Beberapa kenyataan bisa menjadi begitu akrab sehingga kita tidak lagi melihatnya. Lukisan yang selalu menempel di dinding ruang tamu lama-kelamaan tidak diperhatikan lagi. Apa yang diketahui dengan baik tidak selalu diperhatikan dengan baik.
Jadi, itu bisa terjadi juga dengan karya agung Daud dalam Mazmur 23. Lirik yang disukai itu yang tergantung di ruang tamu Gereja, tetapi kita lalai memperhatikannya setelah beberapa waktu. Kita melihatnya tertulis pada begitu banyak cangkir kopi dengan latar belakang yang indah sehingga kita hanya melihat suatu hal yang klise daripada penghiburan yang diilhami Allah. Tanpa latar belakang lain – yang sering kali tidak digambarkan dalam keadaan yang tenteram - kedamaian yang dijanjikan oleh mazmur yang disukai ini tetap tak terlihat.
- TUHAN adalah gembalaku. Aku tidak kekurangan apa pun.
- Dia membaringkanku di padang rumput hijau.
- Dia menuntunku, ke tepi air yang tenang.
- Dia memulihkan jiwaku.
- Dia menuntun aku di jalan-jalan kebenaran
- oleh karena nama-Nya.
- Walaupun aku berjalan melewati lembah bayang-bayang kematian,
- aku takkan takut bahaya,
- karena Engkau bersamaku;
- gada-Mu dan tongkat-Mu,
- itu yang menghiburku.
- Engkau mengatur meja di hadapanku,
- di depan musuh-musuhku.
- Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak;
- pialaku berlimpah-limpah.
- Sesungguhnya, kebaikan dan kasih setia-Mu akan mengikutiku
- pada segala masa,
- dan aku akan tinggal di rumah TUHAN,
- sepanjang hidup. (Mazmur 23:1-6, AYT)
Perhatikanlah semua medan dalam perjalanan itu. Melihat Mazmur itu dengan cara yang baru, kita mmemerhatikan tidak semua medannya adalah aliran yang tenang dan padang rumput yang hijau. Daud menulis, "Walaupun aku berjalan melewati lembah bayang-bayang kematian, aku takkan takut bahaya" Ini adalah lembah kegelapan yang dalam. Sebuah lembah yang menyembunyikan perampok dan pemangsa. Sebuah lembah di mana musuh mengintai dengan menyamar, dan rasa takut menimbulkan imajinasi - bukan adegan untuk menikmati cangkir-cangkir kopi. Namun, itu adalah adegan di tengah terganggunya kenyamanan bahkan pada tempat yang sama ini yang menjadikan Mazmur sebagai buku yang paling disukai sepanjang sejarah.
Perhatikanlah siapa yang menuntun ke sana. Kita tidak sering memerhatikan siapa yang menuntun kita ke lembah. Jalan bayangan yang mematikan ini tidak dipilih sendiri. Domba, seperti pada umumnya domba-domba yang lain, tidak berjalan dengan sukarela ke tempat-tempat yang gelap. Mereka bukan singa yang ceroboh; jalan gelap adalah tempat domba mati. Jadi, bagaimana akhirnya Daud bisa berjalan di sana dari antara semua tempat? Gembala-Nya yang menuntunnya.
Kristus, Gembala yang baik, menempatkan kita di padang rumput hijau, memimpin di sisi air yang tenang, dan menuntun kita melalui lembah-lembah yang gelap. Betapa pentingnya untuk menyadari hal ini. Ketika hidup melimpahi kita, kita tergoda untuk percaya bahwa - jika kita benar-benar milik-Nya - kita tidak akan pernah bepergian ke tempat-tempat seperti itu. Namun, Daud berpikir sebaliknya. Ketika dia menulis, "aku takkan takut bahaya, karena Engkau bersamaku," Daud tidak melihat seorang Gembala yang menggaruk kepalanya dengan bertanya-tanya di mana mereka salah belok sebelumnya. Daud percaya bahwa Gembalanya memiliki maksud baginya untuk melewati jalan ini.
"Engkau mengatur meja di hadapanku, di depan musuh-musuhku." Gembala-Nya, gembala kita, membuat umat-Nya makan di depan orang-orang yang mencari kehidupan mereka.
Perhatikanlah bahwa Dia siap. Dan, Sang Gembala menunjukkan bahwa Dia datang dengan persiapan untuk rute ini. Dalam bayang-bayang, Daud bisa melihat bayangan senjata. Domba yang lemah, ketika melihat Tuannya bersenjata, bernyanyi, "gada-Mu dan tongkat-Mu, itu yang menghiburku."
