, dan lainnya -- untuk memberitahu kebutuhan spesifik kepada kami melalui formulir daring yang sederhana sehingga kami dapat mendukung mereka. Kami berkomitmen untuk mendukung secara finansial jemaat yang membutuhkan selama masa ketidakpastian fiskal sebagai sebuah gereja. Ini juga merupakan risiko yang signifikan yang membutuhkan keberanian dan iman.
Lebih dari kecerdikan, kreativitas, atau kecakapan teknologi, saya berharap dan berdoa kisah yang diceritakan orang-orang tentang gereja selama masa yang tidak biasa ini akan menjadi kisah keberanian dan iman.
Peluang Layanan Kreatif
Forrest Jenan, pemimpin pendeta dari Neighborhood Church di Visalia, California:
Ketika saya terbangun dengan berita minggu lalu bahwa California membatasi jumlah orang yang berkumpul menjadi 250 orang, saya bercanda bertanya kepada salah seorang profesor seminari saya mengapa dia tidak mengajar kelas tentang "Memimpin Gereja Anda Melalui Pandemi."
Saya ingat mengemudi ke kantor dengan perasaan tidak siap sama sekali. Namun, saya yakin gerakan Yesus dimaksudkan untuk saat-saat seperti ini. Saya terus berpikir tentang bagaimana kami akan membuat perbedaan. Saya ingin tim kami mengajukan pertanyaan seperti, "Bagaimana kita akan menjadi kehadiran yang penuh harapan dan bermanfaat bagi kota kita?" dan "Ketika orang-orang melihat ke belakang pada saat ini, dalam hal apa kita ingin diingat?"
Tim kami mengadakan sesi mengemukakan pendapat apa saja. Kami melemparkan ide untuk melihat apa yang mungkin bisa dilaksanakan. Yang muncul adalah beberapa cara konkret di mana kami dapat membantu tetangga dan keluarga gereja kami.
Untuk membantu kota kami, kami mulai menyediakan penitipan anak melalui kamp anak-anak untuk pekerja yang berperan penting (para responden pertama dan staf rumah sakit). Kami juga memutuskan untuk bermitra dengan sekolah dasar setempat di lingkungan yang dituju dengan menyediakan dan membagi-bagikan tas belanjaan pada hari Jumat sementara keluarga berada di lokasi penurunan makan siang sekolah. Banyak keluarga di lingkungan ini sangat bergantung pada sarapan dan makan siang yang disediakan oleh sekolah. Kami ingin memastikan bahwa mereka memiliki cukup makanan untuk bisa melewati akhir pekan pada masa ketika banyak orang tua mungkin kehilangan jam kerja atau kehilangan pekerjaan mereka sama sekali.
Kami juga ingin membantu jemaat kami menjaga kesehatan emosional dan rohani selama musim ini. Untuk melakukan itu, kami memindahkan ibadah mingguan dan grup kecil kami secara daring dan menambahkan grup baru untuk melibatkan jemaat yang belum terhubung. Untuk membantu jemaat berkomunikasi dengan Tuhan, kami mendorong mereka untuk mengunjungi situs web kami dua kali sehari untuk mendengarkan renungan singkat. Setiap pagi, kami membaca bagian Alkitab, dan pada malam hari, kami memberikan kontemplasi singkat atau kata-kata yang menguatkan. Video renungan singkat ini berfungsi sebagai titik kontak bagi jemaat di gereja kami. Kami juga memindahkan layanan konseling gereja kami secara daring sehingga jemaat masih dapat bertemu satu lawan satu dengan seorang konselor sejawat.
Kami juga menyediakan Paket Fun Keluarga Drive-Thru setiap minggu. Kami mengisi paket ini dengan kegiatan yang menyenangkan bagi keluarga untuk dilakukan bersama. Ini menarik perhatian departemen layanan keluarga wilayah kami, dan kami mengirimkan beberapa lusin paket menyenangkan ke kantornya setiap minggu.
Jika Anda bertanya kepada saya minggu depan apa yang akan dilakukan gereja kami, semua ini mungkin berubah! Pembatasan kehidupan sehari-hari berubah sepanjang waktu. Sikap kami sederhana: Beradaptasi terhadap perubahan. Ulet. Sabar. Ini adalah masa yang menantang dan menakutkan. Tetapi saya yakin ini adalah saatnya gereja dapat bersinar. Seperti yang dikatakan teman saya Bruxy Cavey baru-baru ini tentang krisis ini, "Gereja dibuat untuk ini. Gereja telah bertumbuh sepanjang sejarah dengan penuh kasih sayang mengasihi dunia ketika dunia justru paling menyakiti kita." (t/Jing-Jing)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | Christianity Today |
URL | : | https://www.christianitytoday.com/pastors/2020/march-web-exclusives/how-are-pastors-handling-un-gathered-worship.html |
Judul asli artikel | : | How Are Pastors Handling Ungathered Worship? |
Penulis artikel | : | Tim Christianity Today |