Catatan penulis: Sejak artikel ini pertama kali dipublikasikan, pihak-pihak yang berwenang telah meningkatkan kepedulian mereka, dan penulis sependapat bahwa kewaspadaan kita dalam mencegah penyebaran COVID-19 semestinya meningkat pula. Kepedulian yang bertambah, bagaimanapun, hanya menjadikan kebenaran-kebenaran di bawah ini semakin penting. Menghormati orang lain yang lebih rentan terhadap penyakit (termasuk orang-orang usia lanjut dan yang kurang baik imunitas tubuhnya) seharusnya membuat kita berlaku dengan kehati-hatian dan penuh kasih, sembari meneladankan sifat kekuatan dan pengharapan dari mereka yang mengenal Kristus (Ams. 24:10). Para pengikut Kristus seharusnya juga mencontohkan belas kasih kepada mereka yang memilih untuk menanggapi secara berbeda atau bereaksi lebih keras terhadap keadaan-keadaan dan peristiwa-perinstiwa (Ams. 18:2). Berbaik hatilah terhadap yang lain. Teruslah memimpin dan melayani dengan cara-cara yang mengungkapkan karunia yang Allah berikan kepada Anda. Sadari bahwa terdapat subjektivitas dalam menganggapi krisis ini, bahkan di antara orang-orang yang mendengarkan dan mencari hikmat Allah. Oleh karena orang Kristen adalah warga negara Surga, dipenuhi dengan kekuatan dan damai dari Kristus, kita seharusnya menjadi warga negara yang terbaik di bumi. Saya harap prinsip-prinsip di bawah ini akan membantu Anda melakukan hal tersebut.
Dengan merebaknya kasus virus corona di luar Cina, banyak orang percaya di seluruh Amerika Serikat bertanya-tanya bagaimana cara untuk menanggapi kegelisahan yang semakin bertambah. Apa yang Allah inginkan untuk lakukan dalam menghadapi sebuah krisis kesehatan internasional yang sedang berkembang? Haruskah gereja kita menutup pintu-pintu mereka karena takut menyebarkan penyakit? Haruskah saya mengantar anak saya sekolah? Membatalkan rencana bepergian?
Bagaimana kita seharusnya menolong dunia yang panik?
Ingatlah Apa yang Kita Ketahui
Pertama, adalah penting untuk diingatkan mengenai apa yang telah kita ketahui. Kekhawatiran bukanlah teman kita, dan panik bukanlah cara kita. Salomo mengingatkan kita, “Jika kamu lemah pada hari kesukaran, kecillah kekuatanmu” (Ams. 24:10). Semoga tidak pernah dikatakan bahwa umat Allah lebih dikuasai oleh rasa takut daripada iman.
Corrie ten Boom, bersama dengan orang beriman dari antara bangsa-bangsa, memimpin dengan berani dalam menghadapi fasisme Nazi – sebuah bentuk lain dari virus yang mematikan. Dan, dia mengingatkan kita, “Kekhawatiran tidak meniadakan kesusahan hari esok, hal itu meniadakan kekuatan hari ini.”
Pada masa-masa krisis, dunia membutuhkan orang-orang kukuh yang dikuatkan oleh anugerah Allah dan tidak mementingkan diri sendiri berdasarkan kuasa Allah. Kekhawatiran tidak menghasilkan apa pun kecuali melemahnya hati dan pikiran. Dikatakan bahwa 90 persen dari hal-hal yang kita khawatirkan atau yang membuat kita panik, tidak pernah terjadi, dan 10 persen lainnya ada di luar kendali kita.
Selagi kita tetap berjaga-jaga melawan virus doktrin atau penyakit, merasa khawatir tidak akan mengubah keadaan kita atau memperkecil peluang infeksinya. Itu tidak akan berguna bagi kita untuk mengalahkan penyakit atau mendorong kita untuk bertindak. Mencemaskan COVID-19 (atau hal yang lainnya) hanya akan menambah masalah. Daripada cemas dan khawatir, Yesus menyuruh kita untuk menanggapi dengan berdoa dan percaya kepada Dia (Mat. 6:33-34; Fil. 4:6). Kita tidak perlu khawatir, terutama karena kita mengenal Dia yang telah mengalahkan dosa dan kematian (1Kor. 15:55-57).
Ingatkan diri Anda terus-menerus: tenaga yang dipakai untuk khawatir sama banyaknya dengan tenaga yang dipakai untuk berdoa. Yang satu menghasilkan rasa damai, yang lainnya mengakibatkan panik. Pilihlah dengan bijaksana.
Mengasihi dengan Sungguh dan Percayalah kepada Dia
Jika Allah menyuruh kita untuk tidak khawatir tentang apa pun, itu adalah cara untuk mengasihi orang-orang dengan sungguh. Pemazmur menguatkan kita, “Percayalah di dalam TUHAN dan lakukan yang laik; Tinggallah di negeri dan peliharalah kesetiaanmu” (Mzm. 37:3). Petrus mengingatkan kita untuk berjuang di tengah semua hal yang buruk. Entah penganiayaan atau pandemi, kita bisa memercayai Tuhan, karena mengetahui, “Lebih baik menderita karena berbuat baik, jika itu memang kehendak Allah, daripada menderita karena berbuat jahat” (1Ptr. 3:17).
