Jadi, Anda akan senang semuanya kembali ke normal.

Terutama di gereja.

Saya mengerti.

Ada begitu banyak gangguan yang ada saat ini yang meresahkan, melelahkan, membuat frustrasi, dan menantang sehingga akan baik sekali untuk membuka pintu gereja Anda, tidak khawatir tentang virus, dan meminta semua orang datang kembali.

Seperti dahulu. Mungkin lebih baik.

Namun, tentu saja, seperti yang Anda tahu, itu tidak benar-benar terjadi, dan dengan kehadiran kembali ke gereja jauh di bawah antara 20-60% dari tingkat sebelum COVID (bahkan di antara gereja-gereja besar) rasa normal mungkin tidak terjadi untuk beberapa saat yang akan datang (jika pernah).

Meskipun demikian, banyak pendeta dan pemimpin gereja yang bergegas kembali ke normal ... mencoba untuk mengembalikan apa yang hilang secepat dan seefektif mungkin. Yang sekali lagi, saya mengerti dan dalam banyak hal berempati.

Tantangannya adalah bahwa itu tidak bekerja dengan baik, dengan membuka gereja kembali, kehadiran pada umumnya menjadi pecahan/bagian dari apa yang sebelum COVID dan pemisahan (daring dan tatap muka) lebih tinggi daripada sebelumnya.

Bahkan, dengan tidak adanya risiko kesehatan (yang saat ini, sayangnya, tidak terjadi), kembali ke normal hanya berfungsi baik jika:

Normal sudah berjalan sebelumnya

Normal masih ada

Sulit untuk kembali ke normal jika normal tidak ada lagi.

Yang membawa kita ke beberapa pertanyaan yang lebih dalam. Dua tepatnya.

Pertama, mengapa sebagian besar pemimpin gereja tampaknya ingin membuka kembali, kembali ke normal dan melanjutkan di mana mereka sebelumnya berada?

Tampaknya ini adalah suasana hati dan tindakan dominan yang diambil oleh banyak pemimpin gereja kecil dan besar, bahkan ada yang secara terbuka menentang atau menolak pedoman dan arahan pemerintah.

Saya menulis tentang "mengapa melangkah kembali ke masa lalu ketika masuk ke gedung Anda adalah kesalahan" dalam postingan ini, tetapi setelah beberapa waktu berlalu, saya ingin menyelidiki lebih dalam dan bertanya mengapa itu tampaknya terjadi begitu luas.

Pertanyaan kedua adalah ini: Apa kerugian dari kembali ke "normal"? Apakah mungkin berbahaya bagi masa depan misi Anda?

Memahami jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini untuk diri sendiri dapat membantu Anda menyelidiki alasan sebenarnya dari perilaku dan keinginan Anda (yang menurut pengalaman saya, sering kali tersembunyi dari saya sampai saya meluangkan waktu untuk menyelidiki lebih dalam). Dan, begitu Anda melihat alasannya, Anda dapat menyesuaikan pendekatan Anda, semoga menuju masa depan yang lebih bagus.

MENGAPA KEMBALI KE NORMAL SANGAT MEMIKAT?

Jadi pertanyaan pertama: mengapa kembali ke normal dan kembali ke tempat Anda sebelumnya begitu memikat?

Berikut adalah tiga kemungkinan alasan insting Anda benar-benar menginginkan untuk kembali ke normal.

1. Seperangkat Keahlian Anda Dirancang Untuk Normal Lama

Jika Anda melihat kembali ke pelatihan, pengalaman hidup dan keahlian Anda, mereka semua mempersiapkan Anda untuk dunia yang ada sebelum Maret 2020.

Seminari dan/atau sekolah Anda, pengalaman bertahun-tahun dan semua pelatihan yang Anda lakukan mempersiapkan Anda untuk memimpin di dunia yang, tanpa pemberitahuan, menghilang dengan terjadinya gangguan tahun 2020.

Dan sekarang, seperangkat keahlian Anda membuat Anda siap dengan sempurna untuk dunia yang tidak ada lagi.

Entah itu khotbah daring, kehadiran media sosial yang disempurnakan, terhubung dengan jemaat yang tidak dapat Anda lihat atau kumpulkan secara langsung, atau memimpin acara kebaktian dengan segala macam batasan dan kegelisahan yang menyelimuti saat ini telah membuat Anda merasa seperti tidak ada yang mempersiapkan Anda untuk ini. Yang adalah benar.

Dan, yang juga menjelaskan mengapa Anda hanya berharap semuanya kembali ke normal.

Jika Anda meluangkan waktu sejenak untuk merenung, Anda juga akan menyadari bahwa dunia tempat Anda dilatih untuk melayani sudah menghilang sebelum COVID yang disebabkan oleh perubahan budaya, generasi, dan teknologi yang masif.

