Pada momen yang luar biasa ini, para pemimpin setempat – orang-orang yang memimpin kelompok terdiri dari 10 sampai 1.000 orang – mungkin memiliki peluang yang paling besar untuk membentuk budaya di Amerika Serikat daripada sebelum-sebelumnya. Ini adalah sebuah panduan untuk kita, yang adalah para pemimpin Kristen, pada momen ini.
Membentuk budaya adalah hal tentang mengubah “batas-batas kemungkinan.” Budaya memberitahu kita, secara langsung dan tidak langsung yang tak terhitung jumlahnya, apa yang bisa kita lakukan, dan apa yang tidak bisa kita lakukan. Dan, para pemimpin melakukan peran yang sangat besar dalam mengubah batas-batas itu, terutama pada masa-masa kekacauan dan krisis. Mereka memainkan peran melalui kedua tindakan simbolis – apa yang mereka katakan, cara mereka mengatakannya, bahkan bagaimana mereka sendiri menguasai diri dan memberi tanggapan kepada orang lain – dan melalui pengambilan keputusan demi orang-orang lain.
Tanggung jawab seorang pemimpin saat keadaan di sekitar kita berubah, adalah untuk berbicara, menjalani hidup, dan membuat keputusan-keputusan sedemikian rupa sehingga batas kemungkinan itu bergerak maju menuju damai, berjalan baik untuk semua orang yang ada dalam lingkup pengaruh kita, terutama orang-orang yang rentan.
Dengan tibanya COVID-19 di Amerika Serikat, kita perlu mengubah batas-batas kemungkinan dengan sangat cepat secara ekstrem dalam dua hal mendasar:
Kita perlu mengubah norma interaksi social secara harfiah dalam semalam untuk meminimalisasi penyebaran virus. Saya akan menguraikan di bawah ini apa yang saya yakini merupakan langkah-langkah paling penting, berdasarkan informasi publik terbaik mengenai SARS-CoV-2 (virusnya) dan COVID-19 (penyakitnya). Langkah-langkah ini terasa drastis. Penting sekali, ketika melaksanakan hal-hal itu secara dini akan membutuhkan kepemimpinan yang besar karena mereka awalnya tidak akan terlihat perlu bagi sebagian besar orang yang kita pimpin. Ketika berurusan dengan pandemi, tindakan-tindakan yang akan benar-benar membawa perbedaan selalu perlu dilakukan lebih segera daripada yang kita kira. Kita perlu mengarahkan kembali energi sosial dari kekhawatiran dan panik ke kasih dan persiapan. Krisis ini menghadirkan sebuah peluang yang luar biasa untuk membentengi komunitas kecil kasih dan perhatian kepada sesama kita. Itu hanya akan terjadi jika kita melakukan terlebih dulu sebuah cara yang mengurangi rasa takut, menambah iman, dan mengembalikan orientasi kita semua dari melindungi diri sendiri menjadi melayani orang lain.
Ada beberapa alasan bahwa saat ini adalah momen penting dan juga unik bagi para pemimpin setempat. Kita telah terbiasa dengan budaya yang dibentuk “di tempat lain” – oleh pejabat-pejabat terpilih, terutama pejabat nasional; oleh para selebritis; oleh media. Akan tetapi, kita sedang berurusan dengan sebuah virus yang ditularkan orang ke orang, dalam kelompok kecil dan besar yang sesungguhnya. Ini bukanlah sebuah krisis virtual – ini adalah krisis lokal yang benar-benar ada. Tanggapan-tanggapan lokal yang terlihat akan benar-benar menentukan kehidupan dan kematian bagi orang-orang.
Para gubernur, walikota, dan pemimpin bisnis dan institusi besar semua memiliki peran untuk dimainkan, tetapi di atas semuanya, pilihan-pilihan yang dibuat oleh gereja, bisnis kecil, dan organisasi non profit akan memiliki dampak yang sangat besar. Minggu lalu, suatu penjangkitan di Massachusetts telah terlacak luas dari sebuah pertemuan yang terdiri dari sekitar 175 orang oleh perusahaan Biogen. Banyak sekali pemimpin Kristen yang terlibat dalam pengambilan keputusan mengenai kelompok-kelompok dengan ukuran itu. Kita memiliki keputusan untuk dibuat, dan batas-batas untuk dibentuk, yang para pemimpin pada tingkat lain tidak bisa.
Yang paling penting, sementara pemerintah pada semua jenjang dapat memaksakan sejumlah perubahan perilaku, misalnya melalui karantina dan “lockdown,” maka adalah mustahil bagi pihak berwenang memaksakan untuk memperbesar kapasitas orang-orang untuk mengasihi dan melayani orang lain. Ini adalah peran dari iman, dan lebih dari yang lain, kita percaya, iman Kristen. Memperlengkapi orang-orang Kristen pada momen seperti ini adalah peran para pemimpin Kristen.
Rekomendasi-rekomendasi berikut adalah hasil dari sekitar satu bulan studi intensif mengenai informasi medis dan kesehatan publik tentang COVID-19 yang telah tersedia bagi publik. Saya tidak memiliki pandangan dari spesialis, atau sumber-sumber non publik. Akan tetapi, panggilan saya sebagai seorang jurnalis, yaitu profesi saya selama 15 tahun, adalah untuk membuat hal-hal yang rumit menjadi jelas, dengan cepat. (panjangnya esai ini menunjukkan betapa rumitnya momen sekarang ini.)
Jika Anda telah mengakses informasi yang lebih khusus, tentu saja manfaatkanlah itu. Banyak aspek dari krisis ini yang sangat terbatas, dan setiap aspek akan berubah setiap hari untuk waktu yang lama. Sudah jelas, kita harus menaati arahan pejabat publik di daerah kita. Akan tetapi, saya berharap ini akan menjadi sebuah panduan umum bagi kepemimpinan yang tangkas dan meyakinkan yang dilandaskan kasih dan iman.
Esai ini memiliki empat bagian. Jangan sungkan untuk langsung melompat ke bagian yang paling relevan untuk Anda:
Apa yang sedang terjadi? Sebuah ulasan tentang hal-hal yang paling penting bagi para pemimpin Kristen, di mana-mana di Amerika Serikat, untuk mengetahui tentang SARS-CoV-2 dan COVID-19. Apa yang harus kita komunikasikan? Sebuah daftar dari pesan-pesan yang paling bermanfaat yang orang-orang lain dapat dengarkan dari kita – dan pesan-pesan yang paling merugikan juga. Keputusan-keputusan apa yang seharusnya kita buat? Rekomendasi-rekomendasi untuk keputusan-keputusan mengenai pertemuan orang banyak, pertemuan orang agak banyak untuk ibadah Kristen, dan pertemuan kelompok kecil di rumah tangga. Apa yang bisa kita harapkan? Sedikit perenungan tentang kemungkinan yang sebenarnya bahwa keputusan-keputusan kita di minggu-minggu berikutnya bisa membentuk ulang praktik iman Kristen di negara kita, dan Allah yang penuh rahmat, mendatangkan sebuah kebangunan gereja Yesus Kristus di Amerika.
