Krisis ini telah membawa perubahan paradigmatik, dan kecuali respons kita mengakui realitas baru ini, kita akan menderita oleh hukum penurunan hasil.
Jika ada sesuatu yang ditunjukkan beberapa minggu belakangan ini kepada kita, kita semua hidup pada era perubahan yang terus-menerusnya (paling tidak, bisa dikatakan seperti itu). Perubahan terjadi pada kita dan implikasi penuhnya masih tak diketahui.
Kita hidup pada suatu masa yang akan ditulis dalam sejarah dan yang telah mengakibatkan krisis global dari bagian yang monumental, dengan masih banyak lagi yang akan dibukakan. Tanggapan gereja, secara umum, di tengah masa krisis ini patut dipuji. Kita telah melihat gereja merespons dengan murah hati kepada komunitas mereka melalui tindakan cinta kasih.
Kita menyaksikan kegilaan gereja yang berpindah pada ibadah secara daring supaya terhubung dengan jemaat mereka. Kita melihat kesibukan devosi daring dan pertemuan daring siaran langsung terus meningkat. Strategi pelayanan pastoral kita juga sangat terpengaruh.
Saya bertanya-tanya, dalam semua ini, apakah kita kehilangan sesuatu, atau meninggalkan sesuatu? Ed Stetzer benar ketika ia mengatakan bahwa krisis tidak membuat gereja Anda daring. Krisisnya juga tidak ketika gereja akan kembali ke keadaan 'normal' lagi.
Krisis ini telah membawa perubahan paradigmatik, dan kecuali respons kita mengakui akan realitas baru ini, kita akan menderita oleh hukum penurunan hasil.
Jika ada sesuatu yang diajarkan beberapa minggu belakangan ini kepada saya, itu adalah bahwa kita perlu berpikir secara misionaris tentang saat-saat kita menjalani hidup. Kita tidak dapat menganggap itu sebagai 'hal seperti biasa.' Kita dipanggil untuk sepenuhnya setia kepada teks alkitabiah dan dibentuk sesuai kontur narasi budaya kita.
Orang Kristen berjiwa misi selaras dengan konteks yang selalu berubah di mana kita ada di dalamnya dan kita juga menyadari panggilan mereka dari Allah. Ketika saya adalah seorang mahasiswa seminari pada awal 2000-an di Baptist Theological College Afrika Selatan di Johannesburg, kami diharuskan membaca karya-karya Frederick Buechner. Salah satu kutipannya mengenai maksud penciptaan dan panggilan orang-orang percaya selalu melekat pada saya: "Tempat Allah memanggil Anda adalah tempat di mana kegembiraan Anda yang dalam dan kelaparan dunia yang dalam bertemu."
Apa artinya ini bagi kita yang hidup di masa-masa sulit seperti ini? Berikut adalah tiga pemikiran untuk Anda pikirkan di persimpangan budaya kritis yang kita hadapi ini.
Pertama, kita harus menghidupi identitas kita (2 Kor.5; 1 Ptr. 2: 9).
Identitas Kristen kita lebih dari sekadar kotak yang kita centang dalam survei demografis; alih-alih, itu membentuk fondasi kehidupan dan interaksi kita dengan orang lain.
Dalam "Here and Now: Living in the Spirit" (Di Sini dan Sekarang: Hidup dalam Roh -Red.), Henri J.M. Nouwen merangkum konsep ini dengan baik: “Yesus datang untuk memberi tahu kita bahwa identitas yang didasarkan pada keberhasilan, popularitas, dan kekuasaan adalah identitas yang salah — ilusi! Dengan lantang dan jelas dia berkata, 'Anda bukanlah apa yang dunia jadikan pada diri Anda; tetapi Anda adalah anak-anak Allah."
Identitas Kristen kita berasal dari kehidupan baru dalam Kristus (2 Kor. 5:17) dan melibatkan karakteristik, karunia, dan kemampuan yang biasanya bukan bagian dari keberadaan kita sebelum menenggelamkan identitas kita ke dalam Kristus.
Salah satu bagian ayat Kitab Suci favorit saya adalah 2 Korintus 5, di situ Paulus berpendapat bahwa diperdamaikan dengan Allah mengubah segalanya bagi mereka yang menyamakan diri dengan Kristus. Paulus membuat pernyataan yang kuat dalam ayat 15 dan 16: “... dan Dia mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak hidup lagi untuk diri mereka sendiri, melainkan untuk Dia, yang telah mati dan dibangkitkan demi mereka. Karena itu, sejak sekarang, kami tidak mengenali seorang pun menurut keadaan lahiriahnya. "
Jelas, Paulus berpendapat bahwa identitas Kristen kita melepaskan desakan duniawi kita pada diri sendiri, yang merupakan kebenaran alkitabiah yang penting untuk diperhatikan selama pandemi ke depan dengan melihat bahwa Allah menggunakan hidup kita seperti sebuah iklan tentang apa yang mungkin terjadi ketika Yesus mengubah hati kita; “Kami adalah duta-duta Kristus. Allah menunjukkan panggilan-Nya melalui kami” (2 Kor. 5:20).
Kedua, kita harus menerima panggilan kita (Ef. 4:1).
Pandemi COVID-19 telah menyingkapkan kecemasan dan kasih sayang yang mendalam dari budaya kita terhadap berhala yang tidak terlihat.
Di seluruh dunia, jutaan orang telah membersihkan toko-toko kelontong di tengah-tengah hiruk pikuk pembelian panik yang terus mengganggu sebuah toko grosir di dekat Anda. Apa artinya menerima permohonan awal Paulus dalam Efesus 4:1?