Krisis, sebagai akselerator, menuangkan steroid ke dalamnya.

Pertanyaan yang sebenarnya kemudian adalah, apakah Anda berharap kondisi kembali ke normal di mana Anda dapat berkembang lagi, atau apakah Anda mempersiapkan diri dan tim Anda untuk apa yang akan terjadi di masa depan?

Pilihannya, tentu saja, adalah pilihan Anda.

Dalam banyak hal, kepemimpinan adalah perubahan. Dan, sama seperti tak terbantahkannya perubahan ini, itu memberikan janji besar bagi mereka yang siap menerimanya.

Dunia tampaknya tidak pernah lebih tertarik pada Injil, tetapi tidak pernah lebih membutuhkannya. Para pemimpin melihatnya sebagai peluang.

2. Masa Lalu Tidak Membuat Anda Panik Seperti Masa Depan

Sebagian besar dari kita sebagai pemimpin cenderung mengidealkan masa lalu, atau paling tidak mengingatnya sebagai hal yang tidak terlalu sulit.

Masa lalu memiliki nostalgia yang tidak pernah dimiliki masa depan.

Beberapa peneliti menyebut ini 'retrospeksi merah' - sebuah fenomena di mana kita cenderung meminimalkan momen negatif dari pengalaman tertentu dan menonjolkan yang positif. Seperti yang dijelaskan Chip and Dan Heath, perjalanan keluarga Anda ke Disney mungkin mahal, panas, penuh antrean panjang (di masa lalu), anak-anak yang mudah marah dan berakhir dengan lecet di kaki Anda, tetapi Anda mengingatnya sebagai sebuah bagian terbaik keluarga karena Anda cenderung mengingat momen puncak.

Hal yang sama mungkin berlaku untuk kepemimpinan Anda sejauh ini. Ya, ada pergumulan. Dan ya, Anda hampir berhenti. Namun, Anda tidak berhenti. Anda berhasil.

Dan, itu bisa membuat kembali ke masa lalu, jadi sangat menarik. Masa lalu tidak membuat Anda panik seperti masa depan.

Masa depan, di sisi lain, tidak diketahui. Jika Anda bisa mendapatkan serangkaian keadaan yang sama 'kembali', maka Anda dapat mengendalikannya.

Masa depan? Benar-benar tidak diketahui dan sepenuhnya di luar kendali Anda.

Hal terbaik yang dapat Anda lakukan sebagai pemimpin adalah belajar dari masa lalu, bukan hidup di dalamnya.

Bagaimanapun, Anda tidak dapat kembali. Anda hanya bisa memimpin di masa sekarang dan mempersiapkan masa depan.

Dan, tugas Anda sebagai seorang pemimpin adalah membawa orang dari apa yang ada sebelumnya dan memindahkan mereka ke apa yang akan terjadi. Kembali ke masa lalu tidak akan membawa Anda sampai ke sana.

3. Keberhasilan Anda Di Masa Lalu Membuat Anda Paling Termotivasi Untuk Mempertahankannya

Ini hanya pengamatan tentang sifat manusia, tetapi yang layak untuk dipikirkan.

Mereka yang paling berhasil di masa lalu paling termotivasi untuk mempertahankan masa lalu atau menciptakannya kembali.

Sejarah penuh dengan orang-orang yang bermaksud baik yang menentang perubahan.

Dari analis yang mengira kuda dan kereta akan selalu ada, hingga pengemudi taksi yang menuntut kota mereka karena mengizinkan Uber dan Lyft beroperasi, hingga orang-orang yang berpikir streaming tidak akan pernah melampaui CD dan keinginan untuk 'memiliki' musik, sejarah dipenuhi dengan orang-orang yang salah memahami tentang masa depan.

Pada tahun 1903, Horace Rackam, Presiden Michigan Savings Bank terkenal memberi tahu pengacara Henry Ford untuk tidak berinvestasi di Ford Motor Company. Argumennya: "Kuda itu ada di sini untuk seterusnya tetapi mobil itu hanya hal baru -- sebuah tren."

Argumennya bukanlah sebuah sudut pandang yang tidak masuk akal.

Kuda dan kereta telah mengangkut orang selama ribuan tahun -- secara harfiah sejak zaman Perjanjian Lama. Rasional untuk percaya bahwa moda transportasi ini tidak akan hilang dalam semalam.

Sampai, tentu saja, itu terjadi.

Semakin sukses Anda di masa lalu, semakin Anda termotivasi untuk percaya bahwa masa depan akan persis seperti itu.

Yang merupakan strategi sempurna, sampai itu tidak terjadi.

MENGAPA KEMBALI KE NORMAL BERBAHAYA?

Jadi, mengingat semua ketidakpastian, mengapa mendorong agar semuanya kembali ke normal berbahaya?