1. Apa yang sedang terjadi?
Virus Corona yang baru, SARS-CoV-2, yang diperkirakan bermula di Cina telah sampai ke Amerika Serikat. Kasus COVID-19, penyakit yang disebabkan virus, telah dilaporkan di seluruh negara. Itu sangat mudah menular, meskipun tidak ekstrem seperti campak atau Ebola – mencuci tangan dan “jaga jarak sosial” bisa membuat perbedaan yang sangat besar dalam angka final penyebarannya. Saat ini ditulis pada 12 Maret, ada banyak tempat di Amerika yang belum mencatat kasus “penyebaran komunitas”. Akan tetapi, bukti di negara-negara lain di mana virus telah sampai pada minggu-minggu sebelumnya menunjukan bahwa semua orang, di mana saja di benua Amerika Serikat harusnya berasumsi bahwa virus itu ada dalam komunitas mereka bahkan jika belum pernah dilaporkan tentang adanya penyakit itu.
COVID-19, penyakit yang disebabkan oleh virus, dianggap lebih mematikan daripada flu biasa, terutama bagi populasi yang rentan: usia lanjut dan mereka yang memiliki penyakit lain. Mereka umumnya sekarat karena pneumonia sebagai pengantara, tanda kasus-terburuk berasal dari COVID-19. Bantuan untuk pasien-pasien tahap akhir penyakit ini membutuhkan peralatan dan keahlian medis yang besar sekali. Pada waktu yang sama penyakit itu dapat terlihat ringan pada banyak orang, bahkan tidak terlihat. Akan tetapi, hal ini sebenarnya menaikkan risiko ke orang lain, sebagai pembawa “tanpa gejala” yang dapat menyebarkan virusnya ke orang yang sangat rentan tanpa menyadari bahwa mereka sangat menularkan.
Oleh karena itu, terdapat risiko yang serius di luar angka kematian yang sederhana: potensinya untuk membuat sistem kesehatan kita jadi kewalahan, akan mengakibatkan lebih banyaknya kematian yang seharusnya dapat dicegah dari COVID-19 dan sebab-sebab lainnya. Di Italia Utara, sebuah wilayah yang sangat mirip dengan Amerika Serikat dalam banyak hal (makmur dan secara kultural sama seperti Jerman dengan Latin), sistem kesehatannya, kira-kira sebanding dengan sumber daya kita, benar-benar kewalahan. Meskipun ini ada dalam karantina yang belum pernah dilakukan sebelumnya, pertama pada tingkat kota, kemudian regional, dan sekarang (dengan hasil yang belum terlihat) tingkat nasional. Para dokter di Italia Utara melaporkan bahwa minggu ini mereka terpaksa menerapkan triase seperti pada masa perang – benar-benar tidak merawat banyak orang yang datang ke rumah sakit karena mereka sakit parah. Ini juga berarti bahwa orang-orang dengan masalah medis “biasa”, termasuk yang kritis, yang tidak berkaitan dengan virus, mungkin tidak mendapatkan penanganan yang paling mendasar.
Kepemimpinan kesehatan publik di Amerika Serikat didesentralisasikan. Ini berarti bahwa daerah-daerah metropolitan dan agama-agama yang berbeda akan menanggapi dengan cara yang berbeda, dan berpengaruh secara berbeda. Pada wabah Flu Sapnyol tahun 1918 – 1920, para pejabat St. Louis mengambil tindakan untuk menutup kegiatan publik dalam hitungan hari sejak kasus pertama dilaporkan; pemerintah Philadelphia menunggu lebih dari satu minggu dan memperbolehkan parade publik besar-besaran dalam waktu itu. Pada akhirnya, Philadelphia memiliki angka kematian karena flu dua kali lebih tinggi daripada St. Louis. Kita bisa memperkirakan rentang hasil yang sama pada bagian-bagian yang berbeda di Amerika Serikat.
Semua ini memiliki dampak ekonomi yang penting, yang sudah menyentuh upah-rendah dan sulitnya para pekerja harian, terutama pada industri-industri yang mempunyai kegiatan yang berhubungan dengan keramah-tamahan, pelayanan, dan hiburan untuk para tamu atau travel. Kelihatannya kita akan memasuki sebuah resesi ekonomi, atau lebih buruk. Jelas, kita sedang mengalami kekacauan keuangan yang lebih lama dan kesulitan ekonomi dunia yang nyata. Selanjutnya, toko-toko bahan pangan dan apotek-apotek kita adalah bagian dari mata rantai jaringan persediaan global yang bisa sangat terganggu saat negara-negara yang berbeda menanggapi virus dengan mandeknya pekerjaan, perdagangan, dan travel, seperti yang dilakukan seluruh negara di Italia pada sore hari tanggal 10 Maret.
2. Apa yang seharusnya kita komunikasikan?
Dalam membentuk budaya, tidak ada yang lebih penting seperti tindakan yang menunjukkan bobot simbolik. Terkadang, tindakan simbolik ini mengambil bentuk dari langkah-langkah konkrit, tetapi terkadang itu hanyalah kata-kata dan gambar yang dipilih dengan baik. Tampaknya bisa saja kebutuhan mendesak kita adalah untuk mengambil keputusan-keputusan, dan tentu saja kita tidak bisa mengabaikan keputusan-keputusan yang adalah bagian kita untuk mengambilnya. Akan tetapi, yang sama pentingnya dengan mengubah batas kemungkinan adalah apa yang kita katakan, cara kita mengatakannya, dan bahkan bagaimana kita tampak di hadapan orang lain saat kita mengatakan hal-hal ini. Cara kita mengomunikasikan akan membentuk pilihan-pilihan yang orang lain buat, dan bagaimana mereka sampai kepada pengambilan keputusan mereka sendiri.