Kata-kata ini memiliki makna yang jauh lebih besar bagi banyak orang yang hidup dalam kondisi lockdown hari ini; “Oleh karena itu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, mendorong kamu untuk hidup sepadan dengan panggilan yang telah kamu terima.” Apa artinya bagi kita untuk menerima identitas dan panggilan Kristen kita saat lockdown (di 'penjara' / isolasi diri)?
Dalam buku mereka The Church as Movement, JR Woodward dan Dan White Jr berbicara tentang panggilan Allah dan mengingatkan kita bahwa,
Panggilan bukanlah terutama tentang meningkatkan potensi penghasilan kita atau mendapatkan peran atau gelar yang bergengsi. Panggilan mengacu pada fakta bahwa Allah menciptakan kita dengan hasrat dan kapasitas tertentu serta menanamkan kode-kode genetik-keTuhanan tertentu di dalam kita, dan jika kita akan bermitra dengan-Nya dalam mendatangkan Surga lebih banyak ke bumi, maka dunia ini membutuhkan kita, dan orang-orang yang kita layani untuk memenuhi panggilan yang telah diberikan kepada kita.
Efesus 4: 7 mengingatkan kita tentang aspek penting dari identitas dan panggilan Kristen kita; anugerah Allah: "Akan tetapi, kepada kita masing-masing diberikan anugerah sesuai dengan ukuran karunia Kristus." Selebihnya dari Efesus 4 didedikasikan untuk karakteristik klasik tentang menerima panggilan Kristen kita, menguatkan perintah Paulus yang krusial dalam Efesus 5: 1: “Sebab itu, jadilah peniru-peniru Allah sebagaimana anak-anak yang terkasih. 2 Hiduplah dalam kasih, sama seperti Kristus mengasihi kita dan memberikan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan kurban yang harum bagi Allah. "
Ketiga, kita harus melayani orang lain sesuai dengan bidang karunia kita (Rm. 12; Ef. 4; 1 Kor. 12).
Tampaknya agak kurang bijaksana untuk berbicara tentang melayani orang lain selama masa isolasi dan lockdown ini, tetapi waktu ini memberi kita kesempatan penting untuk melayani orang lain dengan cara yang relevan, tanpa membahayakan diri kita sendiri.
Pernyataan Paulus bahwa Allah telah memberikan karunia kepada setiap orang percaya, adalah salah satu dari kenyataan Kristen yang paling diremehkan. Mungkin saat ini adalah pengingat yang bermanfaat bagi orang Kristen yang merasa seakan-akan mereka menjalani hidup dalam pengasingan selama masa isolasi dan lockdown ini bahwa ketergantungan yang berlebihan pada bangunan, staf yang dibayar, dan program itu melumpuhkan providensia anugerah Allah di dalam gereja-Nya.
Bayangkan sebuah dunia di mana orang-orang Kristen menikmati segala kebaikan dari orang-orang di komunitas mereka karena cara mereka menghidupi kemurahan hati mereka yang berani dalam melayani orang lain, alih-alih memprioritaskan kebutuhan dan keinginan mereka sendiri.
Dunia semacam ini bukan khayalan imajinasi dan jelas tercermin pada kelahiran gereja dalam Kisah Para Rasul 2: “Mereka menerima makanan mereka gembira dan tulus hati, sambil memuji Allah dan mereka disukai oleh banyak orang. Dan, setiap hari Tuhan menambahkan jumlah mereka, yaitu orang-orang yang diselamatkan ”(Kisah Para Rasul 2: 46, 47).
Lebih jauh, Petrus mengajarkan kita bagaimana hidup sesuai dengan kekekalan: Karena setiap orang telah menerima karunia, pergunakanlah itu untuk melayani satu dengan lainnya sebagai pelayan yang baik atas berbagai karunia dari Allah: siapa yang berbicara, baiklah dia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah; dan siapa yang melayani, baiklah dia melayani dengan kekuatan yang Allah berikan sehingga dalam segala hal, Allah dimuliakan melalui Kristus Yesus. Bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin. (1 Ptr. 4: 10-12)
Selama krisis ini, semoga orang-orang Kristen muncul sebagai orang-orang yang ditandai oleh kasih dan anugerah, semoga kita menemukan cara-cara kreatif untuk menguatkan sesama kita, menunjukkan keramahtamahan, dan bersikap murah hati dan berkorban.
Kesimpulan
Dalam peran saya di Asosiasi Luis Palau, saya kagum dengan banyak peluang yang waktu ini berikan kepada kami. Saya percaya bahwa masa krisis ini akan digunakan Tuhan dengan cara yang menakjubkan. Kita dipanggil untuk menerima panggilan kita dari Allah dan menghidupi tujuan yang untuknya kita diciptakan dengan menghidupi identitas Kristen kita demi dunia.
Seperti gereja mula-mula, kita dipanggil untuk menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar kita dan untuk memperhatikan cara kita melayani orang lain dalam budaya kita; kita harus melayani sedemikian rupa sehingga orang-orang yang tidak percaya pun bersyukur atas kehadiran kita dalam komunitas. (t/Jing-Jing)
Diterjemahkan dari:
- Nama situs: Christianity Today
- URL: https://www.christianitytoday.com/edstetzer/2020/april/missional-living-between-danger-and-opportunity.html
- Judul asli artikel: Missional Living: Between Danger and Opportunity
- Penulis artikel: Desmond Henry