Anak-anak dapat menyebarkan virus ke orang dewasa yang lebih rentan, dan bayi mungkin memiliki tingkat risiko yang lebih serius terhadap penyakit ini daripada anak-anak yang lebih besar.

Anak-anak dan remaja tidak kebal terhadap virus corona yang baru ini, tetapi tampaknya kasus Covid-19 yang terjadi pada anak-anak tidak separah dengan yang terjadi pada beberapa orang dewasa yang lebih tua, dan para ilmuwan tidak yakin akan penyebabnya.

Perbedaan usia di antara kasus-kasus yang sangat parah ini telah menjadi pertanyaan kritis bagi para ilmuwan sembari mereka berlomba dengan waktu untuk memperlambat penyebaran virus ini. Beberapa petunjuk atas misteri ini mulai bermunculan, dan jawabannya dapat membantu menentukan jenis tindakan pengendalian seperti apa yang benar-benar efektif sekaligus menunjukkan jalan menuju tindakan perawatan bagaimana yang dibutuhkan.

"Kami tahu bahwa kebanyakan anak-anak yang terjangkit menunjukkan yang ringan, kebanyakan gejala mereka pun ringan, tetapi kami telah melihat (setidaknya satu anak) meninggal akibat infeksi ini," kata Maria Van Kerkhove, pemimpin teknis Covid-19 di Organisasi Kesehatan Dunia pada konferensi pers tanggal 16 Maret. "Kami tidak dapat mengatakan secara universal bahwa penyakit ini hanya memberi risiko yang ringan pada anak-anak, jadi tetap penting bagi kita untuk melindungi anak-anak sebagai populasi yang rentan untuk terinfeksi."

Di Amerika Serikat, para dokter mengatakan bahwa di antara orang-orang yang mencari pertolongan, anak-anak menunjukkan gejala -- seperti demam dan batuk kering -- yang lebih ringan daripada yang dialami oleh orang dewasa.

“Di rumah sakit kami, Seattle Children Hospital, kami sedikit lebih jauh dalam pandemi; kami tidak melihat penyakit serius pada anak-anak,” kata Janet Englund, seorang profesor penyakit menular anak di University of Washington Seattle yang juga dokter di Seattle Children Hospital. "Bagi kami, gejala itu relatif tidak dapat dibedakan dari flu biasa, tetapi kami dapat membedakannya dengan cara melakukan uji laboratorium yang dapat kami lakukan di sini."

Saat ini, data tentang efek Covid-19 pada anak-anak masih sedikit, tetapi studi terbaru menunjukkan bahwa bahkan dengan anak-anak, beberapa dari mereka lebih rentan daripada yang lain, tergantung pada usia dan kondisi kesehatan. Beberapa anak dengan Covid-19 masih dapat mengalami penyakit paru-paru serius. Anak-anak yang memiliki infeksi pernapasan simultan dapat lebih rentan terhadap virus Covid-19. Bayi tanpa sistem kekebalan yang matang juga bisa sakit karena virus ini. Namun, dibandingkan dengan orang dewasa, Covid-19 tampaknya tidak terlalu memberi dampak yang parah pada kebanyakan anak-anak.

"Saya pikir, anak-anak tidak terkena dampak yang serius seperti yang terjadi pada orang dewasa yang lebih tua," tambah Englund.

Namun demikian, sekalipun mereka tidak sakit, orang muda yang terinfeksi virus tetap dapat menularkannya. Kekhawatiran ini khususnya adalah jika mereka menularkannya kepada seseorang dengan sistem imun yang rendah atau dengan risiko yang lebih tinggi. Hal itu berarti langkah-langkah pengendalian epidemi -- mulai dari mencuci tangan dengan benar hingga menjaga jarak sosial -- sama pentingnya bagi kaum muda yang sehat, seperti bagi orang-orang yang lebih tua atau lebih sakit.

