Kita akan segera berada di sisi lain dari krisis yang mengubah dunia — era pasca pandemi, dan kita bertanya-tanya seperti apa pelayanan di dunia baru ini. Beberapa pendeta mengharapkan kebangkitan kembali ke kondisi sebelum pandemi. Kebanyakan pemimpin gereja bertanya-tanya apakah orang-orang yang berada di ambang persekutuan mereka sekarang telah -- menjauh -- dari gereja, atau mereka khawatir bahwa orang-orang yang dekat dengan pusat jemaat mereka dapat mengambil keuntungan dari -- pengaturan ulang -- yang dirasakan untuk menemukan gereja lain.

Sebagai seseorang yang menganalisis penelitian tentang tren terkini di gereja (lihat penelitian baru minggu ini tentang pendeta dan Covid), saya menyadari perlunya membantu orang memahami konteks misi. Namun, saya tidak ingin memberi kesan bahwa tren tertentu tidak bisa dihindari. Kita juga tidak boleh berasumsi bahwa hanya karena praktik atau filosofi pelayanan tertentu berkembang maka itu pasti baik. Salah jika berpikir bahwa hanya -- karena gereja bergerak ke arah ini, Anda harus mengikuti programnya,- terutama jika ada alasan alkitabiah berkaitan dengan arah gereja.

Ada banyak blog, kolom, dan artikel yang berbicara tentang masa depan gereja di era ini, bagaimana -- semuanya telah berubah!-, yang memperingatkan para pendeta untuk mengikuti perkembangan terbaru karena takut tertinggal. Dan, walaupun memang itulah yang terjadi, membaca zaman kita berarti kita tidak bisa puas menjalani dunia pasca pandemi seolah-olah kita masih dalam era sebelum pandemi, kita juga harus berhati-hati untuk tidak mengadopsi filosofi pelayanan yang mengubah pemahaman kita tentang eklesiologi — doktrin gereja.

Gereja Daring?

Misalnya, saya telah membaca beberapa artikel di sana-sini yang menyatakan bahwa "kehadiran daring" sama validnya sekarang dengan "pertemuan langsung". Covid telah mengubah segalanya, kata mereka. Sama seperti dunia bisnis yang berputar ke pekerjaan jarak jauh, demikian juga gereja perlu memahami bahwa ibadah daring adalah cara masa depan. Kita perlu menyadari bahwa orang tidak akan memprioritaskan ibadah secara langsung seperti yang mereka lakukan sebelumnya, dan kita perlu mempertimbangkan peserta daring mulai sekarang untuk menjadi bagian dari pertemuan ibadah kita sama seperti mereka yang datang secara langsung.

Untuk lebih jelasnya, kemampuan untuk menerima makanan rohani melalui menonton kebaktian gereja Anda secara daring, atau bergabung dengan kelompok kecil Anda melalui Zoom telah menjadi berkat selama masa yang tidak biasa ini. Gereja melakukannya dengan baik untuk meningkatkan profesionalisme kehadiran digital mereka, dan seperti yang telah saya tulis sebelumnya, kita dapat dan harus bersandar pada teknologi untuk membuat orang tetap terhubung selama masa isolasi.

Akan tetapi, kita tidak boleh berasumsi bahwa tren memindahkan segala sesuatu "daring" ketika datang ke gereja adalah positif dan sehat, atau bahwa "daring" dan "secara langsung" hanyalah dua cara yang berbeda tetapi sama-sama valid untuk "bergereja." Mereka tidaklah sama.

Pertemuan bersama

Kata ekklesia secara harfiah berarti "bertemu bersama" atau "berkumpul", dan penggunaan kata yang dominan dalam Perjanjian Baru merujuk pada pertemuan gereja lokal. Untuk mengembangkan kata "berkumpul" ke titik yang mencakup peserta daring (kecuali mungkin dengan tanda bintang) berarti membawanya melampaui titik puncaknya. Jika mengabaikan sifat realitas yang terkandung dan mengatakan kita dapat "berkumpul" secara virtual dengan cara yang sama seperti yang kita lakukan "secara langsung" maka kita gagal untuk menghubungkan dengan aspek utama kemanusiaan kita. Koneksi daring mungkin merupakan suplemen untuk pertemuan langsung, tetapi tidak memenuhi syarat sebagai pengganti.