Ini artinya kita semua memiliki tanggung jawab yang penting sebagai pemimpin, sejauh itu bergantung pada kita, cukup-istirahat, bertekun dalam doa dan perenungan, dan bebas dari ketakutan dan kekhawatiran pribadi. Kita perlu mengawali dan mengakhiri setiap hari sebagai anak-anak Bapa Surgawi kita, sahabat Yesus, dan orang-orang yang menerima Roh Kudus dengan penuh syukur. Kita perlu berdoa untuk otoritas rohani sejati, yang berakar dalam kasih yang menghalau ketakutan kita, untuk menjaga dan menguasai hidup kita saat kita memimpin, dan percaya bahwa Allah akan menambahkan apa yang kurang dalam hati, pikiran, dan tubuh kita sendiri yang rapuh.
Dari sikap mendasar ini, kita bisa mengomunikasikan pesan-pesan yang spesifik. Berikut adalah pesan-pean yang saya nilai sebagai yang paling merugikan, dan yang paling bermanfaat, dari para pemimpin Kristen saat ini.
Kita jangan berkata, “Semuanya akan baik-baik saja,” atau bahkan, “Anda akan baik-baik saja.”
Ini tidaklah benar, bahkan pada sebagian besar hari yang normal. Setiap manusia akan meninggal; hampir-hampir setiap orang akan mengalami satu atau penderitaan lain yang mengerikan. Frasa-frasa ini bisa tepat jika digunakan oleh orangtua yang menghibur seorang anak kecil, tetapi itu bukanlah kata-kata penghiburan untuk orang Kristen yang dewasa.
Terutama, sebagian besar orang-orang yang berintekasi dengan kita akan mengalami bahaya yang besar pada hari-hari mendatang. Hampir pasti mereka akan menyaksikan keadaan yang sukar, melalui media dan secara langsung. Kita seharusnya mempersiapkan mereka untuk kesulitan yang benar-benar nyata, dan kebenaran bahwa Allah akan hadir dalam keadaan sesulit apa pun yang mereka hadapi.
Kita jangan berkata kepada orang-orang yang ketakutan, “Anda berlebihan.”
Adalah mutlak benar bahwa orang-orang terbenam dalam media tentang berbagai reaksi terhadap berita-berita dan rumor-rumor dalam cara yang tidak berguna. Akan tetapi, mempertemukan ketakutan dengan tuduhan berlebihan sepertinya tidak berguna. Masalah terbesar di sebagian besar Amerika Serikat saat saya menulis adalah bahwa banyak orang, dan banyak institusi, tidak bereaksi dengan cukup cepat.
Apa yang hampir pasti benar, bagaimana pun, adalah bahwa reaksi kita salah tempat – bahwa kita bereaksi dalam cara-cara yang tidak meningkatkan kepercayaan kita kepada Allah dan kasih kita kepada sesama. Dan, itulah mengapa kita perlu memberikan beberapa pesan dengan segala keyakinan yang kita bisa:
Kita seharusnya berkata, “Kasih adalah alasan kita mengubah perilaku kita.”
Alasan untuk mengubah kebiasaan kita, terutama cara kita bertemu (lihat di bawah), adalah bukan melindungi diri sendiri. Hal pertama, dalam kasus virus tertentu ini, jika individu-individu itu muda dan sehat, infeksi mungkin tidak menunjukkan lebih banyak gejala daripada flu musiman biasa. Perubahan diperlukan karena sesama kita yang rentan – mereka dengan usia berapa pun yang memiliki sistem imun yang berisiko, dan mereka yang berusia di atas 70 tahun – berada pada risiko yang serius. Salah satu aksioma dasar kehidupan Kristen adalah “yang kuat” harus memerhatikan “yang lemah” (lihat Roma 15). Kita sedang membuat pilihan-pilihan ini bukan untuk meminimalkan risiko kita sendiri, tetapi untuk melindungi orang lain dari risiko.
Pada waktu yang bersamaan, beberapa orang mengambil langkah-langkah, terkadang yang ekstrem, untuk melindungi diri mereka dan keluarga mereka, seringkali karena ketakutan yang besar, dan ini tampaknya akan bertambah pada hari-hari ke depan. Ini bukanlah sikap Kristiani. Kita bukan mengubah perilaku kita karena rasa takut kita. Dalam konteks yang sangat berbeda, Rasul Paulus menulis, “Aku ingin kamu bebas dari kekhawatiran” supaya komunitasnya bisa melayani Tuhan (1 Kor. 7:32). Kita mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan yang kita perkirakan, dan kebutuhan orang lain, sehingga kita bisa tidak khawatir dan melayani dengan leluasa ketika waktunya tiba.
Inilah semua kemungkinan untuk dipersiapkan, bahkan untuk mempersiapkan hal yang mendesak, karena kasih. Keputusan yang sangat cepat untuk bersiap-siap bukanlah kepanikan kecuali itu dibarengi dengan serangan dan kekhawatiran. Orang Kristen seharusnya bersiap-siap – urgen sifatnya dalam beberapa kasus – tetapi bukan panik.
Kita seharusnya berkata, “Bersiaplah untuk menghadapi kesulitan.”
Ini tidak sama dengan mengatakan, “khawatir dengan kesulitan,” atau pelanggaran perintah Yesus dalam Matius 6 untuk tidak memikirkan hari esok. Contoh kita di sini adalah Yesus, yang memperingatkan murid-murid-Nya berulang-ulang bahwa skenario terburuk mereka akan menjadi kenyataan. “Yesus mulai mengajar murid-murid-Nya bahwa Anak Manusia harus menderita banyak hal dan ditolak …, dan dibunuh, dan setelah tiga hari bangkit kembali. Yesus mengatakan hal ini secara terbuka” (Mrk. 8:31–32). Dengan melihat melampaui takdir-Nya, Dia juga meramalkan kehancuran terakhir Yerusalem oleh kekuatan Romawi bahkan saat Dia menangisi penolakan kota itu untuk mendengar pesan damai-Nya (Luk. 19:41–43).
Pada malam hari sebelum Dia menghadapi tragedi dan bencana terdahsyat di Golgota dan Salib, tidak seorang pun dari murid-murid-Nya yang tahu apa yang akan terjadi pada hari-hari dan tahun-tahun ke depan (tradisi mengatakan bahwa semua kesebelas rasul pertama mati sebagai martir). Jadi, bahkan saat Dia menyampaikan kata-kata penghiburan, Yesus menjelaskan bahwa sahabat-sahabat-Nya akan menderita: “Di dunia, kamu akan mengalami penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu! Aku telah mengalahkan dunia!” (Yohanes 16:33).
Tidak ada alasan untuk memperkirakan COVID-19 akan menjadi “akhir dunia” dalam hal apa pun. Melainkan hal itu sesuai dengan peristiwa kategori umum yang juga Yesus persiapkan untuk dihadapi murid-murid-Nya, “peperangan dan kabar-kabar tentang perang” yang bukan berarti akhir dunia (Matius 24:6).
