Sekarang adalah Saat untuk Beristirahat

Setahun yang lalu, saya berceramah di sebuah konferensi di luar negeri. Orang-orang yang datang dan acara itu sungguh luar biasa, tetapi sepanjang perjalanan pulang yang panjang, dua bayi menangis terus-menerus. Penumpang di sebelah saya menonton film sepanjang malam, melambaikan tangannya dan menabrak saya setiap kali dia terlalu bersemangat.

Pelacak digital saya memberitahu bahwa saya tidak tidur sama sekali, tetapi saya pikir saya sempat tertidur selama 30 menit, jadi saya tidak mengubah jadwal rutin saya untuk hari berikutnya. Ketika saya berkendara ke seminari untuk mengajar di kelas pagi, saya sangat mengantuk sampai-sampai saya melewatkan gerbang yang saya lalui setiap hari.

Demikian juga dengan orang-orang yang rajin, yang mengira bahwa alam semesta akan hancur jika mereka melalaikan tugas mereka hari itu. Dan, ada sebagian juga dari Anda, terutama jika Anda adalah seorang pendeta atau bekerja di beberapa jenis pelayanan lainnya.

Kita tahu bahwa pandemi virus corona telah merampas lebih dari 30 juta pekerja dari pekerjaan mereka. Banyak pekerja yang dipekerjakan jauh lebih sedikit daripada sebelumnya karena bisnis harus tetap berjalan, walaupun hanya sedikit. Pada sisi lain, jutaan orang bekerja jauh lebih lama atau dalam kondisi yang lebih sulit. Pertimbangkan para pengemudi, pakar IT, guru, perawat, pendeta, dan penasihat yang bekerja lebih keras dari sebelumnya: Anda perlu istirahat, terutama jika Anda adalah tipe orang yang menganggap seolah-olah istirahat adalah untuk orang lain.


Sekarang adalah Saat untuk Beristirahat

Tidak diragukan lagi, orang-orang yang bergantung pada Anda senang Anda bekerja keras tanpa henti sejak fase awal pandemi. Gereja-gereja dan para pemimpin mereka tidak pernah menghadapi tantangan ini sebelumnya. Masa ini adalah masa yang genting, tetapi kegentingan itu tidak terjadi setiap hari. Setelah bekerja keras berminggu-minggu, tiba saatnya bagi kita untuk membangun kembali pola hidup yang sehat, yang telah diberikan Allah, termasuk menggunakan hari istirahat.

Ingat, kalender Kristen tidak sama seperti kalender yang lain. Kalender kuno tertentu tidak punya hari istirahat. Masyarakat Barat biasanya mengikuti kalender 'lima tambah dua'; bekerja lima hari, lalu menikmati akhir pekan selama dua hari. Kalender Yahudi mirip dengan kalender itu, dengan pola enam-tambah-satu: "Enam hari kamu akan bekerja keras," lalu umat Israel beristirahat. Sebaliknya, kalender Kristen berpola satu-tambah-enam. Kita memulai setiap minggu dengan istirahat dan beribadah. Bersandar dalam karya paripurna Kristus adalah titik awal kita untuk memulai setiap minggu. Itu adalah ide yang perlu kita tangkap kembali hari ini.

Allah pun Beristirahat

Pertimbangkan ini: setelah Allah menciptakan alam semesta, Ia berhenti sejenak untuk memeriksanya dan menyebutnya "sangat baik" (Kej. 1:1 – 2:3). Karena Allah menciptakan kita dalam gambar-Nya, kita harus mengikuti pola yang sama: bekerja, lalu berhenti sejenak untuk merefleksikan kerja kita. Seperti kata Ronald Wallace: ketika Tuhan menciptakan alam semesta, Dia mencurahkan "keterampilan, energi, dan daya cipta yang tanpa batas" pada pekerjaan-Nya itu. Namun, Tuhan tidak membenamkan diri-Nya dalam pekerjaan itu.