Apa yang kita ketahui tentang perbedaan usia pada kasus Covid-19 yang parah

Negara-negara dengan penyebaran wabah Covid-19 yang luas, termasuk Cina dan Italia, telah melihat dampak terburuk dari Covid-19 pada lansia, dengan jumlah orang yang dirawat di rumah sakit dan tewas oleh penyakit ini meningkat seiring bertambahnya usia. Masalah kesehatan seperti tekanan darah tinggi, sistem kekebalan tubuh yang rendah, dan diabetes semakin memperburuk efek Covid-19 pada mereka yang terinfeksi.

Namun, sebagian kecil orang muda, dari bayi hingga dewasa muda, juga mengalami bahaya yang serius.

Sebuah penelitian yang diterbitkan pada bulan Februari di Journal of American Medical Association menunjukkan bahwa lebih dari 72.000 orang yang terinfeksi di Cina, hanya 2% persen di antaranya yang berusia di bawah 19 tahun. Demikian pula, sebuah laporan dari misi WHO ke Cina pada bulan Februari menunjukkan bahwa hanya 2,4% dari yang terinfeksi Covid-19 berusia 18 tahun atau lebih muda. Dari orang-orang muda yang terinfeksi, 2,5% berkembang menjadi penyakit yang parah sementara 0,2% mengarah ke status kritis.

Namun, laporan WHO juga mencatat bahwa “mustahil menentukan tingkat infeksi di antara anak-anak dan mengetahui peran anak-anak dalam penularan virus ini; entah jika mereka tampak sehat-sehat saja atau jika mereka menunjukkan gejala klinis yang berbeda (umumnya, gejala tampak yang ringan).” Intinya, masih sedikit anak-anak yang menjalani uji laboratorium sehingga masih belum banyak informasi yang jelas tentang berapa banyak anak yang terinfeksi secara keseluruhan. Akibatnya, sulit untuk mengukur tingkat keparahan penyakit ini di antara kaum muda.

Unsur lainnya adalah bahwa Covid-19 tampaknya memperlihatkan gejala yang berbeda pada anak-anak dibandingkan dengan apa yang telah dilihat oleh pejabat kesehatan dari infeksi lain, seperti influenza.

Influenza, yang juga disebabkan oleh virus yang menginfeksi saluran udara, bisa menjadi penyakit yang sangat serius pada anak-anak. Komplikasi dari influenza, seperti infeksi akibat bakteri pneumonia, dapat berakibat fatal. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, sejak September sampai 7 Maret, 144 anak telah meninggal di AS akibat influenza. Sementara itu, belum ada laporan kematian dari Covid-19 di antara anak-anak di AS sejauh ini.

"Infeksi virus apapun biasanya akan menunjukkan bahwa anak-anak adalah kelompok dengan risiko terjangkit tertinggi," kata Bria Coates, asisten profesor pediatri di Northwestern University sekaligus dokter di Rumah Sakit Anak Ann & Robert H. Lurie Children di Chicago. “Anak-anak cenderung tidak mencuci tangan dengan baik dan tidak saling menjaga jarak." Hal ini semakin membuat tingkat terjangkitnya anak-anak yang rendah oleh Covid-19 semakin mengherankan.

Faktor yang menyebabkan penyakit ini sangat bervariasi di antara kelompok umur, terutama dibandingkan dengan influenza, tetap menjadi misteri. "Alasan mengapa anak-anak kurang terpengaruh oleh virus ini daripada orang dewasa berpotensi menjadi pertanyaan yang sangat menarik," kata Steven Zeichner, seorang profesor pediatri di Fakultas Kedokteran Universitas Virginia yang mempelajari penyakit menular. "Saya rasa, tidak ada yang tahu jawabannya."

Meski risiko terhadap keseluruhan anak-anak rendah, bayi tetap berisiko mengalami gejala yang lebih berat dibandingkan dengan anak-anak yang lebih besar.

Sementara anak-anak tampaknya tidak mengalami gejala Covid-19 yang parah seperti orang dewasa, risikonya tetap ada. Sebuah penelitian yang diterbitkan 16 Maret dalam jurnal Pediatrics disebutkan bahwa ada lebih dari 2.100 anak-anak di Cina dari segala usia yang rentan terhadap Covid-19, meskipun sebagian besar mengalami gejala ringan dan beberapa tidak menunjukkan gejala sama sekali. Peringatan atas penelitian ini adalah bahwa hanya sepertiga dari anak-anak dalam sampel itu yang diuji dan dikonfirmasi terjangkit virus Covid-19, SARS-CoV-2. Sisanya adalah anak-anak yang diduga terjangkit oleh Covid-19 sehingga kemungkinan ada patogen lain yang menyebabkan gejala yang tampak itu.