Daud, yang juga adalah seorang gembala, tahu bahwa itu bukan untuk hiasan. Dan, dia tahu Gembalanya cukup baik untuk mengetahui bahwa dia bukanlah orang upahan yang melarikan diri ketika serigala datang (Yohanes 10:12) - karena Dia tidak meninggalkannya ketika Goliat maju. Dia tahu bahwa bayang-bayang tunduk kepada-Nya. Daud tidak dapat melihat semua bahaya di depannya, tetapi dia bisa melihat Siapa yang bersamanya - apa yang harus dia takuti?
Pertimbangkan, Perhatikanlah mengapa Dia memimpin di sepanjang jalan ini. Selama beberapa musim, Dia dengan murah hati memungkinkan kita untuk duduk di padang rumput hijau dan menikmati hari-hari cerah. Kadang-kadang, Dia memimpin di samping air yang tenang, bukan arus besar yang sering membuat domba dengan bulu tebalnya jatuh ke dasar sungai. Ini adalah masa-masa yang indah.
Akan tetapi, dalam semua kepemimpinannya dalam semua jalan yang dipimpin-Nya, pada sepanjang banyak jalan yang dibawa-Nya kepada kita, “Dia menuntun aku di jalan-jalan kebenaran oleh karena nama-Nya.” Dia mengarahkan pada hal-hal yang membuat kita lebih menyukainya menyerupai Dia. Terkadang, ini berarti belajar beristirahat di padang rumput hijau. Pada lain kesempatan, ini berarti kenyamanan berjalan bersama-Nya di samping air yang tenang. Pada lain waktu, itu berarti mengikuti-Nya ke dalam bayangan. Dalam semua jalan yang berbeda, kebaikan abadi kita, kemuliaan-Nya, dan keserupaan kita dengan Gembala adalah prinsip-prinsip penuntun.
Perhatikanlah satu kata yang sangat penting. Daud menggunakan ungkapan yang dipilih dengan baik, "Walaupun aku berjalan melewati lembah bayang-bayang kematian." Dia menuntun kita melewatinya. Lembah gelap ini bukanlah tujuan akhir. Kegelapan yang dalam bukanlah tempat peristirahatan terakhirnya. Itu adalah lorong yang mengarah ke tempat lain. Dikelilingi oleh bahaya, musuh, dan ketidakpastian, dia tahu bahwa dia akan berjalan melaluinya dengan Tuhannya yang menuntunnya.
Perhatikanlah ke mana semua jalannya akan mengarah. Kadang-kadang Gembala memastikan bahwa lembah-lembah gelap ini tetap hanyalah bayangan. Setelah menyanyikan lagu Daud berkali-kali, tiga anak laki-laki Ibrani menentang Nebukadnezar yang jahat, karena mengetahui bahwa Gembala mereka ada di sana untuk menyelamatkan mereka jika Dia menghendakinya. Akan tetapi, jika tidak, mereka memutuskan bahwa mereka akan tetap setia. Ketika mereka pergi ke dalam perapian, Gembala mereka berdiri bersama mereka. Dan, mereka tidak mengalami celaka.
Akan tetapi, kadang-kadang kita dibiarkan mengalami celaka. Kematian datang. Tragedi berjatuhan. Hati hancur. Penganiayaan datang. Terkadang pertolongan yang diharapkan tidak tiba. Lalu, bagaimana? Apakah Dia masih memimpin "melewati" lembah seperti itu? Ya, Dia melakukannya.
Yesus, Gembala yang agung, memimpin Stefanus, martir pertama, melewati lembah kematian yang gelap itu sendiri ke tempat yang akhirnya dituju oleh semua jalannya: kepada dirinya sendiri. Stefanus “menatap ke langit dan melihat kemuliaan Allah, dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah” menuntunnya ke dalam kemuliaan. Kebaikan dan kasih setia-Mu akan mengikutiku pada segala masa - termasuk hari ini (Mazmur 23:6).
Bukanlah masalah kapan akhirnya kematian datang, Yesus, Gembalanya dan gembala kita, memimpin melewati kematian itu sendiri untuk “tinggal di rumah TUHAN, sepanjang hidup.” (Mazmur 23:6). Allah sendiri adalah akhir dari perjalanan Daud dalam Mazmur 23. Lembah bayang-bayang kematian, bahkan ketika itu lebih dari sekadar bayangan, mengarah langsung ke Gembala itu sendiri. Semua itu hanyalah sungai, jalan, dan lembah yang mengarah ke rumah kita yang kekal, yaitu Dirinya. (t/N. Risanti)
Diterjemahkan dari:
- Nama situs: Desiring God
- URL: https://www.desiringgod.org/articles/the-valley-we-would-not-choose
- Judul asli artikel: The Valley We Would Not Choose
- Penulis artikel: Greg Morse