Kita hidup dalam musim semi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Biasanya sepanjang tahun ini, siswa SMA memainkan musim terakhir dari olahraga musim semi mereka. Ini adalah waktu yang ditandai oleh pesta malam perpisahan, kebaktian siswa yang akan lulus, dan upacara wisuda — biasanya.
Para siswa ini telah bersekolah selama 13 tahun. Mereka menanti untuk berjalan melintasi panggung itu untuk menerima diploma dan merayakan semua yang telah mereka capai. Ini adalah upacara yang menyimpulkan satu tahun terakhir dihabiskan untuk belajar bersama teman-teman yang mereka kenal sepanjang hidup mereka. Inilah yang kita harapkan — tetapi bukan itu yang dialami oleh siswa SMA saat ini.
Mengingat sifat dan ruang lingkup pandemi di dunia kita, kehilangan ini mungkin tampak sepele. Seseorang mungkin menunjukkan bahwa acara-acara yang tidak bisa diselenggarakan itu tidaklah seberapa dibandingkan dengan nyawa yang terancam oleh virus ini, dan itu jelas benar. Virus Corona adalah bahaya nyata bagi jutaan orang.
Kurang penting bukan berarti tidak penting.
Kehidupan manusia jauh lebih penting daripada malam perpisahan siswa SMA — itulah sebabnya, ketika dihadapkan dengan pilihan adalah antara pergi ke sekolah dan menjaga jarak sosial untuk menyelamatkan nyawa, kita memilih untuk tinggal di rumah. Namun, kurang penting bukan berarti tidak penting. Sesuatu yang penting secara budaya seperti tahun SMA sangat penting dengan caranya sendiri. Dan, sangat penting bagi lulusan siswa SMA.
Pesan kepada Angkatan 2020
Kepada angkatan 2020, saya ingin mengatakan betapa saya menyesal ini terjadi. Sebagai seorang pendeta siswa (dan paman dari seorang siswa SMA), saya kenal beberapa dari kalian. Saya berharap saya bisa memberi kalian kata-kata yang membesarkan hati dan menjadikannya lebih baik. Tidak adil jika kalian melewatkan hal-hal ini. Kalian tidak melakukan apa pun untuk mengalami ini, tetapi di sinilah kalian.
Apa yang bisa kalian lakukan? Saya mendorong kalian untuk melakukan apa yang disebut Alkitab sebagai "meratap."
Ratapan adalah perasaan atau ekspresi kesedihan. Ini bukan kata yang sangat kita kenal akhir-akhir ini. Kita dikondisikan untuk berpura-pura bahwa hidup ini hebat sepanjang waktu. Ketika kalian bertanya kepada seseorang bagaimana keadaannya, biasanya kalian tidak siap untuk menanggapi sesuatu seperti, "Hidup ini mengerikan sekarang." Kita menganggap mereka akan mengatakan semuanya berjalan baik — seperti yang kita katakan ketika orang-orang menanyakan kabar kita. Kita tidak terlatih untuk menjadi apa adanya dan rentan terhadap rasa sakit, ketakutan, dan kecemasan kita.
Akan tetapi, Alkitab penuh dengan ratapan. Jika Anda membaca Kitab Ratapan, itu sebagian besar cukup menyedihkan. Jika Anda membaca Mazmur, Anda akan menemukan 42 lagu ratapan. Hampir sepertiga dari kitab itu adalah catatan tentang orang-orang yang berseru kepada Allah dalam kesedihan. Yesus sendiri berkata, “Hati-Ku sangat berduka, seperti mau mati rasanya.” (Mat. 26:38). Alkitab menunjukkan bahwa mengekspresikan kesedihan kita bukan hanya boleh-boleh saja, tetapi perlu.
Tahun ini tidak terjadi sesuai dengan yang kita pikirkan. Para siswa SMA tidak mengalami tahun terakhir yang diimpikan banyak dari mereka. Bahkan, mereka yang tidak selalu memiliki mimpi berduka atas pengalaman yang mereka anggap sudah semestinya terjadi.
Sangat tepat untuk mengungkapkan kesedihan atas hal-hal seperti itu. Kita seharusnya meratap.
Tiga Langkah Meratap
Meratap bukan berarti tidak memercayai Allah. Sebaliknya, dalam pengertian Alkitab, meratap memiliki urutan yang jelas:
Mengekspresikan kesedihan kita kepada Allah. Mendapat pertolongan dari Allah. Memercayai Allah dan memuji Dia.
Saya mengundang semua siswa SMA yang terluka untuk mengungkapkan hal itu kepada Allah. Jujurlah sepenuhnya. Dalam Mazmur, kita melihat bahasa yang kuat yang menyampaikan kesedihan. Berseru kepada Allah adalah sesuatu yang semua anak-anak-Nya diundang untuk melakukannya. Petrus mengatakannya seperti ini: "Serahkanlah semua kekhawatiranmu kepada-Nya karena Dia yang memelihara kamu" (1 Ptr. 5: 7).
Bawalah kesedihan kalian kepada Dia yang paling memerhatikannya.
Datang ke hadapan Allah dengan kesedihan kalian adalah bijaksana, karena Dia mengasihi kalian dan dapat menolong kalian. Itu tidak selalu berarti Dia akan menjawab doa kalian persis seperti yang kalian inginkan. Itu berarti Dia tahu apa yang Dia lakukan dan akan mengerjakan "segala sesuatu bersama-sama untuk kebaikan, bagi mereka yang mengasihi Allah, yaitu mereka yang dipanggil sesuai dengan rencana Allah" (Rom. 8:28).
Mengetahui bahwa Allah peduli dan mengerjakan segala sesuatu demi yang terbaik bagi kita memungkinkan kita untuk memercayai-Nya. Ini menempatkan kita untuk berlutut di hadapan-Nya di masa yang baik dan buruk, sambil meyakini bahwa Dia akan membawa kita melewati keadaan ini.
Meratap dengan Berharap
Ratapan 3 menggunakan 20 ayat untuk menguraikan betapa buruknya hal-hal buruk bagi penulis dan orang-orangnya, dengan menyusun pernyataan yang menghancurkan, "Jiwaku terus-menerus mengingatnya, dan tertunduk dalam diriku" (Rat. 3:20). Dia benar-benar hancur dalam dirinya sendiri. Putus asa. Dikalahkan. "Tetapi inilah yang kuingat dalam pikiranku," ia melanjutkan, "dan karena itu aku berharap."
Apa yang membawa harapan bagi seseorang yang tidak memiliki harapan sama sekali? Ini:
"Kasih setia Tuhan tidak pernah habis, rahmat-Nya tidak pernah berakhir, selalu baru setiap pagi; besarlah kesetiaan-Mu. “Tuhan adalah bagianku,” kata jiwaku, “karena itu, aku berharap dalam Dia." (Rat. 3: 22-24)
Saya tidak tahu berapa lama kita akan di rumah. Saya harap ini tidak lebih lama. Saya harap kita dapat terus "meratakan kurva" dan menjaga orang-orang yang paling rentan tertular virus. Namun, inilah yang kita tahu: Allah selalu ada, dan Dia mendengarkan ketika kita menangis. Dia peduli kepada mereka yang sakit dan sekarat, dan Dia peduli kepada mereka yang berduka karena kehilangan hal-hal lain, seperti olahraga dan wisuda tahun terakhir SMA.
Siswa-siswa SMA, percayalah kepada-Nya dengan semua itu, karena Dia peduli pada kalian. (t/Jing-Jing)
Diterjemahkan dari:
- Nama situs: The Gospel Coalition
- URL: https://www.thegospelcoalition.org/article/high-school-senior-lament-your-loss-but-trust-god/
- Judul asli artikel: High School Senior, Lament Your Loss But Trust the Lord
- Penulis artikel: Adam Morris