Hanya dalam satu abad terakhir saja pernikahan mewah menjadi tarif standar bagi orang-orang yang bukan anggota keluarga kerajaan. Akan tetapi, berkat pandemi, pertemuan singkat, anggaran kecil dan upacara sederhana -- ang sebenarnya norma bagi sebagian besar sejarah manusia -- ungkin kembali, setidaknya untuk sementara.

Ketika saya menikah beberapa dekade yang lalu, tunangan saya dan saya tidak merasakan tekanan setelah pertunangan selama empat bulan karena kami tidak terlalu banyak melakukan perayaan selain mengucapkan janji di hadapan beberapa lusin orang di gereja desa kecil kami dan kemudian merayakannya di lantai bawah dengan roti lapis, beberapa lapis daging yang disajikan dingin, dan minuman. Kami tidak mengeluarkan banyak untuk pernikahan itu, tetapi kami meminjam sedikit uang untuk membeli mesin cuci, pengering, dan beberapa perabot bekas termasuk sofa berwarna emas dan hitam yang terlihat vulgar.

Pada tahun-tahun berikutnya, saya semakin bersyukur atas kesederhanaan yang menguntungkan dari janji pernikahan kami dan mengharapkan hal yang sama untuk pasangan muda lainnya.

Jadi, saya senang selama dua bulan terakhir melihat beberapa pasangan memilih untuk melanjutkan dengan perayaan pernikahan yang lebih kecil daripada menunggu berbulan-bulan untuk resepsi yang lebih mewah. Saya bertanya kepada tiga pasangan bagaimana mereka sampai pada pengambilan keputusan, apa yang harus mereka korbankan, dan berkat tak terduga macam apa yang datang kepada mereka.

Cody dan Casey Speck

Ketika Virus Corona sampai ke negara kami awal musim semi ini, salah satu siswa saya meminta kelas kami untuk berdoa bagi pernikahan saudaranya yang akan dilangsungkan, yang dijadwalkan pada 2 Mei. Tiga ratus lima puluh orang telah diundang.

Pengantin pria, Cody Speck (27), menyadari ketika situasinya memburuk bahwa ia dan tunangannya, Casey (30), tidak akan dapat melaksanakan pernikahan seperti yang mereka rencanakan. Tinggal di negara bagian yang terpisah, Cody dan Casey memutuskan untuk menikah lebih cepat dan mengadakan perayaan yang lebih besar dengan orang-orang terkasih di lain waktu nanti.

"Pada akhirnya, kami tahu kami ingin menikah dan tidak ingin menunggu waktu yang tidak bisa diprediksi untuk memasuki perjanjian bersama," kata Cody. "Tentu saja, kami ingin keluarga dan teman-teman kami ada di sana, tetapi itu bukan faktor penentu bagi kami. Hal yang paling penting adalah melaksanakan janji pernikahan kami di hadapan Allah dan satu sama lain."

Pada tanggal 4 April, tiga bulan setelah mereka bertunangan, Cody dan Casey menikah dalam sebuah upacara terbuka yang diadakan di tempat saudara perempuan Casey di Gulfport, Mississippi. Beberapa anggota keluarga hadir; yang lain bisa menyaksikan upacaranya melalui Zoom.

Matt dan Kathryn Hartshorne

Matt dan Kathryn Hartshorne (33 dan 30) bertunangan pada bulan Januari setelah berkencan selama lima bulan. Mereka merencanakan pernikahan pada bulan Juni yang akan diadakan di gereja rumah Matt di Ohio dan mengundang beberapa belas anggota keluarga dan teman dekat untuk hadir. Kathryn, seorang guru, tinggal di Atlanta.

Tentu saja, kami ingin keluarga dan teman-teman kami ada di sana, tetapi. . . yang paling penting adalah melaksanakan janji pernikahan kami di hadapan Allah dan satu sama lain..

Ketika lockdown dimulai dan sekolah Kathryn beralih ke pengajaran jarak jauh, pasangan itu mempertimbangkan dua pilihan yang ada di hadapan mereka: menikah dengan cepat dan menetap bersama, atau menunggu tanpa batas waktu sementara tinggal terpisah 500 mil. Dengan dukungan pendeta mereka dan restu dari keluarga mereka (dan setelah menyelesaikan konseling sebelum nikah), mereka memutuskan untuk memindahkan tanggal pernikahan ke tanggal 10 April dan menyiarkan upacaranya secara langsung di Facebook.