Zeichner, yang ikut menulis artikel komentar tentang temuan tersebut, mencatat bahwa hasil terburuk yang muncul pada anak-anak sering kali ditemukan pada bayi. Studi ini menunjukkan bahwa sekitar 30% kasus Covid-19 pada anak-anak yang dianggap parah dan lebih dari setengah kasus Covid-19 yang dianggap kritis terjadi pada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun. Meskipun jumlah keseluruhannya kecil -- 7 bayi masuk dalam kategori kritis dan 33 lainnya kategori parah -- hal itu menunjukkan bahwa anak yang lebih kecil menghadapi kemungkinan yang lebih berbahaya dan lebih tinggi.

Hal ini kemungkinan disebabkan karena bayi masih membangun sistem kekebalan tubuh mereka. Ketika bayi lahir, ia mempertahankan beberapa resistensi infeksi dalam bentuk antibodi dari ibunya. Perlindungan itu berkurang selama beberapa bulan pertama kehidupannya, saat bayi mulai membangun pertahanannya sendiri.

"Sistem kekebalan pada anak-anak tidak lebih lemah daripada orang dewasa," kata Coates. "Sebaliknya, kekebalan mereka belum terlatih."

Namun, untuk virus baru seperti SARS-CoV-2, tidak ada kekebalan yang dapat diturunkan ibu kepada bayi mereka, karena si ibu juga tidak akan memiliki kesempatan untuk terinfeksi virus baru. Selain itu, belum ada vaksin Covid-19 yang dapat melatih sistem kekebalan anak untuk melawan virus.

Pada saat yang sama, bayi terkena segala macam rangsangan lingkungannya untuk pertama kalinya -- bakteri, serbuk sari, debu. Untuk mencegah tubuh mereka bereaksi berlebihan terhadap hal-hal yang tidak berbahaya, kekebalan tubuh mereka menurun. "Secara umum, terjadi kesalahan dalam sistem kekebalan tubuh bayi pada sisi menurunnya respons terhadap infeksi," kata Coates.

Hasilnya, pada tahun pertama kehidupan mereka, bayi lebih rentan terhadap komplikasi berbahaya yang diakibatkan oleh infeksi. Namun demikian, selama tahun pertama itu, sistem kekebalan bayi menjadi matang, menjadi lebih efektif dalam memerangi penyakit karena ia belajar mengidentifikasi ancaman.

Demikian pula anak-anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh atau memiliki masalah jantung, metabolisme, atau pernapasan. Mereka juga memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap komplikasi Covid-19, seperti halnya terhadap infeksi yang lain.

Pada sisi lain, ada beberapa faktor yang kemungkinan menjadi penyebab menurunnya risiko penularan terhadap anak-anak yang lebih besar. Salah satu hipotesisnya adalah karena anak-anak lebih sering terpapar virus-virus yang mirip dengan SARS-CoV-2 tetapi jauh lebih tidak berbahaya sehingga mereka memiliki beberapa kekebalan yang muncul sebagai reaksi silang dan membantu mereka untuk melawannya.

“SARS-CoV-2 adalah virus corona, tetapi bukan satu-satunya virus corona yang ada di luar sana. Sebagian kecil dari flu biasa disebabkan oleh virus corona jenis yang lain,” kata Zeichner. Anak-anak mungkin lebih sering terkena virus ini daripada orang dewasa saat mereka di sekolah dan di kelompok bermain. Hal ini yang mungkin membantu sistem kekebalan tubuh mereka dalam mendeteksi dan melawan virus baru.