Jadi, kita seharusnya menolong mereka yang kita pimpin bersiap untuk menghadapi kesulitan, menghadapi apa pun yang terjadi hari ini dan esok, tanpa kehawatiran. Definisi terbaik yang pernah saya tahu tentang kekhawatiran adalah “membayangkan masa depan tanpa Yesus di dalamnya.” Saat kita menyadari bahwa Yesus hadir hari ini dan akan hadir esok hari, kita bisa terlepas dari khawatir. Kita perlu mengajar dan mempraktikkan disiplin Kristiani yaitu doa, pujian, permohonan, dan ratapan yang menolong kita melihat Yesus di tengah penderitaan kita, nyata dan juga diketahui sebelumnya, dan menaruh percaya kita kepada-Nya.
Yang terpenting dari semuanya kita seharusnya berkata, “Jangan takut.”
Bagaimana pun, ini adalah kata pertama dari kehidupan Kristiani. Tentu saja ini adalah kata malaikat yang pertama dikatakan di Perjanjian Baru. Kita tidak perlu takut akan apa pun – itu akan sangat benar bahkan ketika kita ada di tempat pembaringan kematian kita sendiri. Satu-satunya hal untuk ditakuti, seperti yang Yesus katakan, adalah Dia yang bisa memusnahkan tubuh dan jiwa ke dalam neraka. Akan tetapi, kita telah dilepaskan dari ketakutan itu, dan karena telah dilepaskan di situ maka adalah benar bahwa tidak ada satu pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah.
3. Keputusan-keputusan apa yang perlu kita ambil?
Sejak presiden dan para petugas kesehatan federal melakukan konferensi pers pada 16 Maret 2020, nasihat ini, yang ditujukan bagi para pemimpin untuk membuat keputusan pada atau segera setelah 12 Maret 2020, adalah tidak bisa dipakai lagi, meskipun masih berguna untuk mencontohkan bagaimana orang-orang Kristen bisa membuat keputusan seperti itu dan juga membantu kita mematuhi larangan yang ada (misalnya, di tempat-tempat dimana pertemuan yang terdiri kurang dari sepuluh orang diperbolehkan). Saya tidak akan meng-update lebih lanjut. Semua pemimpin harus menaati persyaratan dan permintaan petugas publik pada semua jenjang.
Gampangnya, setiap orang, di mana pun di Amerika Serikat, yang memiliki tanggung jawab untuk setiap kelompok orang perlu untuk mengubah cara bertemu kelompok-kelompok itu, segera dan dengan drastis. Langkah-langkah yang dibutuhkan mungkin tidak terpikirkan bahkan beberapa minggu yang lalu. Sekarang hal-hal itu sangat penting jika kita hendak melindungi orang-orang yang rentan terhadap COVID-19 dan sistem kesehatan yang akan dibutuhkan untuk merawat mereka. Ringkasan rekomendasi-rekomendasi saya adalah berikut ini:
Pertemuan ibadah harus dilanjutkan, setelah penutupan-penutupan awal apa pun yang diperlukan untuk menerapkan protokol-protokol yang baru, tetapi idealnya dalam jumlah kurang dari 100 dan dengan kewaspadan yang ketat yang pernah dilihat oleh sedikit orang di Amerika Serikat.
Pertemuan-pertemuan publik lainnya yang dijadwalkan kurang dari delapan minggu ke depan harus dibatalkan segera. (diubah pada 15 Maret 2020 pk. 21:10 EDT untuk meniadakan ukuran maksimum yang disarankan, berdasarkan panduan CDC yang mengurangi jumlah maksimum yang direkomendai dari 250 menjadi 50, dan untuk mengikuti panduan CDC yang baru untuk membatalkan acara selama delapan minggu ke depan.)
Kelompok-kelompok kecil bisa terus bertemu dan bekerja bersama. Akan tetapi, kita harus membuat perubahan-perubahan yang signifikan mengenai cara kita berinteraksi satu sama lain di rumah-rumah dan tempat-tempat kerja.
Ada satu perbedaan yang sangat besar antara para pemimpin Kristen dengan para pemimpin perguruan tinggi, NCAA, bisnis, dan yang lainnya yang telah membuat keputusan drastis: Banyak dari kelompok kami perlu terus bertemu dalam beberapa bentuk. Kelompok-kelompok ini sangat penting untuk kesehatan rohani, emosi, dan paling penting, untuk kesehatan jasmani.
Hal ini berlaku terutama untuk ibadah. “Mari kita mencari cara untuk dapat saling mendorong dalam mengasihi dan mengerjakan perbuatan-perbuatan baik, dan janganlah menjauhkan diri dari pertemuan ibadah kita bersama, seperti yang dibiasakan oleh beberapa orang. Akan tetapi, marilah kita saling menguatkan, terlebih lagi karena kamu tahu bahwa Hari Tuhan sudah semakin dekat” (Ibr. 10:24–25). Penulis kata-kata ini, yang hidup di sebuah dunia yang tahu dengan sangat baik akan bahaya wabah (meskipun tidak sama persis prosesnya), yang mendesak jemaatnya untuk bertemu bahkan ketika mereka mengharapkan Hari Penghakiman yang sudah dekat, hampir tidak mengatakan bahwa kita seharusnya berhenti bertemu untuk beribadah karena kondisi penyakit yang menular.
Ibadah adalah penting sekali untuk perkembangan manusia. Hal pertama, kita semua menyembah sesuatu sepanjang waktu. Pemberhalaan yang memburuk, bahkan dalam hati orang Kristen yang dilatih-dengan baik, ketika kita diperhadapkan dengan berita-berita yang tak berhenti tentang teror dan rumor, hanya benar-benar dapat dihentikan ketika kita bertemu bersama dengan orang lain untuk “memuji Allah, mendengarkan Firman-Nya yang kudus, dan berdoa, bagi diri kita dan orang lain, hal-hal ini adalah penting untuk kehidupan dan keselamatan kita” (The Book of Common Prayer).
Terutama, sebagian besar orang Kristen percaya bahwa sakramen Komuni atau Perjamuan Kudus adalah kehadiran Kristus yang sangat nyata. Bahkan, tradisi yang kurang menekankan roti dan cawan melihat gereja sebagai Tubuh Kristus, kehadiran-Nya yang nyata di bumi. Kita membutuhkan kehadiran-Nya lebih daripada sebelum-sebelumnya.