Dia Menahan Diri

Karena Allah melepaskan diri dari ciptaan-Nya, kita dapat membedakan pekerjaan Allah dari Allah sendiri. Allah lebih agung daripada karya-Nya. Oleh karena itu, pada akhir setiap hari penciptaan, Wallace menulis, "Dia berhenti, undur, lalu berefleksi" dan menilai karya-Nya itu "baik." Karya penciptaan tidak "melelahkan-Nya atau mengikat-Nya" pada dunia. Setelah pencapaian-Nya yang tinggi itu usai, Allah memilih untuk beristirahat dan menilai pekerjaan-Nya.

Kita juga harus meneladani-Nya, karena keberadaan kita juga lebih daripada pekerjaan yang kita lakukan.

Yesus Juga Beristirahat

Yesus mengadopsi pola yang sama. Dia bekerja sampai dia cukup lelah untuk tidur dalam badai yang mengancam jiwa (Mat. 8: 23-27). Pada waktu lain, ketika murid-muridnya mendesaknya untuk makan, dia menjawab, "Aku punya makanan yang tidak kamu kenal. Makanan-Ku adalah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yoh. 4:31-34). Yesus sangat mencintai pekerjaannya sehingga hal itu memberi makan semangat-Nya. Tepat sebelum Yesus menyerahkan roh-Nya di kayu salib, Dia berseru, "Sudah selesai," karena Dia puas akan hasil kerja-Nya (Yoh. 19:30; lih. Yes 53:11).

Meskipun demikian, Yesus juga berhenti bekerja untuk berdoa, tidur, berbagi makanan, berdialog, dan beribadah di rumah-rumah ibadat setempat (Luk. 4). Kita harus melakukan hal yang sama. Tidak peduli seberapa besar kita menyukai pekerjaan kita, kita lebih dari sekadar buruh. Kita perlu tahu kapan harus berhenti.

Sebaliknya, tipe orang yang sangat rajin cenderung untuk bekerja dan kemudian bekerja lebih banyak lagi. Kita mengambil lembur untuk menebus waktu yang terbuang pada hari sebelumnya. Kita bekerja setiap hari karena khawatir kita tidak cukup berhasil pada hari-hari sebelumnya. Saat ini, kebanyakan dari kita telah kehilangan jadwal normal kita. Kita menikmati 'gangguan' yang ada; beberapa dari gangguan itu bagus, seperti bermain dengan anak-anak kita. Namun, saat kita kembali, kita merasa bersalah. Dan jika kita melakukan ini hampir setiap hari, kita dapat memilih untuk bekerja pada hari istirahat untuk mengganti waktu-waktu yang hilang itu.

Istirahat Adalah Bagian dari Penyembuhan

Kita semua melihat tanda-tanda kelelahan, kegelisahan, dan disorientasi dalam diri kita. Kita kesulitan untuk mengucapkan kata-kata tertentu, lupa nama orang lain, dan melupakan janji pertemuan. Kita bergumul dengan ketidaksabaran atau kemarahan, dan melampiaskannya pada keluarga kita. Istirahat bukanlah obat untuk segala sesuatu, tetapi bagian dari penyembuhan itu sendiri.

Kita cenderung tergoda untuk berpikir: "Aku akan beristirahat ketika hidup kembali normal." Namun, hal yang normal itu mungkin saja tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Ekonomi akan pulih perlahan-lahan, dengan beberapa kemunduran. Secara historis, perlu 10 tahun lebih untuk membuat vaksin yang aman dan efektif. Sejauh ini, belum ada satu pun pihak yang pernah membuat sebuah vaksin dalam waktu kurang dari 50 bulan -- dan tidak ada vaksin untuk berbagai penyakit, termasuk virus corona lainnya, sehingga kekacauan ini akan terjadi dalam waktu yang cukup lama.

Karena itu, jika kita berharap untuk bertahan tanpa beban rasa bersalah atau memupuk sifat buruk, kita harus beristirahat. Kita membutuhkan ritme yang sudah diberikan oleh Allah ini. (t/Yudo)


Diterjemahkan dari: