"Sebab, aku sangat ingin bertemu denganmu supaya aku dapat memberimu karunia rohani untuk menguatkanmu -- aitu supaya kita sama-sama diteguhkan oleh iman masing-masing, baik imanmu maupun imanku." (Roma 1:11-12)
Dalam pembukaan suratnya kepada jemaat di Roma, Paulus berkomunikasi dengan emosi kekeluargaan yang mendalam bahwa ia ingin hadir bersama orang-orang percaya di sana. Di antara banyak alasan untuk kunjungannya yang penuh harapan di masa depan, ia berhasrat untuk memberikan "karunia rohani" untuk menguatkan mereka.
Apakah karunia rohani ini?
Beberapa orang berpendapat bahwa itu adalah pemberitaan Injil, tanda karunia (bahasa roh, terjemahan, nubuat), atau karunia Roh Kudus (Kisah Para Rasul 19: 6). Masalahnya, tentu saja, adalah Paulus tidak mengatakan ini. Satu hal yang jelas: memberi karunia terikat dengan kunjungan Paulus. Dia adalah pembawa karunia, dan oleh karena itu, tidak dapat diberikan melalui surat atau wakil.
Satu perikop yang dapat membantu untuk memahami karunia yang hanya diketahui dan dipahami oleh beberapa orang tertentu saja ini adalah 1 Tesalonika 2: 1 -- 6. Paulus mengingatkan jemaat di Tesalonika tentang pelayanannya di antara mereka. Dalam ayat 8, ia memberi tahu gereja bahwa mereka disayangi "dalam kasih sayang yang besar kepadamu," diterjemahkan secara berbeda, "mereka dirindukan." Dia melanjutkan dengan mengatakan, "Kami ingin memberikan kepadamu bukan saja Injil Allah, melainkan juga hidup kami sendiri" (1 Tes. 2: 8). Dalam ayat 17, Paulus berkeluh kesah karena "dipisahkan" dari jemaat di Tesalonika dan mengatakan kepada mereka bahwa ia "ingin bertatap muka dengamu" (1 Tes. 2:17).
Ini, menurut saya, adalah kunci untuk memahami apa yang dimaksud Paulus dengan "karunia rohani" dalam Roma 1:11.
Paulus Adalah Karunia itu
Alasan Paulus tidak merinci karunia itu, dan mengapa karunia itu tidak dapat diterima terlepas dari kunjungan pribadinya, adalah karena ia sendiri adalah karunia itu. Dia ingin bersama mereka secara fisik. Dia tidak jelas mengenai bentuk karunia rohaninya karena dia tidak tahu apa yang mereka butuhkan. Seperti biasa, dia bersedia menjadi segalanya bagi semua orang (1 Kor. 9:22), tetapi dia harus hadir terlebih dahulu untuk menentukan cara terbaik untuk melayani mereka.
Namun, mengapa kehadiran yang diwujudkan bahkan penting? Apa perbedaan antara surat dan percakapan tatap muka?
Ini adalah pertanyaan yang sangat relevan bagi kita sekarang. Segalanya terasa terbalik. Saya harus menegur orangtua saya karena pergi keluar, istri saya ingin saya pergi memancing, anak-anak saya berharap mereka bisa kembali ke sekolah, dan saya memberi tahu gereja kami cara terbaik untuk saling mengasihi saat ini adalah dengan secara fisik menjauhkan diri mereka sendiri.
Ini bukan lagi hal menarik tentang COVID-19. Ini adalah ratapan penuh harapan yang akan dipelajari oleh pengantin perempuan Kristus: meskipun koneksi digital dapat berfungsi sebagai alat yang hebat, itu tidak akan pernah dapat menggantikan kehadiran fisik. Berdasarkan fakta bahwa Paulus merasa tidak mampu memberi gereja di Roma karunia rohani ini melalui surat atau kurir, saya pikir dia juga memahami pentingnya interaksi tatap muka (2 Yohanes 12; 3 Yohanes 13-14).
Saya bersyukur bisa menelepon, mengirim pesan teks, email, FaceTime, atau Zoom dengan grup kecil, anggota, dan mitra akuntabilitas saya. Sungguh menakjubkan bahwa meskipun kita tidak dapat bertemu langsung, kita masih dapat melakukan pertemuan diaken atau penatua yang produktif dan perlu. Saya berterima kasih atas kemampuan merekam ibadah.
Akan tetapi, tanpa pertemuan fisik, itu tidaklah sama.
Saya merindukan kesulitan teknis: mikrofon mendesis, slide yang tertinggal, pengumuman yang tidak dipoles. Saya rindu melihat penyambut tamu mengulurkan tangannya dengan keramahan untuk menyambut tamu. Saya merindukan suara yang tidak selaras di belakang saya, yang menyiratkan bahwa Allah kita adalah benteng yang kuat melalui sedihnya kehilangan. Saya merindukan tanggapan verbal yang disampaikan pada titik paling dramatis dalam khotbah.
Saya rindu mendengar Firman Tuhan dibaca ketika kita mempersiapkan hati kita, Firman-Nya yang didoakan untuk kita ketika kita menenangkan jiwa kita, dan Firman-Nya dikhotbahkan. Saya merindukan pelayanan Firman yang dapat didengar, dapat dilihat, dan nyata yang dilakukan bagi kita dalam baptisan dan Perjamuan Kudus.
Meningkatkan Berkumpul Bersama
Dengan segala cara, jangan tinggalkan perkumpulan bersama di saat isolasi ini. Bergabunglah dalam pujian dari umat Allah dalam media apa pun yang tersedia bagi Anda. Akan tetapi, ketika ini semua sudah berakhir, saya mendorong kita untuk meningkatkan kehadiran fisik.
Bacalah Injil sedikit lebih dekat, dan Anda akan memerhatikan seberapa sering Yesus menyentuh orang. Ketika anak-anak yang secara sosial tidak penting datang kepada Yesus dan murid-murid-Nya berusaha untuk mengusir mereka, "Dia memeluk anak-anak itu, memberkati mereka, dan meletakkan tangan-Nya atas mereka" (Mrk. 10:16). Ketika penderita kusta najis yang dituntut untuk hidup dalam isolasi total - kehilangan semua interaksi fisik - berlutut di hadapan-Nya, Yesus bisa saja mengatakan bahwa dia telah sembuh dari jarak enam kaki. Sebaliknya, "Yesus mengulurkan tangan-Nya serta menjamahnya" (Mat. 8: 3).
Sebagai anggota tubuh Kristus, kita ditugaskan secara fisik menunjukkan atribut-atribut-Nya yang tidak terlihat. Kita melayani Tuhan yang berinkarnasi, dan Dia telah menugaskan kita dengan misi inkarnasional. Itulah sebabnya kita dipanggil untuk saling menyapa dengan ciuman kudus (2 Kor. 13:12), bukan lambaian tangan yang jauh secara sosial.
Kehadiran fisik adalah karunia rohani. Jangan menganggap remeh. (t/Jing-Jing)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | The Gospel Coalition |
URL | : | https://www.thegospelcoalition.org/article/physical-presence-spiritual-gift/ |
Judul asli artikel | : | Physical Presence Is a Spiritual Gift |
Penulis artikel | : | David Kakish |