Jadi, ibadah harusnya terus dilakukan, idealnya dalam jumlah di bawah 100 orang, dengan menjalankan protokol yang ketat.
Ada sebuah panduan yang sangat baik mengenai topik ini oleh Lyman Stone, seorang misionaris Kristen di Hong Kong yang juga adalah seorang ahli demografi professional dengan pelatihan yang dalam tentang statistik dan lapangan seputar kesehatan publik. Daripada mengulangi nasihatnya di sini, saya akan merujuk para pemimpin ibadah gereja ke panduan beliau: Prepare Your Church for COVID
Praktisnya, para pemimpin harus menjalankan kepatuhan total terhadap protokol disinfeksi dan menciptakan kondisi untuk jaga jarak sosial yang efektif sebelum, selama, dan setelah ibadah. Hal ini akan sangat sulit diimplementasikan oleh gereja besar dengan jumlah jemaat yang banyak, dan mereka perlu untuk mempertimbangkan pilihan jadwal ibadah yang memungkinkan untuk kelompok-kelompok yang lebih kecil. Akan tetapi, jika protokol yang tepat bisa dilaksanakan dan jumlahnya bisa diatur, maka ibadah dan juga persekutuan bisa terus dilakukan di gereja-gereja bahkan di tengah sebuah epidemi.
Saya menambahkan paragraf ini pada pk. 18:40 EDT tanggal 12 Maret, dan saya sedikit mengedit ringkasan yang sama tentang poin ini di atas: Harap mengerti, sampai gereja Anda bisa dan mau menerapkan semua protokol Stone yang sangat ketat dan sulit, saya tidak bisa merekomendasi Anda untuk mengadakan pertemuan ibadah umum. Jalan terbaik adalah menunda ibadah sampai Anda bisa memenuhi protokolnya.
Buku pedoman lain dan model perencanaan yang bermanfaat khususnya bagi gereja Anda dengan bantuan taktis yang luas dan menyeluruh untuk mengimplementasikan rencana tanggapan seluruh-gereja, telah dibuat oleh Wheaton College Humanitarian Disaster Institute dan di mana ditemukan.
Sampai jelas bahwa penyebaran virus telah berhenti dan kurvanya telah melengkung ke arah yang lainnya, pilihan yang tepat adalah membatalkan semua acara publik yang bukan menyembah Allah dalam Firman dan Sakramen. Acara-acara yang jadwalnya kurang dari delapan minggu seharusnya segera dibatalkan. (diedit pada 15 Maret 2020 pk. 21:10 EDT untuk meniadakan jumlah maksimal yang disarankan sebelumnya yaitu 100 – rekomendasi saya adalah bahwa semua pertemuan publik dibatalkan, berdasarkan panduan CDC yang direvisi yang dikeluarkan pada 15 Maret 2020)
Pada masa-masa yang biasa, kita suka dengan pertemuan-pertemuan dengan segala macam acara publik yang memberikan hiburan, pengajaran, dan segala macam pernak-perniknya, tetapi bukan pengaturan khusus dari komunitas ibadah.
Untuk sementara, semua acara publik harus ditiadakan. Mereka tidak esensial seperti ibadah dan persekutuan, dan mereka menghadirkan risiko penyebaran viral yang tidak dapat dikendalikan.
Hal ini tampaknya seperti nasihat yang berlebihan di daerah-daerah yang saat ini tidak terlihat banyak penyakit dari virus itu. Tentu saja ada beberapa acara di beberapa tempat yang bisa benar-benar berlanjut tanpa ada risiko yang nyata. Akan tetapi, kita tidak bisa tahu acara yang mana, atau tempat yang mana. Bahkan, daerah-daerah pedesaan yang hampir pasti sudah ada pembawa virus di tengah-tengah mereka, dan daerah-daerah pedesaan cenderung memiliki proporsi usia lanjut yang lebih tinggi, dan karenanya itu adalah pemukiman penduduk yang rentan. Jika pertemuan-pertemuan seperti itu sangat penting untuk kehidupan dan kesehatan manusia sama seperti ibadah, maka seharusnya dilanjutkan. Akan tetapi, dengan mengetahui bahwa acara-acara itu tidak sangat penting, maka hal yang bijaksana dan penuh kasih adalah menunda atau membatalkan semuanya, di mana pun.
Saya mau mengatakan ini dengan sangat dramatis: jika Anda tahu bahwa seseorang berusia lanjut yang terkasih akan meninggal karena mereka menghadiri acara Anda, atau terkena pada seseorang yang hadir, dan membatalkan acara Anda akan mencegah kematian itu, apakah Anda akan membatalkannya? Pendapat saya tentang ibadah Kristen yang rutin, setelah semua tindakan pencegahan telah dilakukan, kita tidak seharusnya meniadakan ibadah karena alasan ini. Kita tidak takut akan kematian itu sendiri, dan berkumpul dan menyembah Allah adalah panggilan umat Allah. Akan tetapi, bagimana dengan membuat orang lain mengalami risiko karena konser, perkuliahan, konferensi, jamuan untuk menggalang dana, atau bahkan pesta pernikahan? Dengan semua yang kita ketahui dan yang tidak kita ketahui saat ini, hal demikian tampaknya tidaklah benar.
Diedit untuk menambahkan: paragraf berikut tentang acara-acara mendatang yang sangat relevan pada 12 Maret. Karena pada sore hari tanggal 15 Maret 2020, CDC telah meminta para pengelola untuk membatalkan acara-acara yang melibatkan lebih dari 50 orang (saya merekomendasi semua acara bukan-ibadah dengan jumlah berapa pun) selama delapan minggu ke depan. Para pengelola acara harus mengikuti panduan CDC, yang bisa berubah di kemudian hari. Saya tetap memberikan paragraf berikut sesuai aslinya untuk menuliskan pemikiran saya tentang bagaimana kita seharusnya berpikir bersama mengenai keputusan seperti itu ketika tidak ada panduan resmi.
Banyak di antara kita adalah para pembuat keputusan untuk acara-acara pada masa yang akan datang. Adalah sangat sulit untuk memprediksi hal SARS-CoV-2 di semua bagian Amerika Serikat, dan hal itu akan dengan sendirinya sangat berdampak dari pilihan-pilihan yang kita semua buat hari ini. Saat ini, hampir semua penyedia jasa travel telah melepaskan biaya untuk penggantian rencana bepergian. Dengan keadaan serba tidak menentu ini, membuat keputusan untuk acara-acara lebih dari empat minggu tampak terlalu dini. Ada terlalu banyak hal yang kita tidak ketahui. Terkadang, bahkan dalam skenario terburuk, penyebaran virusnya akan memuncak dan mulai menurun, dan kita akan bisa mulai untuk membuat setidaknya rencana yang sifatnya sementara untuk sebulan ke depan atau lebih.
Akan tetapi hari ini, amat diperlukan agar kita membatalkan acara selama kurang dari sebulan ke depan, karena dua alasan. Pertama adalah bahwa sangat tidak mungkin ancaman penyebaran viralnya akan berlalu dalam jangka waktu 14 hari di mana individu-individu bisa menyebarkan virus itu kepada orang lain. Kedua, alasan yang lebih penting adalah tindakan simbolis. Membatalkan acara-acara yang pada masa depan membentuk batas-batas kemungkinan untuk keputusan-keputusan yang sulit hari ini. Itu membantu menciptakan perubahan yang cepat sekali dalam perilaku yang mutlak sangat penting hari ini, apa pun kondisi yang akan terjadi dalam empat minggu ini. Karena alasan ini, bahkan jika kita bagaimana pun juga bisa tahu dengan pasti bahwa akan ada kesehatan-publik “semua bersih” dalam empat minggu, membatalkan acara itu hari ini akan masih merupakan keputusan yang benar.
Supaya jelas, sebagai seorang ahli musik dan pembicara professional, saya tidak hanya menyukai acara-acara semacam ini, tetapi memperoleh sebagian besar penghasilan dari acara-acara itu (secara tidak langsung – bayaran saya sebagai pembicara diberikan ke organisasi tempat saya bekerja). Sampai ancaman epidemi ini berlalu, saya akan membatalkan keikutsertaan saya dalam semua acara itu selama empat minggu ke depan, dan membayar kembali atasan nonprofit saya karena tidak adanya pendapatan – bukan untuk melindungi diri saya sendiri tetapi untuk membantu para pemimpin guna membuat keputusan yang luar biasa sulit untuk membatalkan acara-acara seperti itu.
Untuk saat ini, tidak pernah lebih penting untuk berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil.
Persekutuan Kristen yang Erat – berkumpul dengan orang-orang lain yang mengenal nama kita, yang adalah secara harfiah sesama saudara dan saudari kita dalam Kristus, untuk memelajari Firman Allah, memecah-mecah roti, dan berdoa bersama – bukanlah pilihan ekstra bagi orang Kristen, tetapi sumber hidup dan pertumbuhan kita dalam Kristus. Tidaklah baik bagi orang-orang untuk sendirian.
Lagipula, banyak pekerjaan terbaik yang dilakukan dalam tim kecil. Adalah tepat dalam bisnis besar, terutama yang memiliki kantor-kantor besar, berubah ke kebijakan bekerja dari rumah. Akan tetapi, bisnis dan organisasi kecil tidak ada pada tingkat risiko yang sama seperti gedung perkantoran yang besar dan tidak dapat dikontrol. Bahkan, mereka yang bisa bekerja dari rumah perlu kerja sama dan komunitas.
Pengambilan keputusan saya berdasarkan informasi adalah bahwa, jika tidak ada satu orang pun yang sakit, dan tidak ada yang punya alasan untuk yakin mereka telah terkena SARS-CoV-2 dan dalam kurun waktu 14 hari potensi tertular penyebaran, maka tidak ada alasan kuat bersifat epidemi untuk tidak bertemu untuk bersekutu, menguatkan, bekerja bersama, dan perayaan dan rekreasi – selama kita mengubah secara ketat cara kita berinteraksi satu sama lain.
(15 Maret 2020 pk. 21:10 EDT – saya ingin menekankan bahwa panduan pada bagian ini adalah lebih keras daripada garis pedoman CDC saat ini, yang merekomendasikan membatasi kerumunan kurang dari 10 orang ketika organisasi bekerja dengan “populasi risiko-tinggi.” Saya merekomendasikan bahwa kita membatasi semua pertemuan kita, tidak peduli populasinya, kurang dari sepuluh, dengan tindakan pencegahan yang keras yang dijelaskan di bawah ini. Semua orang harus terus mendapat informasi mengenai panduan resmi, yang bisa berubah setiap hari, dan menaati semua panduan resmi yang lebih ketat daripada rekomendasi ini. Saya juga menambahkan frasa “untuk kesehatan publik” ke frasa “risiko minimal” langsung di bawah. Bertemu dengan orang lain benar-benar meningkatkan risiko tertular secara pribadi. Risiko pribadi ini harus dianggap penting, terutama setelah minggu-minggu atau bulan-bulan ke depan, untuk manfaat nyata dari persekutuan tatap muka dan risiko mental, emosional, dan fisik dari isolasi total. Saya masih merasa nyaman menerima orang-orang yang datang ke rumah kami pada waktu ini dengan tindakan pencegahan yang lengkap seperti di bawah ini.)
Kelompok yang terdiri dari kurang dari sepuluh orang bisa bertemu bersama dengan risiko minimal terhadap kesehatan publik, dengan syarat
1) tidak ada yang sakit di antara yang hadir atau memiliki alasan untuk mengira mereka terkena SARS-CoV-2,
2) permukaan yang dipakai bersama disemprot disinfektan sebelum dan sesudah pertemuan,
3) semua orang mencuci tangan mereka sampai bersih (lebih dari 20 detik) saat datang dan saat kembali ke rumah mereka,
4) makanan dan minuman disajikan per orang, dan
5) sejauh mungkin menjaga jarak antara para anggota keluarga yang berbeda dan barang-barang mereka.
Pada hari Selasa, 9 Maret, istri saya dan saya dengan gembira menjadi tuan rumah menerima delapan mahasiswa yang berkunjung dari perguruan tinggi New England di rumah kami dekat Philadelphia. Kami melakukan persekutuan dengan makan roti dan minum teh bersama, membagikan cerita kami, menyanyikan lagu penyembahan, dan berdoa bersama.
Akan tetapi, Catherine dan saya mengubah perilaku kami, dan perilaku tamu-tamu kami, dengan sejumlah cara yang sangat penting. Kami telah menyemprotkan disinfektan ke semua pegangan pintu dan perlengkapan tetap di dalam rumah sebelum kedatangan mereka. Kami meminta mereka mencuci tangan sampai bersih ketika mereka datang. Kami meminimalkan kontak biasa dengan makanan dan minuman, dengan melayani setiap orang secara individu. Tindakan lain yang seharusnya kita lakukan, dan akan lebih baik dilakukan di masa yang akan datang, adalah mengatur tempat duduk yang memberikan jarak yang pantas antara setiap orang – 1 meter, atau sekitar tiga kaki, adalah ideal.
Satu-satunya masalah yang sesungguhnya adalah betapa sulitnya untuk melakukan tindakan-tindakan ini, bukan karena pada hakekatnya sulit untuk dilakukan, tetapi karena ada semacam penyimpangan dari norma-norma kultural yang diketahui. Saya harus berusaha keras untuk tidak memeluk atau bersalaman, dan untuk berdiri agak jauh dari orang-orang saat saya berbicara dengan mereka. Tujuan seluruhnya dari panduan ini adalah untuk cukup mempersiapkan dan menggerakkan kita sebagai pemimpin sehingga tindakan-tindakan ini masuk ke dalam “batas-batas yang mungkin” dan menjadi hal penting bagi kita semua – yang membuat kita bisa terus bertemu di rumah-rumah dan lingkungan pekerjaan dengan jumlah-keluarga dan membangun koneksi sosial yang sangat penting untuk mengasihi dan melayani orang lain.
Dalam semua perubahan yang dramatis ini, para pemimpin harus memimpin.
Jelas, saat mahasiswa-mahasiswa kami yang bersemangat dan penuh harap tiba pada hari Selasa, norma-norma sosial yang berubah untuk melindungi satu sama lain dari virus itu hampir atau tidak ada sama sekali dalam pikiran mereka. Sangat sedikit mereka melihat dalam perjalanan mereka dari perguruan tinggi ke rumah kami yang telah menyebabkan tanda bahaya apa pun atau perasaan bahwa apa yang “normal” akan berubah. Sudah pasti terasa aneh untuk masuk ke rumah seseorang dan langsung diminta untuk mencuci tangan Anda.
Perubahan apa pun yang kita paksakan pada orang lain tampaknya akan “terlalu dini” bagi sebagian besar dari mereka. Faktanya, jika perubahan-perubahan itu tidak tampak “terlalu dini” – jika kita menunggu sampai ada bukti krisis dalam komunitas kita – mereka akan hampir pasti terlalu terlambat. Orang-orang yang tak terhitung jumlahnya telah terkena risiko yang tidak akan mereka tanggung jika kita memimpin dengan lebih meyakinkan dan berani.
Jadi, kita harus memakai setiap ons modal sosial yang kita miliki – otoritas formal atau pun informal yang kita punya – untuk mengubah perilaku. Dan, meskipun keputusan-keputusan yang saya sampaikan di sini difokuskan secara sempit pada kebutuhan mendesak akan kesehatan publik, pada akhirnya inilah yang semua kepemimpinan miliki sebagai bagian yang utama, jenis kepemimpinan yang akan diperlukan dalam semua dimensi dari krisis ini: pekerjaan personal, emosional, yang dilakukan dengan kesungguhan dan menyeluruh yaitu mengubah batas-batas kemungkinan bagi orang-orang lain supaya semua orang yang ada dalam tanggung jawab kita, terutama orang-orang yang rentan, dapat hidup dengan baik.
4. Apa yang bisa kita harapkan?
Pertama, kita sangat yakin bahwa epidemi ini akan berlalu. Bahkan Spanish flu, yang membunuh sekitar 3% dari seluruh populasi dunia di tengah perang yang mengerikan, surut saat sistem imun manusia yang ajaib beradaptasi dengan virus itu. Mungkin dalam beberapa bulan, hampir pasti dalam beberapa tahun, hal terburuk dari masa yang mengerikan ini akan menjadi masa lalu kita.
Kita bisa berharap dengan alasan yang benar bahwa biaya ekonomik dari epidemi ini, meskipun berat dalam jangka pendek, akan terbatas seperti epidemi yang lalu pernah terjadi. Pemulihan bentuk V atau U, dari sejarah, sepertinya, kecuali peristiwa ini menampakkan kelemahan sistem dalam sistem keuangan dunia (yang, sayangnya, tidak jelas, dan bisa menjadi pemulihan bentuk L yang dunia alami setelah 2008-2009).
Akan tetapi walaupun kita bisa mengharapkan hal-hal ini bersama-sama dengan sesama kita, dan demi sesama kita, akibat medis dan ekonomis ini bukanlah fokus sesungguhnya bagi orang Kristen.
Pengharapan orang Kristen yang sejati adalah keyakinan tertinggi kita, yang berakar dalam kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, bahwa Pencipta dunia juga adalah Penebus dan Penopang dunia, dan akan suatu hari kelak kembali untuk memperbaharui seluruh ciptaan. Pengharapan ini bukan hanya secara kosmik, tetapi personal, dalam perkataan Katekismus Heidelberg yang mengesankan dan indah:
Apakah satu-satunya penghiburan Anda, baik pada masa hidup maupun pada waktu mati?
Bahwa aku, dengan tubuh dan jiwaku,
baik pada masa hidup maupun pada waktu mati,
bukan milikku, melainkan milik Yesus Kristus, Juru Selamatku yang setia.
Dengan darah-Nya yang tak ternilai harganya
Dia telah melunasi seluruh utang dosaku
dan melepaskan aku dari segala kuasa iblis.
Dia juga memelihara aku,
sehingga tidak sehelai rambut pun jatuh dari kepalaku di luar kehendak Bapa yang ada di sorga,
bahkan segala sesuatu harus berguna untuk keselamatanku.
Karena itu juga, oleh Roh-Nya yang Kudus,
Dia memberiku kepastian mengenai hidup yang kekal,
dan menjadikan aku sungguh-sungguh rela dan siap untuk selanjutnya mengabdi kepada-Nya.
Salah satu peluang yang besar dari krisis ini adalah kesempatan untuk memelajari kembali kata-kata ini, mengajarkan mereka kepada anak-anak kita dan kepada orang-orang Kristen baru untuk pertama kalinya, dan menghidupi mereka bersama-sama.
Akan tetapi, di antara pengharapan sekuler saja atas kesehatan dan kekayaan yang pulih, dan pengharapan tertinggi atas pembaharuan segala sesuatu, menurut saya ada beberapa pengharapan Kristiani “terpenting kedua” yang berbeda yang seharusnya menggelorakan kepemimpinan kita.
1. Kita memiliki sebuah kesempatan yang belum pernah ada sebelumnya untuk bertindak secara penebusan di tengah-tengah krisis dan ketakutan.
Dalam Praxis, kita telah sampai ke membedakan antara mode tindakan yang eksploitatif, etis, dan bersifat penebusan. Banyak hal di dunia yang berjalan secara eksploitatif, terutama dalam keadaan ketakutan dan terancam. Di tengah pandemi COVID-19 akan ada contoh yang patut disayangkan tentang orang-orang dan institusi-institusi yang hanya berbuat untuk melindungi diri sendiri apa pun yang terjadi.
