Kita mengakui bahwa makna dari pengalaman terdalam kita sering kali tersembunyi dari mata kita.

Yohanes 11 adalah salah satu jendela yang lebih emosional ke dalam pelayanan Yesus. Dalam pasal ini, Yesus menghadapi duka, dan dalam prosesnya, mengajarkan kepada kita pelajaran yang berharga.

Maria dan Marta, saudara perempuan Lazarus, mengirim kabar kepada Yesus bahwa Lazarus, orang yang Yesus kasihi, sakit. Ini bukanlah undangan eksplisit atau permintaan untuk intervensi segera. Namun, asumsinya adalah begitu Yesus mendengar, Dia akan segera datang.

Maria dan Marta tahu tentang belas kasih-Nya yang lembut. Mereka memahami kasih sayang Yesus yang tulus untuk saudara mereka. Namun, ketika Yesus menerima kabar tentang kondisi sahabat baik-Nya, Dia menunda bahkan memulai perjalanan-Nya ke Betania selama dua hari lagi.

Penulis Kitab Injil memberi tahu kita bahwa Yesus menunda karena mengasihi mereka. Dia menunda agar Allah dimuliakan. Akan tetapi, bayangkan untuk menunggu Yesus. Dia memiliki kekuatan untuk menyembuhkan, Dia pernah menyembuhkan (bahkan membangkitkan orang mati), tetapi Dia menunda! Bagaimana bisa Yesus begitu tidak berperasaan?

Pada saat Yesus tiba di Betania, Lazarus sudah mati dan dikuburkan selama empat hari. Yesus masuk ke dalam suasana duka, air mata, dan kesedihan. Menurut pemikiran Yahudi, jiwa orang yang meninggal tergantung di sekitar tubuh selama tiga hari. Namun, Yesus dengan sengaja menunggu sampai hari ke-4 untuk muncul.

Bagi mereka yang berduka, situasinya benar-benar tanpa harapan pada saat Yesus muncul. Dan, seperti yang kita ketahui, Yesus masuk untuk membawa terang ke situasi yang sangat gelap.

Pikirkan tentang Allah yang diam. Yusuf dijebloskan ke penjara di Mesir, dan banyak yang akan menyimpulkan bahwa Allah telah melupakannya. Musa menghabiskan 40 tahun di bagian belakang gurun sementara orang Israel menderita di bawah tangan orang Mesir. Di manakah Allah saat umat-Nya paling membutuhkan-Nya?

Dalam situasi kontemporer, seorang Kristen secara keliru dituduh melakukan kesalahan oleh rekan kerja yang menyebabkan tuntutan hukum bertahun-tahun dan ratusan ribu dolar biaya hukum dan reputasinya sebagian besar hancur. Kemudian, dia dibebaskan dari semua tuduhan. Kita bertanya-tanya apakah Allah peduli.

Di tengah COVID-19, orang-orang terkasih menyelinap ke pelukan Yesus, sendirian di ICU. Tidak ada pemakaman, tidak ada kesempatan untuk berduka yang dihadiri keluarga dan orang-orang yang dikasihi, dan tidak ada pengantar. Dan, dalam kesedihan kita, kita mempertanyakan belas kasih Allah.

Namun, kita tahu bahwa Allah itu baik. Kita mengakui bahwa makna dari pengalaman terdalam kita sering kali tersembunyi dari mata kita. Kita terhibur dengan mengakui bahwa kita tidak sepenuhnya memahami kehidupan kita.

Jika kita menyamakan sikap diam Yesus dengan kurangnya kasih dan perhatian-Nya, maka dari sudut pandang manusiawi kita yang terbatas, tampaknya ada saat-saat ketika Tuhan berhenti mengasihi anak-anak-Nya.

Oh, Yesus akan membebaskan kita dari ketidaktahuan. Kita membutuhkan kemampuan untuk berjalan dengan jujur dalam misteri hari-hari kita. Ada kalanya kita berseru kepada Allah dalam kesedihan, dan tanggapan-Nya adalah diam.

Inilah saat-saat kepercayaan yang semakin dalam.

Dalam Yohanes 11, Kristus menunda untuk datang kepada orang yang sangat Dia kasihi. Dia membuat periode diam untuk (1) memperkuat iman mereka, (2) mendorong mereka untuk menerima misteri Yang Mahakuasa, (3) memuliakan Tuhan, dan (4) memperdalam kasih mereka kepada Tuhan Yesus.

Di saat-saat duka, pertanyaan, dan diam, semoga kita bernyanyi dan menari dalam misteri kasih Allah yang semakin dalam.

Tidak diragukan lagi, di tengah pandemi COVID-19, ada rasa sakit, kesedihan, dan kematian di mana-mana. Hari ini, jika Anda terluka, Anda perlu yakin bahwa Allah menangis bersama Anda. Yesus bukannya tidak sadar. Dia bukan Allah yang terpisah, jauh, kaku, dan terisolasi.

