Bagaimana satu pelayanan makanan Kota New York berkembang pesat, bahkan di balik masker.

Baris antrean yang terbentuk Sabtu pagi di luar The Father's Heart Ministries membentang lebih jauh daripada biasanya - sebagian karena bertambahnya jumlah orang yang pertama kali datang ke dapur umum di Manhattan East Village, dan sebagian karena pengunjung yang memakai masker berdiri dengan jarak yang aman satu sama lain.

Dengan angka pengangguran tertinggi sejak Depresi Hebat, dapur makanan di seluruh Amerika mengalami kenaikan jumlah orang yang datang rata-rata lebih dari 50 persen, dengan dua dari setiap lima orang datang mencari bantuan untuk pertama kalinya.

Akan tetapi, yang juga bertambah dalam pelayanan seperti The Father's Heart adalah jumlah sukarelawan yang ingin melayani. Pada era ketika banyak tempat penyimpanan makanan dan dapur umum menangguhkan layanan karena tindakan pencegahan yang berhubungan dengan Virus Corona, para sukarelawan mengerjakan program makanan berusia 22 tahun yang beroperasi di luar bangunan gereja batu-dan-bata bersejarah yang menampungnya. Bahkan, ada daftar tunggu untuk melayani di sana.

Gereja telah lama memainkan peran penting dalam jaringan tempat penyimpanan makanan Amerika, khususnya di daerah-daerah dengan kebutuhan kelaparan yang mencolok. Dan, di tengah pandemi COVID-19, mereka terus melakukan apa yang selalu mereka lakukan -- sekarang dengan bantuan gelombang sukasukarelawan baru, terutama orang-orang lebih muda yang melakukan ini setelah mereka pulang dari sekolah dan bekerja, menurut Jeremy Everett, eksekutif direktur Baylor Collaborative on Hunger and Poverty di Baylor University.

"Bagian dari tradisi iman kita adalah untuk mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri," kata Everett. "Jika Anda memiliki komunitas gereja, dan mungkin beberapa sukasukarelawan lama yang tidak merasa aman untuk menjadi sukasukarelawan, itu akan memunculkan orang lain untuk melangkah."

Marian Hutchins adalah direktur eksekutif The Father's Heart dan salah satu dari enam pendeta di gereja tuan rumah pelayanan, yang menyandang nama yang sama. Saat para sukasukarelawan tiba, dia tersenyum di balik masker dan menyambut mereka dengan "Selamat pagi!" dan "Bagaimana minggumu?"

Pada waktu-waktu normal, Hutchins akan menambahkan pelukan pada sapaannya, tetapi sekarang sukasukarelawan segera mencuci tangan begitu mereka tiba dan mengenakan masker dan sarung tangan. Atau jika tidak, mereka tidak bisa melayani. Dan, pada masa-masa biasa, sebanyak 150 sukasukarelawan akan turun ke gereja pada Sabtu pagi untuk membagikan makanan dan menjalankan layanan dapur bersama-sama semuanya. Namun, sekarang, dengan persyaratan jaga jarak sosial, hanya 30 sukasukarelawan yang diizinkan pada satu waktu.

Para sukarelawan berdatangan dari seluruh New York City. Beberapa sudah bergabung hampir satu dekade, seperti Katie Sullivan, yang tidak sengaja bergabung ke The Father's Heart pada 2013 ketika seorang teman memberi tahu dia bahwa dapur umum itu kekurangan sukarelawan.

Katie Sullivan berjalan empat mil dari rumahnya bolak-balik untuk menjadi sukasukarelawan di The Father's Heart setiap minggu.

"Saya langsung jatuh cinta," kata Sullivan, seorang pengacara anti korupsi untuk The World Bank yang sekarang menghindari kereta bawah tanah dan berjalan empat mil setiap perjalanan antara apartemennya di Brooklyn dan gereja. "Fokus mereka pada menjaga martabat orang dan benar-benar memerhatikan orang-orang, dan cara mereka melakukan layanan meja, benar-benar menyemangati hatiku."

Tidak hanya sukarelawan terus muncul setiap hari Sabtu, mereka juga merogoh saku mereka.