Beberapa bulan yang lalu, saya menulis tentang bagaimana Covid meningkatkan beberapa metrik tradisional yang kita andalkan sebagai ukuran "keberhasilan" numerik gereja, dan saya masih percaya kita memiliki kesempatan untuk memikirkan kembali beberapa tindakan kita terkait dengan pemuridan dan mengajukan pertanyaan baru tentang apa itu kesetiaan.

Akan tetapi, artikel lain melangkah lebih jauh, menyiratkan bahwa fokus pada pertemuan langsung di gereja hanyalah penopang yang menjadi dasar kita. Kita harus menghormati dan menerima identitas gereja yang tersebar di masa kini dan masa depan, karena itu membebaskan kita dari gagasan kuno bahwa gedung gereja adalah tempat orang harus bersekutu dengan Allah. Bukankah lebih baik gereja berada di luar tembok dalam pelayanan?

Ya dan tidak. Sangat penting bahwa umat Allah menangkap orang-orang yang terhilang di luar tembok gereja. Itulah inti dari Amanat Agung. Akan tetapi, terlalu optimis untuk berasumsi bahwa energi dan kebutuhan untuk keterlibatan misi akan terjadi terlepas dari pertemuan yang rutin dan disengaja secara langsung dengan komunitas agama.

Mark Sayers, seorang pemimpin Australia, pernah percaya dengan sepenuh hati akan perlunya gereja lebih berada di luar tembok daripada di dalam. Dia sekarang mengatakan bahwa gerakan yang dia tidak menjadi bagian dalamnya, ternyata memiliki pengaruh yang sangat luar bisa. Dengan kata lain, upaya mulia yang berfokus pada pelayanan di luar daripada memberikan perhatian pada pertemuan di dalam, menyebabkan situasi di mana orang-orang tidak diperlengkapi dan tidak siap untuk penginjilan dan pemuridan yang signifikan. Terlalu mudah untuk "dimuridkan" oleh dunia. Para "misionaris" yang diutus dari gereja lokal tidak cukup kuat untuk mempertahankan identitas yang konsisten dari waktu ke waktu, dan banyak yang kelelahan atau hanyut.

Jangan salah: gereja adalah orang-orang yang dipanggil Allah dan yang diutus. Namun, efektifitas gereja yang terpencar-pencar tidak akan terjadi tanpa energi gereja yang terkumpul.

Koneksi dan Konten

Ide lain yang beredar adalah perasaan terhubung dengan komunitas lebih penting daripada isi khotbah. Rasanya itu benar, karena hubungan dan komunitas lebih penting daripada jika pendeta Anda adalah pengkhotbah yang paling terkenal. Akan tetapi, konten tetap penting, dan itu akan terus penting. Jadi, mengapa harus dipertentangkan? Koneksi dan komunitas yang didasarkan pada konten yang solid — itulah tujuan utama bagi semua orang, atau setidaknya seharusnya begitu.

Mari kita lakukan apa yang diperlukan untuk mempertimbangkan konteks budaya kita saat ini dan menyesuaikan diri dengan momen misionaris ini. Namun, jangan berasumsi bahwa semua tren tidak dapat dihindari atau filosofi pelayanan yang berfokus pada pertemuan langsung akan memudar. Gereja pernah mengalami pandemi sebelumnya, dan kemungkinan besar kita akan melihat wabah itu lagi. Dan meskipun pemandangannya pasti akan berbeda, dan sementara kita bisa belajar banyak dari pelayanan selama masa ini, kebenaran Firman Allah yang diberitakan dan kekuatan pembentukan umat Allah yang berkumpul akan terus bertahan. (t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : The Gospel Coalition
URL : https://www.thegospelcoalition.org/blogs/trevin-wax/dont-be-too-hasty-in-your-take-on-the-post-pandemic-church/
Judul asli artikel : Don’t Be Too Hasty in Your Take on the Post-Pandemic Church
Penulis artikel : Trevin Wax