Sebaliknya, Allah sepenuhnya sadar! Dia dekat, aktif, dan memerhatikan setiap orang secara individual.

Yesus itu unik. Dia tak tertandingi. Dia secara individu menanggapi setiap orang secara khusus, masing-masing dari anak-Nya. Benar sekali! Yesus mengetahui kesulitan khusus kita. Dia sedang bekerja, bahkan sekarang, bekerja secara unik dalam hidup saya untuk mengatur segalanya demi kebaikan saya yang tertinggi dan untuk kemuliaan-Nya yang tertinggi. Karena sifat khas setiap orang, Yesus menanggapi duka dengan pendekatan individual yang unik.

Ketika Yesus memasuki Betania, Dia pertama-tama bertemu dengan Marta. Dia bergegas keluar untuk menemui Yesus dan berkata (ayat 21) "Tuhan, seandainya waktu itu Engkau ada di sini, saudaraku tidak akan mati." Marta mengungkapkan hati setiap orang beriman setelah menghadapi kekecewaan, "Tuhan, seandainya saja Engkau berada di sini ..."

Mungkin ada nada menuduh dalam suaranya. Yesus, di mana Engkau? Intinya dia berkata, -Yesus, jika saja Engkau mengikuti naskah yang saya tulis untuk-Mu, saudara saya akan hidup!

Ini adalah hati banyak orang. Di manakah Engkau, Allah, ketika kekasih saya meninggal? Di manakah Engkau saat pernikahan saya bubar? Di manakah Engkau saat suami saya selingkuh? Di manakah Engkau saat ayah saya melecehkan saya? Di manakah Engkau saat orang tua saya bercerai? Di manakah Engkau saat anak saya menolak nilai-nilai yang telah kami tanamkan dengan kerja keras? Di manakah Tuhan pada hari-hari yang paling menyakitkan?

Ya, kita adalah anak-anak-Nya tetapi itu bukan berarti bahwa kita tidak diizinkan untuk mengungkapkan rasa sakit kita kepada Tuhan. Beberapa orang telah memendam perasaan dan kemarahan terhadap Tuhan selama bertahun-tahun. Mungkin, hari ini adalah hari di mana hati Anda perlu dibukakan di hadapan-Nya.

Yesus mengatakan kebenaran ketika Dia mengatakan kepadanya bahwa saudaranya Lazarus akan bangkit kembali. Ketika Marta meyakinkan Yesus bahwa dia mengetahui hal ini, Yesus membuat pernyataan yang luar biasa, -Akulah kebangkitan dan kehidupan; siapa pun yang percaya kepada-Ku, dia akan hidup, walaupun dia sudah mati; dan setiap orang yang hidup dan percaya kepada-Ku tidak akan pernah mati. "

Beberapa waktu kemudian Yesus bertemu dengan Maria yang tersungkur di kaki Yesus dan secara mengherankan membuat pernyataan yang persis sama. Tuhan, seandainya Engkau ada di sini waktu itu, saudaraku tidak akan mati. "

Yesus menanggapi dengan menangis bersama Maria. Kata-kata itu di sini berarti bahwa air mata mengalir di pipi Yesus yang berdebu. Kita memiliki Allah yang agung, yang mengasihi kita, menunda dan menjauh dan kemudian datang dan sepenuhnya masuk ke dalam kesedihan kita. Ini adalah misteri besar tentang Tuhan!

Dua pernyataan yang identik. Kepada Marta Dia menanggapi dengan kebenaran dan kepada Maria, Yesus menanggapi dengan air mata. Terkadang kesedihan harus dihadapi dengan kebenaran. Yesus adalah gembala kita. Dia berjanji untuk bersama kita bahkan di lembah yang paling gelap sekali pun.

Di lain waktu, kesedihan perlu dihadapi dengan air mata. Dengan Marta, Yesus berbicara dan dengan Maria dia tidak bisa berkata-kata. Dengan Marta, Yesus berani dan terus terang dan bersama Maria Dia hancur dan gemetar. Dengan Marta, Yesus menghadapi pikirannya sementara dengan Maria Dia masuk ke dalam aliran hatinya.

Terlalu sering, kita kekurangan perspektif. Apakah saya menilai kasih Yesus dari keadaan saya? Atau apakah saya menilai keadaan saya dengan kasih Yesus? Mohonlah supaya Tuhan Yesus memberi Anda kebijaksanaan untuk mengetahui bagaimana menanggapi kesedihan. Yesus adalah kombinasi sempurna dari pelayanan kebenaran dan air mata. Saat kita menanggapi kesedihan, kita membutuhkan keduanya. (t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Christianity Today
URL : https://www.christianitytoday.com/edstetzer/2020/may/leaning-into-grief.html
Judul asli artikel : Leaning Into Grief
Penulis artikel : Jimmy Dodd