1. Hal-Hal Yang Tidak Normal Dan Mungkin Tidak Lama

Strategi normal di dunia yang tidak normal adalah resep untuk frustrasi dan potensi ketidakefektifan.

Yang mengarah ke pertanyaan yang lebih dalam: apakah Anda harus mendiagnosis angka kehadiran gereja dibuka kembali yang rendah saat ini sebagai masalah medis?

Jajak pendapat menunjukkan beberapa orang tidak akan kembali ke gereja selama jaga jarak sosial dan masker diperlukan, atau sampai ada vaksin. Lagipula, bahkan Disney tampaknya bekerja keras dengan kehadiran yang rendah setelah dibuka kembali.

Dan, Anda pikir, itu bisa berubah dalam beberapa minggu dalam hitungan bulan atau segera setelah ada vaksin. Tantangannya adalah itulah yang dipikirkan semua orang selama berbulan-bulan.

Seperti yang saya bagikan dalam posting ini, pertimbangkan hasil temuan kehadiran gereja mingguan sebelum COVID di bawah ini dari Barna.

Pada setiap kategori umur, kehadiran di gereja setiap minggu telah menurun selama 20 tahun terakhir.

Bagaimana jika krisis kehadiran di gereja saat ini bukan medis, tetapi budaya?

Krisis adalah akselerator. Tren yang mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk terwujud, terjadi hampir dalam semalam selama masa krisis (seperti, misalnya, adopsi kerja yang luas dari rumah atau adopsi belanja daring yang jauh lebih banyak).

Anda dapat membuat argumen yang kuat bahwa angka kehadiran kembali ke gereja yang rendah saat ini mencerminkan di mana gereja mungkin berakhir satu dekade dari sekarang. Kita tiba di sana jauh lebih cepat.

Sebanyak apa pun Anda berharap itu tidak benar, mengabaikannya, membantahnya, berpura-pura itu tidak terjadi dan berpendapat itu tidak seharusnya terjadi, situasinya tetap tidak akan membaliknya.

Dengan keras kepala melekat pada masa lalu membuat hidup di masa depan jauh lebih sulit.

2. Memfokuskan Sebagian Besar Sumber Daya Anda Pada Pertemuan Berbasis Fasilitas Dapat Membuat Anda Tidak Melakukan Hal Yang Baik

Saya kira, Anda tidak memiliki sumber daya tak terbatas.

Jika itu masalahnya, salah satu pekerjaan utama yang Anda miliki sebagai pemimpin adalah mengalokasikannya secara bijak dan strategis.

Jika itu benar-benar terjadi bahwa jumlah kehadiran langsung akan terus lebih rendah bahkan setelah COVID benar-benar tidak lagi menjadi ancaman (yang bisa berbulan-bulan atau bertahun-tahun dari sekarang), maka itu menciptakan sebuah tantangan.

Yaitu, bahwa banyak gereja memiliki tingkat staf dan anggaran tertinggi yang diinvestasikan di mana mereka melihat pengembalian terendah.

Tentu, ibadah dan pertemuan pribadi tidak akan hilang. Selama ada orang, orang akan ingin berkumpul secara langsung.

Tetapi dengan cara yang sama, hampir setiap CEO memikirkan kembali berapa banyak ruang kantor yang benar-benar mereka butuhkan sehubungan dengan seberapa baik tim mereka bekerja dari rumah, para pemimpin gereja mungkin ingin memikirkan kembali mengapa mereka menghabiskan sebagian besar waktu, anggaran, dan sumber daya manusia di kebaktian langsung yang sangat sedikit orang hadir.

Jika misi Anda adalah mengisi bangunan, maka teruskan dengan strategi Anda saat ini.

Akan tetapi, jika misi Anda adalah menjangkau orang-orang, mungkin sudah waktunya untuk memikirkan kembali berbagai hal.

Perangkap yang ingin Anda hindari adalah menghabiskan waktu, energi, dan uang Anda untuk sesuatu yang membuahkan hasil yang rendah.

Yang, tergantung pada situasi Anda, berarti Anda mungkin ingin berpikir untuk menutup gereja Anda setelah membukanya kembali untuk fokus pada strategi daring atau lainnya.

Semua orang yang tidak ada di gedung Anda sedang daring.

3. Tidak Berkumpul di Fasilitas Bukan Berarti Anda Tidak Bisa Berkumpul

Sebagai catatan, saya 100% mendukung menghormati pembatasan pertemuan publik. Saya bukan ahli teori konspirasi dan tidak berpikir kita bersinar terbaik ketika kita mengeluh paling keras.

Tantangan dengan banyaknya dialog seputar pertemuan ibadah adalah asumsi bahwa pertemuan harus terjadi di fasilitas gereja pusat.

Itu pemikiran biner: semua atau tidak sama sekali. Game zero-sum (=keuntungan yang dimiliki oleh seorang pemain berasal dari kerugian yang dialami oleh pemain lainnya, Red.)

Hanya karena gereja tidak dapat berkumpul di fasilitas pusat tidak berarti gereja tidak dapat berkumpul, secara legal atau tepat.

Penting untuk berpikir lebih luas daripada itu.

Saya suka arahan yang baru-baru ini diumumkan J.D. Greear untuk gerejanya (yang besar). Dia mengganti seluruh strategi gereja agar orang-orang berkumpul di rumah.

Ucap Greear:

"Kita akan berkumpul, hanya saja tidak akan berada dalam kelompok besar 500 hingga 1.000 pada akhir pekan di gedung kita." The Summit Church memiliki 12.000 orang yang bertemu di 12 lokasi berbeda pada akhir pekan, tetapi sekarang kita memiliki sekitar 15.000 orang yang bertemu di sekitar 2.400 lokasi."

Pendekatan Greer cerdas karena daripada hanya berharap orang menonton, dia memobilisasi gerejanya untuk sebuah misi.

Pendekatannya berjalan lebih jauh daripada "hei tangkap kami jika Anda bisa dari lakehouse jika Anda punya waktu" yang gereja daring dapat dengan mudah menetapkan standar itu.

Demikian pula, banyak yurisdiksi yang mengizinkan pertemuan 10, 25 atau 50 orang. Meskipun itu tidak cukup untuk gereja, seperti yang kita ketahui, itu lebih dari cukup untuk pertemuan yang didistribusikan di halaman belakang, rumah, restoran atau tempat lain, sesuai dengan apa pun dan semua pedoman kesehatan. Ini benar-benar terasa seperti pada abad pertama dan kedua. Bahkan Alkitabiah.

Dan dalam pendekatan seperti ini (ketika pertemuan besar tidak sah atau tidak optimal), strategi pertemuan sesuai dengan strategi daring Anda. Anda akan mendapatkan fokus yang bermanfaat.

Daripada melihat COVID sebagai berhentinya-misi, pikirkan kembali strategi Anda untuk kembali ke misi. Alih-alih kembali, bergeraklah maju.

BERKEMBANG DI TENGAH KETIDAKPASTIAN

Ya, ada banyak perubahan yang terjadi saat ini. Dan, itu melelahkan.

Sekompleks apa pun keadaannya, memiliki kerangka kerja sederhana untuk menavigasi perubahan akan membuat tugas di depan jauh lebih mudah, termasuk semua yang telah kita bahas dalam posting ini.

Tantangan bagi kebanyakan gereja adalah mereka kesulitan membuat keputusan, dan bahkan ketika mereka membuat keputusan, mereka merasa lebih sulit untuk mengimplementasikannya.

Ganti itu.

Pelatihan daring saya yang baru, the 30-Day Pivot, akan menunjukkan kepada Anda cara membuat dan menerapkan keputusan dengan cepat dan akurat sebagai sebuah organisasi.

The 30-Day Pivot adalah proses 3-langkah sederhana yang Anda dan tim Anda dapat manfaatkan sesering setiap 30 hari untuk merespon perubahan di sekitar Anda dan mengambil keuntungan darinya.

Dalam The 30-Day Pivot, Anda akan belajar:

Proses 3 langkah sederhana yang bisa digunakan tim Anda untuk mencapai poros Anda berikutnya dalam waktu 90 menit atau kurang.

Suatu pendekatan yang mendorong inovasi yang dihasilkan tim.

Kerangka kerja implementasi dan evaluasi yang akan membantu tim Anda bergerak dengan cepat dan akurat.

Saya telah memimpin tim melalui banyak pivot, dan dalam The 30-Day Pivot, saya menunjukkan kepada Anda strategi dan kerangka kerja yang Anda butuhkan untuk membuat gerakan cepat, akurat, dan responsif yang dapat memposisikan organisasi Anda untuk pertumbuhan, bahkan di tengah ketidakpastian dan perubahan yang kompleks.

Beberapa organisasi dan gereja akan berkembang dalam normal baru.

Yang lain tidak.

Meskipun masa depan tidak pasti, masa depan Anda tidak harus seperti itu.

APA YANG ANDA LIHAT?

Adakah ide mengapa Anda menginginkan hal yang normal, atau mengapa Anda pikir berbahaya menghabiskan terlalu banyak waktu di sana?

(t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dari:
Nama Situs : Carey Nieuwhof.com
URL : https://careynieuwhof.com/why-going-back-to-normal-church-seems-so-compelling-and-can-be-so-dangerous/
Judul asli artikel : Why Going Back to "Normal" Church Seems So Compelling and Can Be So Dangerous
Penulis artikel : Carey Nieuwhof