Salah satu pertanyaan yang kadang muncul adalah, apakah depresi merupakan gangguan dari bawaan -- dalam pengertian, dari titipan genetik ayah dan ibu -- ataukah dari lingkungan -- dalam pengertian dari sesuatu yang dialami atau terjadi dalam hidup ini? Sebagaimana gangguan lainnya, sesungguhnya faktor bawaan hampir selalu hadir dalam kasus depresi, terutama depresi berat. Namun, faktor lingkungan juga berperan memunculkan depresi. Berikut akan dibahas apakah yang dimaksud dengan faktor-faktor bawaan dan lingkungan itu.
Faktor Bawaan
Kita mesti mengakui keberadaan faktor bawaan dalam depresi, sebab kemungkinan kita terkena depresi menjadi lebih besar bila orang tua juga mengidap masalah yang sama, terutama bila mereka mengidap depresi berat. Misalnya, ia mudah sedih dan jika sedih, cenderung bertahan dalam suasana hati murung untuk kurun yang lama.
Faktor Lingkungan
Sudah tentu ada 1001 peristiwa yang dapat menyebabkan timbulnya depresi namun untuk memudahkan, saya akan menggolongkannya dalam beberapa kategori:
- Pengalaman KEHILANGAN FIGUR PENTING di masa kecil ternyata memberi dampak besar pada perkembangan jiwa. Seorang anak yang kehilangan ibu atau ayahnya di usia belia, pada akhirnya lebih rentan terhadap kesedihan dan depresi.
- Pengalaman TRAUMATIK di masa kecil juga memberi dampak yang besar pada perkembangan jiwa. Seorang anak yang mengalami perceraian orang tua atau menyaksikan peristiwa yang mengerikan di usia kecil -- seperti perkelahian orang tua -- juga memiliki kerentanan terhadap depresi.
- Pola asuh orang tua yang SARAT TUNTUTAN DAN MINIM PENERIMAAN serta MISKIN KEHANGATAN, juga berpotensi menambah kerentanan terhadap depresi.
- Pengalaman HIDUP YANG BURUK, penuh dengan kekecewaan dan penolakan serta kegagalan, pada akhirnya dapat menjatuhkan kita ke lembah depresi.
Penanganan
Pada dasarnya depresi merupakan sebuah KEHILANGAN, yang mencakup tiga aspek kehidupan: emosional, mental dan spiritual. Pada tataran emosional, depresi merupakan kehilangan SUKACITA. Pada tataran mental, depresi merupakan kehilangan ARAH DAN TUJUAN HIDUP. Sedangkan secara spiritual, depresi merupakan kehilangan IMAN pada kuasa dan kasih Tuhan. Marilah sekarang kita melihat ketiga kehilangan itu satu per satu.
- Idealnya kita tetap dapat mengalami sukacita kendati kesedihan, kekecewaan, atau kemarahan melanda. Namun kenyataannya tidaklah demikian. Sewaktu Yesus, Putra Allah, berdoa di Taman Getsemani sebelum penangkapan dan penyaliban-Nya, Ia tidak dapat bersukacita. Sebaliknya ia merasa sangat tertekan.
- Kehilangan arah dan tujuan hidup biasanya terjadi sewaktu sesuatu yang menjadi tumpuan atau alasan untuk kita hidup tiba-tiba lenyap. Tatkala Daud mendengar bahwa putranya Absalom telah mati terbunuh dalam peperangan, ia pun menangis dan berseru, "Anakku Absalom, anakku, anakku Absalom! Ah, kalau aku mati menggantikan engkau, Absalom anakku, anakku!" (2 Samuel 18:33).
- Pada akhirnya depresi merupakan kehilangan spiritual yakni kehilangan iman pada kuasa dan kasih setia Tuhan. Kita beranggapan bahwa bukan saja Tuhan tidak SANGGUP menolong, Ia pun tidak MAU menolong karena Ia tidak lagi peduli dengan kita. Patahnya iman biasanya berakibat fatal.
Jika perjalanan depresi diawali dengan kehilangan emosional -- sukacita -- dan berakhir dengan kehilangan spiritual -- iman, maka pemulihan depresi dimulai dengan pemulihan spiritual -- kembali beriman pada kuasa dan kasih setia Tuhan. Di dalam keadaan yang begitu berat dan mencekam, Yesus, Putra Allah berdoa, "Ya, Bapa-Ku jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi bukanlah kehendak-Ku melainkan kehendak Allah yang jadi" (Lukas 22:42). Pemulihan spiritual diawali dengan penyerahan sepenuhnya kepada kehendak Bapa di surga. Kendati kita tidak mengerti sesungguhnya apa yang tengah terjadi dan apa jalan keluarnya, kita menyerahkannya kepada kehendak Bapa di surga. Ia tahu apa yang terjadi dan Ia tahu jalan keluarnya. Penyerahan adalah tunas iman pada kuasa dan kasih setia Tuhan!