The Father's Heart biasanya memiliki anggaran tahunan sekitar $ 1 juta. Akan tetapi, Hutchins mengatakan mereka mengalami peningkatan dalam sumbangan dan dana bantuan pribadi dari sukasukarelawan, pendukung lama, mitra gereja, dan organisasi seperti United Way dan Hope for New York. Ketersediaan pinjaman usaha kecil CARES Act juga telah mendukung harapan pendanaan di The Father's Heart dan tempat-tempat penyimpanan makanan di seluruh negeri.

Sementara makanan yang tidak mudah busuk seperti nasi dan tuna kalengan adalah bahan pokok di kantong makanan yang diterima para tamu, Hutchins mengatakan dana tambahan akan membantu mereka "berusaha untuk memberi lebih banyak" dan memesan jenis makanan segar yang ia beli untuk keluarganya sendiri, seperti telur, susu, biji-bijian, dan daging.

Pada hari Sabtu baru-baru ini, Hutchins merasakan sesuatu yang berbeda dari saat dia bangun di rumahnya di Flushing, Queens. Dengan semua protokol ketat yang dia lakukan, dia menyadari, suasana selama program makanan hari Sabtu telah menjadi datar. Protokol yang diperintahkan-kota telah mengurangi begitu banyak kontak manusia dari pelaksanaan program itu.

Untuk membuat lebih banyak pemisahan antara sukasukarelawan yang menyiapkan bahan makanan, Hutchins telah memindahkan area pengaturan ruang penyimpanan makanan dari ruang yang lebih sempit di ruang bawah tanah ke tempat kebaktian seluas 3.600 kaki persegi, yang kosong sejak kebaktian gereja Minggu dilaksanakan secara daring. Sarapan gaya prasmanan duduk setiap minggu digantikan dengan "sarapan dibawa pulang," di mana para sukarelawan menyerahkan makanan siap saji melalui jendela luar dan memberi para tamu satu tas berisi makanan di dalam gedung.

Sebuah layanan yang pernah berseri-seri dengan pelukan, jabat tangan, dan doa bersama dengan bergandengan tangan telah diredupkan ke barisan kumpulan yang monoton.

"Sulit dengan menjaga jarak enam kaki," kata Hutchins. "Itu mengubah dinamika dalam arti bahwa para tamu tidak bisa tinggal lama, mereka tidak bisa berdekatan."

Dia merasa Allah memberitahukannya bahwa para sukasukarelawan membutuhkan tambahan inspirasi. Maka, pada pagi ini, alih-alih membagikan tugas koki dan pelayan untuk dapur umum gaya restoran mereka, Hutchins mengumpulkan 30 sukarelawannya di tempat kebaktian yang memiliki langit-langit yang tinggi dan mengawalinya dengan pembacaan Alkitab dan doa.

Dia membaca dari Mazmur 46: "Diamlah dan ketahuilah bahwa Akulah Allah."

Meskipun Hutchins, yang berusia 64 tahun, ditahbiskan dan telah melayani di gereja ini selama 36 tahun, ia biasanya tidak memiliki komponen rohani seperti ini untuk sukasukarelawan. Akan tetapi, sebenarnya, dia juga sedang mencari inspirasi.

Dengan berdiri di tengah relung altar yang tinggi, sebuah salib kayu tua yang dibungkus dengan kain beludru merah tergantung di atas, dia memandang ke arah sukasukarelawan dan berdoa:

"Tuhan, biarlah kami melihat dan biarlah kami merasakan. Biarlah kami menjadi tangan-Mu dan menjadi peka, untuk hadir dan tidak hanya tetap aman hari ini tetapi biarlah kami hadir."

Dia menyelesaikan doa dengan:

"Biarlah kami hadir dengan pengenalan akan Engkau dan peka dengan kebutuhan orang-orang."

Doa Hutchins disambut dengan gema "Amin!" dan "Haleluya!" dari sukasukarelawan yang menyebar setiap enam kaki di seluruh tempat kebaktian berdinding kayu jambu di atas lantai batu warna putih.

Setelah doa itu, beberapa sukasukarelawan kembali untuk menyiapkan tas makanan. Yang lain menyiapkan paket sarapan untuk dibawa-pulang yang berisi kue kering, susu, kotak jus, potongan granola, yogurt, dan salad ayam. Mereka menambahkan lolipop dan Cheez-Its untuk anak-anak. Dan, tentu saja, tisu yang dibungkus terpisah.

Tidak lama setelah Hutchins menyelesaikan doanya, pintu-pintu terbuka dan para tamu mulai berdatangan 30 hingga 50 orang sekaligus, yang mengatur bergiliran masuk dan keluar mereka. Sejak New York City menjadi pusat pandemi Virus Corona, operasi telah dibuka satu setengah jam lebih awal dari biasanya untuk mengakomodasi keamanan logistik tambahan.

"Semuanya harus ketat," kata Hutchins. "Tapi, kami meraih lengan atau siku atau menepuk punggung seseorang. Sangat sulit untuk tetap steril ketika Anda melihat orang yang Anda kasihi dan Anda ingin berinteraksi dengan mereka."

Dapur makanan melayani lebih dari 400 tamu pada hari Sabtu tertentu, meskipun Hutchins tahu bahwa banyak pengunjung lama yang tinggal di rumah karena bersikap hati-hati, bahkan ketika tempat penyimpanan makanan mencatat semakin banyak tamu baru setiap minggu.

Pendaftaran tamu pertama kali melonjak di The Father's Heart dan di dapur makanan di seluruh negeri.

Pendaftaran tamu pertama kali melonjak di The Father's Heart dan di tempat penyimpanan makanan di seluruh negeri.

Meskipun para tamu tetap bersyukur, ada yang meresponi perubahan dengan mencibir.

Tak lama setelah pembukaan, seorang pria tunawisma yang tinggi dan mencolok mempertanyakan iman sukasukarelawan ketika dia melihat mereka mengenakan masker dan sarung tangan dan menjaga jarak.

"Mengapa?" dia bertanya dengan keras, menunjuk ke alat pelindung mereka. "Apakah kamu tidak percaya pada Allah? Apakah kamu tidak memiliki iman?"

"Ini bukan tentang imanku," Hutchins, tubuhnya yang mungil tenggelam dalam mantel, mencoba menghentikan ejekan pria itu. "Ini tentang orang lain yang akan terkena kuman dari saya."

"Yesus menyentuh para penderita kusta, dan Dia tidak terkena kusta," balas pria itu.

Seorang pria tunawisma lainnya sedang dalam perjalanan keluar ketika Hutchins menawarinya masker. Dia diam-diam menolak, berkata, "Saya beriman kepada Allah."

Meski begitu, Hutchins menekankan, konflik seperti itu hanya terjadi sekali saja. Sebagian besar tamu mereka menerima tantangan dengan rasa terima kasih. Seorang wanita tunawisma tersenyum dan mengatakan kepadanya, "Yang Anda lakukan ini membawa pengharapan bagi semua orang di jalanan."

Para tamu biasanya ditawari sebuah Alkitab ketika mereka meninggalkan gereja. Pada masa lalu, banyak yang akan menolak. Namun belakangan ini, kata Hutchins, para tamu telah mengambil Alkitab seperti "tergila-gila."

"Orang-orang berkata, 'Semua yang saya anggap berarti, semua yang saya jalani, semua yang saya andalkan hilang,'" katanya. "Saya pikir itulah yang menyebabkan orang berpaling dari hal-hal alami dan memandang kepada Allah."

Yang sulit adalah bahwa Hutchins dan sukasukarelawan tidak dapat menghibur orang yang terluka dengan cara yang sama seperti dulu. Kenyamanan dari pelukan dan kontak fisik adalah hal yang dinantikan oleh beberapa tamu dan sukasukarelawan, kata Neil Weiss, mantan tamu tunawisma yang sekarang menjabat sebagai penyelia sukasukarelawan.

"Kami tidak dapat berinteraksi seperti dulu," kata Weiss. "Tapi, kita masih mendengar mereka berkata, 'Tuhan memberkatimu. Kami sangat menghargainya.' Kami pernah mendengar itu sebelumnya, tapi sepertinya mereka mengekspresikannya lebih mendalam."

Sukasukarelawan sedang mencari cara untuk menyesuaikan diri. Misalnya, karena duduk bersama tamu untuk makan dan bercengkerama dengan mereka dalam antrean bukan lagi pilihan, mereka beralih ke inisiatif baru dalam bentuk kertas doa. Para tamu menulis permintaan doa pada selembar kertas yang kemudian dibawa oleh sukasukarelawan sepanjang minggu dan didoakan. Pena-pena doa dibersihkan setelah digunakan.

