Silvio dan saya telah menjadi teman baik. Sepertinya kami sudah saling kenal lebih lama dari beberapa bulan saya tinggal sebagai tamu di rumah keluarganya di Nikaragua. Kami seumuran. Kami berdua menyukai U2. Kami bisa berdiskusi tentang politik dan teologi selama berjam-jam, meskipun bahasa Spanyol saya yang tidak sempurna terkadang memperlambat kami.
Ketika saya duduk di samping tempat tidur rumah sakit Silvio pada akhir 2005, satu lirik U2 terus saya nyanyikan dengan lirih:
Di mana kau tinggal seharusnya tidak menentukan
Apakah kau hidup atau mati.
Akan tetapi, di Nikaragua, seperti di banyak bagian lain di Amerika Latin, Asia, dan Afrika, orang sering mati karena penyakit yang jika mereka berada di Amerika Serikat, Kanada, atau Eropa mereka akan selamat.
Tidak ada cara untuk mengetahui dengan pasti jika Silvio akan selamat dari leukemia di Amerika Serikat, tetapi tanpa mukjizat, dia hampir tidak memiliki kemungkinan untuk bertahan hidup di Nikaragua. Obat kemoterapi yang diresepkan tidak tersedia di sana, dan tidak ada kemungkinan transplantasi sumsum tulang tanpa bepergian ke luar negeri. Teman saya meninggal pada usia 22.
Ketimpangan Kesehatan Global
Ketika Virus Corona jenis baru — yang telah mengakibatkan lebih dari 200.000 kematian di Eropa dan Amerika Utara — mulai menyebar ke daerah-daerah dengan infrastruktur layanan kesehatan yang jauh lebih sedikit, jumlah kematian kemungkinan akan meningkat secara dramatis. Di Amerika Serikat, ketersediaan ventilator mekanik telah menjadi faktor pembatas dalam beberapa kasus; di beberapa bagian Afrika tempat rekan World Relief saya bekerja, bahkan tidak ada oksigen. Di Afrika sub-Sahara, yang masih menghadapi AIDS, Ebola, malaria, dan TBC, hanya ada 0,2 dokter per 1.000 orang; Amerika Serikat memiliki sekitar 13 kali lebih banyak dokter per kapita.
Lebih lanjut, konsekuensi ekonomi dari upaya untuk memperlambat penyebaran penyakit ini - sama menghancurkannya dengan di Amerika Serikat - akan menjadi semakin parah di bagian dunia di mana banyak yang sudah hidup dengan kurang dari $ 2 per hari, dan di mana pemerintah kekurangan sumber daya untuk memotong cek senilau $ 1.200 untuk warga mereka. Meskipun jaga jarak sosial mungkin merupakan strategi kesehatan masyarakat terbaik, itu bukan pilihan bagi banyak orang miskin di dunia, yang mungkin benar-benar kelaparan jika terpaksa tinggal di rumah dan tidak bekerja.
Bagi orang Kristen Amerika, ketidaksetaraan kesehatan global yang mencolok ini harus menjadi perhatian karena keyakinan kita bahwa setiap pribadi manusia diciptakan menurut gambar Allah (Kejadian 1:27) dan karenanya dianugerahi oleh Allah dengan martabat yang melekat. Yesus menjelaskan dalam perumpamaan-Nya tentang Orang Samaria yang Baik Hati (Lukas 10: 25-37) bahwa "sesama" yang kita diperintahkan untuk mengasihi harus didefinisikan secara luas; itu tidak terbatas pada mereka yang sama kebangsaan atau agamanya dengan kita.
Akan tetapi, fakta bahwa daerah-daerah yang siap untuk dihantam paling parah — seperti Afrika dan Amerika Latin — juga sekarang merupakan wilayah yang paling Kristen di dunia, memberi orang Kristen Amerika Utara dorongan tambahan untuk peduli. Menurut Pusat Studi Seminari Global Kristen Gordon-Conwell, setengah dari umat Kristen global sekarang tinggal di Afrika atau Amerika Latin, dibandingkan dengan hanya 11 persen di Amerika Utara. Ini adalah saudara dan saudari kita, yang dengannya kita berbagi satu iman dan satu baptisan sebagai bagian dari tubuh kekal (Efesus 4: 4-5). Dan kita diperintahkan untuk “berbuat baik kepada semua orang, khususnya kepada keluarga dalam iman” (Gal 6:10).
Berdoa dan Bertindak
Kita harus berdoa dengan sungguh-sungguh, tetapi doa-doa kita juga harus dibarengi dengan tindakan: tidak cukup dengan berharap agar mereka “dihangatkan dan dipenuhi,” tanpa memberi mereka hal-hal yang diperlukan untuk tubuh (Yakobus 2:16).