Khawatir adalah hal yang umum bagi manusia. Akan tetapi, Allah telah memanggil kita untuk menghadapi permasalahan dan ancaman dengan keberanian, dengan bersandar kepada Dia.
Sepanjang sejarah, orang-orang Kristen telah seringkali menarik perhatian karena mereka mau menolong orang yang sakit di masa terjadinya wabah, pandemi, dan penganiayaan. Mereka mengasihi orang-orang dan tidak takut akan kematian karena mereka mengerti bahwa “hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Fil. 1:21). Dengan melangkah masuk ke dalam kekacauan kesakitan dan penyakit, mereka dapat menunjukkan iman mereka kepada dunia yang sedang menyaksikan. Jadi, daripada hanya bertanya, “Bagaimana saya bisa tetap sehat?” mungkin kita seharusnya juga bertanya “Bagaimana saya bisa menolong yang sakit?” Marilah kita cepat memberikan bantuan dan lambat untuk bersembunyi di ruangan bawah tanah.
Keyakinan, kasih sayang, dan tidak mementingkan diri sendiri yang dipenuhi doa seharusnya menjadi tanda cara kita berbicara tentang virus corona. Mengapa? Karena Juru Selamat kita menjadi daging (Yoh. 1:14) dan masuk ke dalam penyakit, dosa, dan kematian kita. Dia menyembuhkan yang sakit dan merawat yang terluka. Kita harus melakukan hal serupa.
Kita Juga Bisa Berhati-hati
Tidak satu pun dari hal-hal tersebut yang artinya kita harus sembrono. Kasih Kristus maupun Firman Allah tidak mendorong risiko yang sembarangan, tetapi keduanya mengutamakan ketaatan. Mengasihi yang sakit tidak berarti kita dengan sengaja membuat diri kita tertular (Ams. 22:3). Jika infeksi menjadi risiko yang nyata (pada saat ini, Pusat untuk Pengendalian Penyakit mengatakan virus tidak menyebar secara komunal di Amerika Serikat, dan risiko bagi kesehatan rendah), maka menanggapi virus corona artinya adalah membuat langkah praktis sederhana seperti mencuci tangan kita dan tinggal di rumah jika sakit.
Sebelum Anda berpikir untuk membatalkan kebaktian gereja, tanyakan, “Bagaimana kita bisa peduli pada mereka yang rentan?” Saat orang lain sakit, rawatlah mereka. Apakah sebagian besar dari Anda masih sehat? Itu adalah alasan yang baik untuk berkumpul guna menaikkan ucapan syukur dan berdoa. Dapatkan perawatan medis yang tepat saat gejala-gejala muncul, dan jangan lupa untuk memerhatikan satu sama lain.
Ikutilah contoh dari mereka yang telah bertindak dengan penuh iman pada masa lampau. Pada abad ke-19 di Inggris Raya, ketika ratusan orang sekarat akibat kolera, Charles Spurgeon mengunjungi rumah-rumah untuk merawat orang-orang. Gereja Yesus di Wuhan Cina, pusat dari penyebaran virus, dengan setia menjadi contoh, bahkan pada hari ini.
Yang terakhir, saat Anda melihat reaksi dunia terhadap krisis ini – itu sendiri adalah pengingat yang sangat jelas mengenai mortalitas kita – jangan lalai membagikan pengharapan yang Anda miliki dalam Yesus (1Ptr. 3:15). Ceritakan bagaimana Dia menyelamatkan Anda dari epidemi dosa dan hukuman kematian yang universal. Ceritakan bahwa pengharapan kita bukanlah ditemukan dalam tetap sehat di sisi surga sebelah sini.
Kita semua akan menghadapi kematian pada akhirnya. Syukur kepada Yesus, kita dapat menghadapi hari itu dengan keyakinan. Sama seperti Paulus, kita dapat mengingat bahwa hidup adalah Kristus, dan mati adalah keuntungan (Fil. 1:21). Kita sesungguhnya tidak perlu takut terhadap apa pun – tidak terhadap virus corona, virus Ebola, bencana alam, atau apa pun lainnya.
Teruslah berjuang, teman-teman. Berdoalah untuk yang sakit. Berjalanlah dalam kekuatan Allah. Kasihilah sesama. Lakukan kebaikan kepada semua orang. Pakailah kesehatan Anda untuk melayani, bukan untuk bersembunyi. Yesus berdaulat atas segala sesuatu. Dan, kita abadi sampai pekerjaan Allah yang harus kita lakukan selesai. (t/Jing-Jing)
Diterjemahkan dari:
- Nama situs : Gospel Coalition
- Url : https://www.thegospelcoalition.org/article/christians-anxious-coronavirus/
- Judul asli artikel : Should Christians Be Anxious About the Coronavirus?
- Penulis artikel : Todd Wagner