Kerawanan pangan biasanya terkait dengan para tunawisma. Akan tetapi, sejak pandemi melanda dan pengangguran meningkat, Hutchins mengatakan bahwa The Father's Heart melihat lebih dari 100 tamu baru hampir setiap minggu. Banyak dari tamu-tamu yang pertama kali datang ini belum pernah mendapatkan makanan gratis.

"Siapa yang tahu bahwa ada Food Bank for New York City kecuali Anda membutuhkan makanan?" Kata Hutchins.

Tamu-tamu baru yang ditemuinya melihat daring dan menelepon hotline kelaparan untuk menemukan sumber daya yang belum pernah mereka butuhkan sebelumnya. Banyak yang gelisah, takut, atau bingung.

Dan, mereka sangat lapar. Hutchins mengatakan bahwa dia bangga The Father's Heart diperlengkapi untuk tetap buka dengan staf dan persediaan untuk jangka panjang.

The Father's Heart mengubah tempat kebaktian gerejanya menjadi area pengaturan makanan setelah layanan kebaktian daring.

Lebih dari 100 lokasi layanan yang berafiliasi dengan Food Bank for New York City - yang memasok lebih dari 1.000 tempat penyimpanan makanan dan dapur umum - telah menghentikan operasi mereka. Menurut New York City Mission Society, sebuah organisasi yang bertujuan untuk mengakhiri kemiskinan multigenerasi, sepertiga dari tempat penyimpanan makanan negara juga ditutup, yang berdampak pada lebih dari 17 juta orang.

Beberapa dapur umum tidak memiliki ruang yang cukup untuk memenuhi persyaratan jaga jarak sosial. Beberapa mengalami penurunan sukasukarelawan yang mengurangi tenaga.

"Kami tidak memiliki sukasukarelawan untuk memasak lagi," kata seorang perwakilan dari Community Help di Park Slope Inc., pusat layanan serupa di Brooklyn yang baru-baru ini menangguhkan layanan. "Semua orang takut untuk masuk."

Hutchins mengatakan dia berterima kasih kepada sukasukarelawannya atas dedikasi mereka untuk melayani masyarakat. Dia khawatir dengan melindungi keselamatan mereka, juga, setiap kali dia berpikir bahwa mereka meninggalkan rumah mereka dan mempertaruhkan hidup mereka untuk melayani.

"Anda ingin melakukan yang terbaik untuk masyarakat," katanya. "Tapi, Anda juga punya staf yang harus Anda lindungi dan rawat juga."

Untuk itu, Hutchins telah banyak membantu. Mitra-mitra di New York, seperti Food Bank dan United Way, telah menyediakan kotak-kotak sarung tangan pada setiap pengiriman donasi. Masker telah tersedia dari mitra gereja dan penduduk setempat di sekitar kota dan di seluruh negeri.

Ione Parshall adalah pensiunan perwira militer di Manhattan, Kansas, yang ingin membantu "kota paling parah" Amerika yang kebetulan sama namanya dengan dia. Sejauh ini, ia telah mengumpulkan jemaatnya, University Christian Church, untuk membuat dan menyumbangkan lebih dari 350 masker untuk The Father's Heart.

"Saya hanya merasa perlu melakukan sesuatu," kata Parshall. "Sebagai seorang Kristen, kita seharusnya menjangkau mereka yang membutuhkan."

Hutchins sekarang melihat ke depan untuk pemulihan. Komunitasnya telah melalui krisis yang serupa, seperti Badai Sandy, dan dia bertanya-tanya bagaimana orang-orang akan mengatasi yang ini.

"Akan ada lebih banyak orang yang membutuhkan makanan," katanya. "Kita mungkin harus lebih terbuka dan mempekerjakan lebih banyak orang."

Ketika mereka mengucapkan selamat tinggal pada tamu terakhir mereka pada hari itu, Hutchins menawarkan Komuni yang dibungkus terpisah untuk para sukasukarelawannya dan ditutup dengan doa, yang menuliskan: "Kami adalah perpanjangan kasih Allah di bumi."

Kemudian, di tengah-tengah tempat kebaktian, kotak-kotak makanan bertumpuk tinggi, dan semua orang berdiri terpisah enam kaki, mereka menyanyikan Amazing Grace. (t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Christianity Today
URL : https://www.christianitytoday.com/ct/2020/may-web-only/manhattan-new-york-food-pantry-fathers-heart-coronavirus.html
Judul asli artikel : Do Unto the Least of These? There's a Wait List for That.
Penulis artikel : Rita Omokha