Untungnya, ada cara-cara agar gereja-gereja Afrika dan Amerika Latin dapat mengurangi penyebaran penyakit. Mereka dapat mendidik jemaat mereka dan komunitas mereka yang lebih luas tentang praktik terbaik kesehatan publik, seperti mencuci tangan dan membatasi kontak fisik. Dan, mereka dapat membantu menanggapi efek pandemi, secara medis dan ekonomi, ketika itu menyebar.
Tidak lama sebelum perjalanan seperti itu menjadi mustahil, saya mengunjungi sebuah gereja di dekat Kajiado, Kenya, di mana para pendeta dan pemimpin awam dari berbagai denominasi - Anglikan, Presbiterian, Pentakosta, dan banyak lagi - bekerja bersama untuk merawat yang paling rentan di komunitas mereka atas nama Yesus. Zona Pemberdayaan Gereja yang serupa telah membuktikan model yang efektif dalam memobilisasi gereja untuk mengatasi keyakinan budaya yang berbahaya dengan kejelasan Alkitab dan juga memprioritaskan kebutuhan yang paling rentan. Sekarang, jaringan gereja lokal ini sedang bergerak untuk merespons COVID-19. Akan tetapi, waktu semakin singkat, dan mereka membutuhkan dukungan dari gereja global.
Pada saat ketika banyak gereja di AS menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya — belajar bagaimana tetap menjadi gereja sementara tidak dapat berkumpul secara fisik, menyeimbangkan anggaran gereja sementara pendapatan anggota telah menurun atau menghilang — mungkin sulit untuk mengalihkan perhatian kita ke tempat lain. Akan tetapi, justru itulah yang rasul Paulus anjurkan agar dilakukan oleh orang-orang percaya di Korintus, dengan memberikan “kelimpahan” mereka untuk merawat gereja yang lebih rentan di Yerusalem, “dengan demikian ada keseimbangan” (2 Kor 8:14). Mengingat varian infrastruktur yang mencolok antara Amerika Utara dan Afrika, kesetaraan masih jauh; tetapi tantangan Paulus untuk gereja Korintus berbicara kepada gereja Amerika Serikat. hari ini. Semoga kita meniru kedua gereja Makedonia yang memberi "melebihi kemampuan mereka" (2 Kor 8:3) meskipun "sangat miskin" (2 Kor 8:2), dan pada akhirnya mengikuti teladan Yesus, yang "walaupun Ia kaya, Ia rela menjadi miskin demi kamu” (2 Kor 8:9).
Anugerah, Bukan Rasa Bersalah
Maksud Paulus, jelasnya, bukan untuk membuat orang percaya Korintus merasa bersalah hingga memberi (2 Kor 8:8), tetapi mengundang mereka untuk "berkelimpahan dalam anugerah ini" (2 Kor 8:7) — sebuah tindakan yang akhirnya untuk kemuliaan Allah dan kebaikan mereka (2 Kor 9:10-13). Memang, ketika gereja memperhatikan dengan murah hati orang-orang yang tertekan, itu menghasilkan pujian di antara mereka yang dibantu (2 Kor 9:11) dan menangkap perhatian orang-orang yang tidak percaya, yang “dapat melihat perbuatanmu yang baik dan akan memuliakan Allah” (1 Ptr 2:12 ).
Jika gereja global memberi dukungan dengan pengorbanan kepada mereka yang kemungkinan besar akan dirusak oleh COVID-19, efek akhirnya bukan hanya kehidupan akan dipertahankan untuk sementara waktu. Tindakan kita yang patuh akan bersaksi tentang kasih Allah kepada dunia yang menyaksikan, dan banyak orang mungkin tertarik untuk menaruh iman mereka kepada Kristus, yang menawarkan hidup tanpa akhir yang tidak bisa dicuri oleh virus.
Teman saya Silvio tahu hal itu, dan kenyataan kebangkitan Kristus berarti bahwa tubuh Silvio juga akan dibangkitkan, bebas kanker. Ketika COVID-19 menyebar ke sudut-sudut yang paling rentan secara medis di dunia kita, saya berdoa agar banyak nyawa diselamatkan — baik sekarang maupun juga untuk selamanya — saat gereja ada bersama dengan orang-orang yang paling rentan. (t/Jing-Jing)
Diterjemahkan dari:
- Nama situs: The Gospel Coalition
- URL: https://www.thegospelcoalition.org/article/covid19-ravaging-global-church/
- Judul asli artikel: COVID-19 Is Ravaging the Global Church
- Penulis artikel: Matthew Soerens