Pada pagi musim semi yang berangin, mereka menikah di taman yang indah dengan hanya pendeta dan dua pelayan. Sekitar dua kali dari jumlah tamu yang mereka harapkan untuk menghadiri upacara yang dijadwalkan semula, menyaksikan pengucapan janji mereka secara daring, termasuk teman-teman di beberapa negara lain.

Chris dan Clare Crane

Chris dan Clare Crane (32 dan 25) bertunangan bulan Desember lalu dan merencanakan perayaan pernikahan dengan tema Great Gatsby pada 23 Mei, tanggal yang sangat berarti bagi mereka karena itu ada di tengah-tengah ulang tahun pernikahan orangtua mereka.

Ketika aturan untuk tinggal di rumah dimulai, pasangan itu awalnya berpikir mereka akan tetap menggunakan tanggal yang sama dan mengadakan acara yang lebih kecil. Akan tetapi, menjadi jelas bahwa lockdown tidak akan segera berakhir. Karena mereka perlu memenuhi syarat untuk tempat tinggal siswa yang sudah menikah di mana mereka berdua kuliah di seminari, Chris dan Clare tidak bisa mengambil risiko pernikahan mereka ditunda melebihi tanggal aplikasi perumahan dengan aturan tinggal di rumah di kota. Jadi, mereka berunding dengan pendeta mereka selama sesi konseling pranikah terakhir mereka dan memutuskan untuk mengubah rencana mereka dan menikah lebih cepat.

Pada 18 April, di depan beberapa teman dan pendeta mereka, mereka pun menikah.

Pada Saat Susah Maupun Senang

Chris dan Clare menginvestasikan banyak waktu dan energi untuk merencanakan pernikahan mereka, dan kecewa karena semua upaya itu dibatalkan. Akan tetapi, bagi mereka dan dua pasangan lainnya, sebagian besar teman dan keluarga mereka yang tidak dapat hadir untuk menyaksikan dan merayakan adalah kekecewaan terbesar.

Meski begitu, Kathryn mengakui bahwa, secara diam-diam, dia "selalu memimpikan pernikahan yang sederhana dan cantik." Dan, keluarga Matt menggodanya bahwa "semua yang diperlukan untuk mimpi pernikahannya terwujud adalah sebuah pandemi." Pernikahan Pekan Suci mereka tampaknya membawa kesempatan tambahan bagi teman dan keluarga untuk merayakannya. Kathryn menerima banyak pesan, beberapa dari orang-orang yang belum pernah didengarnya selama bertahun-tahun, yang menceritakan betapa banyak kebahagiaan yang didapatkan dalam pernikahan mereka "meskipun di tengah masa kelam yang dirasakan dunia saat ini."

Umumnya, semua pengantin baru bersyukur bisa mengatasi pandemi bersama-sama, sebagai pasangan yang sudah menikah.

Memiliki dan Menjaga

Itu semua bukanlah tentang sinar matahari dan menghemat uang, tentu saja. Efek emosional dari menyatukan dua kehidupan telah diperparah oleh efek emosional pandemi. Chris dan Clare belum menavigasi kesulitan dengan sempurna, "tetapi Tuhan telah dengan murah hati membantu kami dalam berbicara melalui saat-saat itu bersama," kata Chris.

Meskipun ada banyak hal yang dapat mereka keluhkan, "Tuhan telah membantu kami berdua menyadari bahwa kami memiliki banyak hal untuk disyukuri pada masa ini."

Kathryn mengatakan pandemi ini telah membawa "berkat demi berkat pada pernikahan kami sejauh ini." Beberapa di antaranya: kurangnya tekanan finansial dari pernikahan yang mahal, kemampuan untuk bekerja hanya sejauh satu ruangan satu sama lain, dan kesempatan untuk benar-benar mengenal satu sama lain di hari-hari pertama pernikahan ini.

Matt setuju bahwa "dikurung di rumah bersama" telah menjadi salah satu hadiah terbesar dari pernikahan pandemi mereka.

"Ada beberapa penyesuaian pada pihak saya, ketika Kathryn pindah ke rumah saya dan saya harus menyesuaikan rutinitas saya di dekatnya, tetapi itu membuat kami benar-benar berfokus untuk saling mengenal, daripada bertamasya," katanya. Dan, "kami dapat mengetahui semua hal yang terkait dengan seks dalam kenyamanan rumah, alih-alih saat pergi dari satu hotel ke hotel lainnya."

Ini sungguh-sungguh berkat. (t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : The Gospel Coalition
URL : https://www.thegospelcoalition.org/article/blessing-simple-wedding/
Judul asli artikel : For Better or Worse: The Surprise Blessing of a Simple Wedding
Penulis artikel : Karen Swallow Prior