Hipotesis lain adalah bahwa sistem kekebalan tubuh pada anak-anak jarang bereaksi berlebihan terhadap penyakit, menurut Coates. Banyak orang tua yang dirawat di rumah sakit oleh Covid-19 menderita peradangan dan demam yang parah sebagai tanggapan kekebalan tubuh mereka sendiri yang akhirnya menyebabkan lebih banyak kerusakan daripada virus itu sendiri. Dengan risiko respons kekebalan yang lebih rendah, anak-anak mengalami gejala yang lebih ringan.

Saat ini, ide-ide tersebut hanyalah hipotesis dengan sedikit bukti untuk mendukungnya. Namun, mencari tahu mengapa Covid-19 berperilaku seperti ini bisa menolong semua orang. "Jika Anda bisa mengetahui mengapa anak-anak terlindung dari gejala yang parah, Anda bisa menggunakan informasi itu untuk menyusun strategi untuk melindungi orang dewasa," kata Coates.

Apa strategi terbaik untuk melindungi anak-anak dari Covid-19?

Mencegah infeksi adalah cara terbaik untuk melindungi semua orang, tanpa memandang usia. Mencuci tangan, misalnya, tetap menjadi taktik penting bagi tua dan muda untuk mengendalikan penyebaran virus corona.

Di seluruh dunia, sekolah, kampus, kantor, dan acara olahraga telah ditutup dan dibatalkan untuk membatasi penyebaran infeksi. Membatalkan pertemuan adalah komponen kunci dari jarak sosial, praktik membatasi paparan kepada orang lain untuk mengendalikan penyebaran virus. Banyak sekolah bahkan meliburkan kegiatannya sampai waktu yang tidak ditentukan.

Namun, penutupan sekolah memiliki dampaknya tersendiri, termasuk bagi kesehatan masyarakat. Sekolah juga merupakan tempat bagi beberapa murid untuk makanan yang sehat, dan saat anak-anak di sekolah, orangtua mereka dapat pergi bekerja.

Beberapa peneliti juga mempertanyakan efektivitas langkah-langkah tersebut dalam melindungi anak-anak. "Dari bukti yang kami lihat, kami tidak melihat penyebaran virus dalam situasi yang dimiliki sekolah di mana kami akan khawatir tentang pelipatgandaan penyebaran," kata Van Kerkhove dari WHO.

Seperti yang dilaporkan Vox's Anna North, pedoman yang tidak konsisten untuk penutupan sekolah juga merusak keefektifannya.

Namun, para ahli lain berpendapat bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk melakukan tindakan yang drastis seperti itu. "Saya pikir, saat ini kita sedang berada pada awal dari suatu masalah yang berpotensi meningkat secara eksponensial, dan jika Anda ingin maju dari masalah yang meningkat secara eksponensial, Anda harus melakukan intervensi sedari awal," kata Zeichner.

Coates setuju. “Saya pikir, menutup sekolah adalah cara yang sangat efektif untuk menghentikan penularan penyakit menular,” katanya.

Para ahli juga terbelah mengenai pertemuan anak-anak di tengah wabah.

Zeichner juga menekankan agar anak-anak tetap mendapatkan vaksinasi dan memastikan mereka mendapatkan suntikan flu biasa. Sementara vaksin influenza tidak dapat mencegah Covid-19, vaksin ini dapat mencegah influenza, yang pada gilirannya mengurangi tekanan pada sistem perawatan kesehatan, dan pada keluarga.

Dan jika Anda mencurigai anak Anda mungkin terinfeksi SARS-CoV-2, hal terbaik yang harus dilakukan adalah menghubungi dokter Anda untuk meminta nasihat. Englund mengatakan bahwa orang tua harus mencari pertolongan medis jika melihat anak-anak mereka mengalami kesulitan bernafas -- mengi, batuk terus-menerus, sesak napas, dan kesulitan berbicara. "Jika anak mengalami kesulitan bernapas, mereka tentu perlu segera diperiksa," katanya.

Namun pada akhirnya, ada beberapa tingkatan paparan tidak dapat dihindari antara anak-anak dengan orang dewasa. "Sulit untuk melakukan pembatasan jarak sosial dengan anak Anda," kata Zeichner. (t/Yudo)

Diterjemahkan dari: