Di mana pun dua orang atau lebih berkumpul, penyakit dapat menyebar. Jadi, sebagai ahli biologi, saya mengevaluasi kembali tentang kebersihan di gereja.

Penyanyi Dengan Memakai Masker dan Membawa Komuni Anda Sendiri?

Bahkan, sebagai seorang ahli biologi yang telah mempelajari virus dan imunologi, dibutuhkan pandemi global bagi saya untuk mengetahui efektivitas seutuhnya dari praktik kebersihan yang spesifik untuk mengurangi penyebaran penyakit. Ada sedikit keraguan bahwa gereja merupakan lokasi yang hampir ideal untuk penyebaran segala jenis penularan. Gereja pada masa lalu menanggapi kebutuhan kesehatan masyarakat yang berubah, terutama selama pandemi flu 1918; bahkan krisis HIV/AIDS mendorong penelitian tentang praktik Komuni. Gereja-gereja dapat dan akan mengalami segala macam kesulitan, dan dengan COVID-19 yang masih menyebar di seluruh dunia, banyak pendeta sudah menemukan cara untuk beradaptasi.

Jemaat yang bernyanyi bersama mendapat banyak perhatian hari ini, tetapi ada begitu banyak kesempatan lain untuk menyebarkan penyakit menular di gereja. Saat Anda masuk, penyambut memberikan jabat tangan hangat; kemudian anggota gereja dengan antusias saling memberikan salam damai dengan jabat tangan, atau pelukan. Selanjutnya, seorang petugas mengedarkan kantong persembahan, dan kemudian -- semua orang ikut serta dalam Komuni.

Akankah pelajaran yang kita pelajari sekarang mengarah pada perubahan permanen dalam praktik gereja? Ini adalah pertanyaan yang menarik, dan hanya waktu yang akan menjawabnya.

Bertemu di luar ruangan

Seperti kita semua, para pendeta berharap untuk membuka gereja mereka musim panas ini, tetapi banyak yang saya temui dalam pekerjaan saya dengan organisasi sains-iman BioLogos mengambil sikap dan rencana yang hati-hati untuk mengikuti pedoman resmi pemerintah, yang terus berkembang, sebelum memutuskan pada tindakan yang tepat. Andrew Smith, seorang pendeta di Kennett Square, Pennsylvania, menyebutkan kemungkinan tidak mengadakan pelayanan anak yang terpisah dan berkata, "kita mungkin akan melihat dua ibadah daripada satu untuk memungkinkan jaga jarak sosial." Alex Burgess dari Ward Hill, Massachusetts, dan Steve North dari Grand Rapids, Michigan, keduanya menyebutkan akan melaksanakan ibadah di luar ruangan, jika cuaca memungkinkan. Selama pandemi 1918, manfaat berada di luar ruangan banyak dibahas dan diperdebatkan di kalangan komunitas medis. Kepala Layanan Kesehatan Umum Massachusetts William A. Brooks mengatakan keefektifan perawatan di udara terbuka "benar-benar terbukti," dan rumah sakit luar ruangan diimplementasikan secara luas.

Akan tetapi, apakah pergi keluar ruangan benar-benar menyelesaikan masalah? Sejauh mana ventilasi dan arah arus udara berkontribusi untuk menyebarkan COVID-19 dari seorang individu yang terinfeksi, mendapat perhatian, terutama dalam postingan "viral" oleh sesama profesor biologi Universitas Massachusetts Dartmouth, Erin Bromage, yang didasarkan pada analisa lain yang lebih panjang. Walaupun masuk akal bagi para ilmuwan bahwa alam terbuka akan lebih baik daripada area tertutup, gereja-gereja harus mengikuti informasi ilmiah terbaru karena itu akan mengembangkan cara paling efektif untuk meminimalkan penyebaran melalui udara. Sementara itu, upaya untuk menghindari risiko terhadap dosis infektif adalah permainan angka, dan setiap tindakan kecil - seperti bertemu di luar ruangan - dapat membantu meminimalkan berapa banyak risiko, jika ada, yang harus dilakukan seseorang terhadap partikel virus.

Penyanyi dengan memakai masker terjadi di gereja

Foto-foto dari pandemi influenza besar tahun 1918 menunjukkan pemakaian masker yang meluas di kalangan penduduk, seperti hari ini. Para ilmuwan kemudian jadi kurang memahami tentang penyebabnya, tetapi sebagian besar gereja selama pandemi flu melakukan apa yang seharusnya dilakukan gereja sekarang: Mereka mengikuti panduan yang diinformasikan oleh data tentang tindakan terbaik. Flu 1918 melewati serangkaian gelombang setelah gelombang awal dan dikendalikan dengan metode menjaga jarak sosial dan mengenakan masker yang telah terbukti efektif. Maka, seperti sekarang, wilayah negara yang paling santai dan paling awal kemungkinan akan mengalami kenaikan yang paling tinggi.

Perhatikan penyakit yang menyebar setiap tahun. Bukankah kita masing-masing harus berbuat lebih banyak untuk meminimalkan penyebarannya? Mengenakan masker adalah sikap kepedulian terhadap orang lain selama sebuah masa ketika suatu penyakit sedang berkecamuk, dan pada saat ini tampak jelas bahwa siapa pun yang memiliki anggota keluarga yang sakit harus mengenakan masker.

Di negara-negara Asia, adalah biasa untuk melihat orang-orang yang mengenakan masker di depan umum. Ini terutama benar sejak wabah SARS dan peringatan flu H5N1 2006. Berbagai macam alasan untuk mengenakan masker di negara-negara Asia dilaporkan dimulai dengan penggunaan secara musiman di Jepang untuk menghindari penyebaran penyakit dan kemudian untuk menggabungkan kepercayaan tradisional Asia tentang kualitas udara, antara lain.

Akan tetapi, kapan terakhir kali Anda mengenakan masker kain ketika Anda pilek? Saya tidak pernah. Bisakah memakai masker saat sakit menjadi bagian kehidupan normal di lebih banyak dunia? Mungkin, pada masa depan yang baru dan normal, kita semua akan melakukannya lebih banyak untuk mencegah penyebaran normal dari penyakit kepada teman, tetangga, dan para pekerja toko bahan makanan.

Membawa Komuni Anda Sendiri?

Hari ini, Komuni dirayakan dengan berbagai cara, masing-masing bervariasi dalam tingkat potensi penyebaran kumannya. Saya dibesarkan di sebuah gereja yang mengedarkan nampan gelas plastik kecil. Setiap jemaat mengambil satu dan mengedarkan nampannya. Di jemaat-jemaat lain, roti yang dikuduskan dicelupkan ke dalam cawan/anggur oleh seorang imam, dan kemudian diletakkan di atas lidah (disebut intinction), atau cawan itu dibagikan. Tindakan tidak lagi menggunakan satu cawan bersama mencapai puncaknya pada tahun 1897 dengan dipublikasikannya sebuah artikel di The Journal of American Medical Association yang mencakup deskripsi gamblang yang dibuat untuk membangkitkan rasa jijik yang jelas kepada pembaca saat memikirkan penyebaran penyakit melalui cawan yang sama. Penulis, Howard S. Anders, melaporkan tentang pemakaian satu cawan yang umum dalam surat tindak lanjut kepada editor yang diterbitkan pada tahun 1900.

Sayangnya, gerakan satu cawan juga memiliki nuansa politis dan rasial -- yang memungkinkan orang kulit putih untuk menghindari minum dari cawan yang sama dengan orang kulit hitam -- dan jelas itu hanya salah satu dari banyak kemungkinan rute kontaminasi terkait gereja. Beberapa penelitian terbaru yang berfokus pada kesehatan Komuni dilakukan dalam konteks pandemi AIDS pada 1980-an dan 1990-an, dan beberapa gagal menunjukkan penyebaran beberapa jenis penyakit melalui Komuni. Kita sekarang tahu bahwa HIV tidak disebarkan melalui kontak biasa, yang membuat konteks dan pembenaran dari penelitian tersebut dicurigai. Meskipun gerakan satu cawan itu benar bahwa cawan Komuni bersama bukan praktik kesehatan masyarakat yang baik, wabah Virus Corona ini, serta flu biasa, flu, dan semacamnya sangat mungkin menyebar di gereja-gereja entah Komuni dilakukan atau tidak. Gereja perlu menentukan bagaimana menyesuaikan praktik mereka dengan cara yang paling sesuai untuk jemaat mereka sendiri.

Beberapa pendeta dalam jaringan pribadi saya terus bekerja untuk membuat Komuni lebih tahan pandemi, termasuk meminta jemaat membawa elemen mereka sendiri. Satu variasi yang menarik adalah dari pendeta Micah Smith di Pulau Vancouver, British Columbia. Dia menyebutkan bahwa gerejanya mencoba melakukan Komuni daring secara pantomim, tanpa elemen, dengan menjelaskan bahwa dia mendengar tentang gereja-gereja yang dianiaya melakukan hal ini di penjara. "Saya ingin meminjam makna dari praktik Komuni ketika kita tidak memiliki pertemuan utuh karena kita tidak bisa bersama, daripada semua orang mengambil roti apa pun dan minuman apa pun yang mereka pilih," katanya. "Itu terasa individualistis, dan saya ingin merasakan hilangnya praktik utuh kami bahkan ketika menyaksikannya."

Bahaya dari keberhasilan dan pelajaran yang didapatkan

Apakah praktik ini akan permanen? Mungkin tidak. Sementara penyakit pandemi menyebar, kita mungkin perlu memasukkan langkah-langkah yang lebih drastis, tetapi perhatian yang lebih untuk mencuci tangan di antara orang-orang yang menyiapkan Komuni dan orang-orang yang melayani harus dilakukan sebagai masalah prinsip, terlepas dari situasi kesehatan masyarakat saat ini. Hal yang sama berlaku untuk bernyanyi: Saya ragu kita akan melihat semua paduan suara gereja mengenakan masker wajah di masa depan, tetapi anggota paduan suara yang telah terpapar dengan anggota keluarga yang sakit harus mempertimbangkan untuk mengenakan masker guna melindungi orang lain sampai masa inkubasi berlalu.

Sebagai masyarakat, kita telah membuat kemajuan luar biasa dalam memperlambat penyebaran Virus Corona, dan kita melanjutkan upaya ini sambil mengamati konsekuensi yang mengerikan bagi perekonomian. Godaan yang kuat untuk kembali normal muncul, begitu kita mulai melihat ada lebih sedikit infeksi dan kematian. Itu terjadi sekarang di AS. Namun, sisi berbahaya dari kesuksesan ini adalah terlalu percaya diri yang terlalu dini. Seorang ahli epidemiologi yang baru-baru ini diwawancarai di NPR mengamati: "Ketika tujuan Anda adalah untuk mencegah sesuatu, dan Anda melakukan pekerjaan dengan baik, tidak ada yang terjadi." Tentu saja, kurangnya penyakit dalam populasi adalah pembenaran umum untuk tidak memvaksinasi anak-anak. Kapan terakhir kali Anda mendengar seseorang tertular batuk rejan? Keberhasilan upaya kita menurunkan kurva dalam pandemi saat ini telah membuat kita rileks ketika kita perlu tetap waspada. Kita harus mendasarkan keputusan kita bukan pada perasaan, tetapi pada analisis yang cermat dari data epidemiologis, yang tidak sempurna dan selalu berubah.

Banyak yang mengklaim bahwa kita dapat mengandalkan Herd Immunity (upaya menghentikan laju penyebaran virus dengan cara membiarkan imunitas alami tubuh - Red.) yang didapat secara alami. Namun, Herd Immunity hanya dapat dicapai dengan vaksinasi. Herd Immunity tidak pernah secara alami dicapai untuk campak, yang membunuh ribuan orang setiap tahun sebelum vaksin yang efektif dikembangkan. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa lebih dari 20 juta kematian telah dicegah dengan vaksin campak saja. Untuk COVID-19, contoh individu (superspreader) yang secara tidak sadar menyebarkan virus ke sejumlah besar orang berarti bahwa persentase populasi yang tinggi akan membutuhkan kekebalan untuk efek kawanan untuk secara andal melindungi yang tidak memiliki kekebalan. Sampai bagian yang jauh lebih tinggi dari populasi telah mencapai kekebalan terhadap COVID-19, peningkatan konektivitas sosial tanpa tindakan pencegahan sangat mungkin diikuti dua atau tiga minggu kemudian oleh bertambahnya kasus-kasus baru. Sementara kita melanjutkan pembukaan kembali, kita harus tetap berhati-hati sampai vaksin tersedia dan ingat bahwa orang yang kesehatannya buruk, miskin, dan lanjut usia akan sangat menderita ketika kenaikan ini terjadi. Tidak mungkin, praktisnya, atau bahkan diinginkan untuk benar-benar memisahkan diri dari anggota masyarakat ini dan dengan demikian sepenuhnya melindungi dengan menutupi mereka. Sebaliknya, kita semua harus bekerja sama untuk meminimalkan penyebaran dengan cara yang beragam dan praktis sampai vaksin tersedia secara luas.

Di mana pun dua atau lebih orang berkumpul, ada kemungkinan menyebarkan penyakit - entah itu di kapal pesiar, di penjara, di fasilitas penunjang hidup, atau bahkan di gereja Anda. Akan tetapi, COVID-19 dapat mengajarkan kepada kita pelajaran berharga yang dapat membantu kita mengetahui bagaimana bereaksi ketika penyakit penyebab pandemi berikutnya mau tidak mau melompat ke populasi manusia di suatu tempat di dunia. Meskipun kita tidak dapat mencegah semua penyakit menular menyebar, kita harus memerhatikan peran individu kita dalam melindungi "yang paling kecil" di antara kita (Mat. 25:40) dengan praktik-praktik kita yang berkaitan dengan kebersihan pribadi. (t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Christianity Today
URL : https://www.christianitytoday.com/ct/2020/june-web-only/covid-19-masked-singers-church-byo-communion-pandemic.html
Judul asli artikel : The Masked Singers and BYO Communion?
Penulis artikel : Craig Story