Syukurlah, sebagian besar manusia dan banyak institusi yang ingin bertindak etis – untuk melakukan apa yang benar dengan percaya bahwa kita bisa berbuat baik dan dengan baik juga. Kita sudah melihat banyak contoh luar biasa tentang tindakan etis di tengah krisis.
Akan tetapi, orang-orang Kristen dipanggil melampaui tindakan etis ke tindakan yang bersifat penebusan, yang ditandai dengan restorasi kreatif melalui pengorbanan. Kita dan organisasi-organisasi yang kita pimpin memiliki kesempatan untuk menghapuskan semua praktik eksploitatif, untuk bertindak melampaui perbuatan etis saja, dan untuk membuat pilihan-pilihan yang berani, kreatif, dan penuh pengorbanan untuk memulihkan apa yang telah rusak.
Pada hari-hari ke depan, rekan-rekan Praxis saya dan saya akan memberikan lebih banyak sumber bagi para pemimpin bisnis dan nonprofit yang ingin menangkap peluang ini bukan untuk melindungi diri sendiri, kekayaan kita, atau organisasi kita, tetapi untuk mati terhadap diri sendiri, memperbaharui budaya, dan menjadi berkat bagi orang-orang.
2. Kita bisa mendapatkan kembali keluarga sebagai unit mendasar dari seseorang, tempat dimana kita semua paling baik dikenal dan diperhatikan.
Banyak dari kita adalah anggota dari rumah tangga keluarga kita sendiri, tetapi kita juga adalah bagian dari keluarga Allah. Dan banyak anggota gereja dan komunitas kita yang tidak memiliki keluarga lain yang sesungguhnya selain gereja. Dalam sejarah gereja, berulang kali “keluarga” setempat, pos terdepan ukuran-keluarga-diperluas dari Kerajaan Allah, itulah yang telah mampu untuk mempersiapkan dan menggerakkan paling efektif perhatian bagi orang-orang yang rentan di antara mereka, dan untuk menjangkau dan merawat orang-orang yang rentan di sekitar mereka.
Pada waktu ini ketika pertemuan-pertemuan besar telah membentuk imajinasi kita tentang apa “gereja” itu dan artinya, dan bahkan lebih lagi ketika media dan selebriti telah menjajah semua imajinasi kita dan membuat kita berpikir bahwa pengaruh dan nilai sesungguhnya adalah di tempat lain, kita memiliki sebuah kesempatan untuk membangun kembali dasar dari semua kasih dan perhatian yang sejati – sebuah lingkaran orang-orang, yang berhubungan satu sama lain sebagai saudara dan saudari, yang mengenal dan dikenal, mengasihi dan dikasihi, dan yang bergerak keluar untuk melayani dunia.
Ini bisa menjadi sebuah karunia yang tak dapat dilukiskan. Dan jika kita melakukan penatalayanan terhadap karunia ini dengan baik, bukan mengasingkan diri ke dalam kerumunan yang terlindung tetapi berkumpul dalam jumlah yang sedikit, menyambut komunitas kasih, kita bahkan mungkin menyadari sebuah pengharapan ketiga yang paling berani.
3. Kita boleh melihat kebangunan iman Kristen dan pemuridan yang sejati, dan pembaharuan gereja Yesus Kristus di Amerika Serikat.
Dunia Romawi penuh dengan wabah. Epidemi terus membinasakan kota-kota dan daerah-daerah. Meskipun orang-orang zaman dahulu tidak mengerti teori tentang kuman, mereka cukup mengerti untuk meninggalkan kota-kota, jika mereka punya alat untuk melakukannya.
Orang-orang Kristen mula-mula, yang melihat diri mereka sebagai keluarga Allah dalam kota mereka, tidak pergi meninggalkan wabah. Mereka tinggal, dan mereka melayani. Dalam buku The Rise of Christianity, ahli sosiologi Rodney Stark mengemukakan argumen statistik bahwa komitmen untuk memberikan perawatan penuh makna kepada orang-orang yang tekena wabah, dengan sendirinya, merupakan kontibutor utama terhadap pertumbuhan gereja pada abad-abad pertama pada tahun Masehi.
Setelah Anda pulih dari wabah, nantinya, di mana Anda ingin melakukan ibadah? Kuil penyembah berhala yang imam-iman dan para dermawan elitnya telah pergi saat pertama terjadi kesulitan? Atau rumah tangga sesama yang telah membawakan Anda makanan dan air, memberikan perhatian dan kepedulian, dengan risiko besar menimpa mereka sendiri?
Ketika wabah ini berlalu, apa yang akan diingat oleh sesama kita? Apakah mereka akan mengingat bahwa orang-orang Kristen melakukan tindakan yang segera dan meyakinkan untuk melindungi orang-orang yang rentan, bahkan dengan membahayakan diri mereka pribadi dan organisasi? Apakah mereka akan mengingat bahwa, dengan dipersiapkan dan tidak panik, keluarga tetangga Kristen mereka bisa mengunjungi orang-orang yang miskin (sambil melindungi mereka dengan menjaga jarak sosial yang tepat!), menyediakan kebutuhan mereka, dan membawa pengharapan? Apakah mereka akan mengingat bahwa, dengan memastikan keamanan sebisa mungkin, kita masih berkumpul untuk menyembah dan memuji Allah bersama, minggu ke minggu, merayakan kebangkitan (Kristus) – bahwa bahkan saat kita berhenti melakukan hal-hal yang tidak penting, kita menjadi jelas bahwa melayani dan menyembah Allah adalah tugas yang terbesar dan paling penting dalam hidup kita?
Bagaimana kita akan mengubah batas-batas kemungkinan bukan hanya untuk mereka yang langsung kita pimpin, tetapi untuk semua budaya kita, di masa Virus Corona?
Lebih daripada sebelum-sebelumnya dalam hidup saya, arahan budaya di sekitar kita, dan masa depan dari semua orang yang kita kasihi dan pedulikan, secara agak harfiah berada dalam tangan kita. Kiranya Allah memimpin keputusan yang kita buat, dan cara kita menyampaikannya, hari ini.(t/Jing-Jing)
Diterjemahkan dari:
- Nama situs: The Praxis Journal
- URL: https://journal.praxislabs.org/love-in-the-time-of-coronavirus-26aaeb0396e3?gi=3fd19fddb600
- Judul asli artikel: Love in the Time of Coronavirus. A guide for Christian leaders.
- Penulis artikel: Andy Crouch