Surat berikut ini disebarluaskan dengan seizin Fortress Press.

Martin Luther, Luther's Works, Vol.43: Devotional Writings II, ed. Jaroslav Jan Pelikan, Hilton C. Oswald, and Helmut T. Lehmann, vol. 43 (Philadelphia: Fortress Press, 1999), 119-38.

Bolehkah Seseorang Melarikan Diri dari Wabah Mematikan?

Kepada Reverend Doctor Johann Hess, pendeta di Breslau, dan kepada rekan sekerjanya dalam Injil Yesus Kristus, dari Martinus Luther

Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah Bapa kita dan Tuhan kita Yesus Kristus. Surat Anda, yang dikirimkan kepada saya di Wittenberg, telah saya terima beberapa waktu lalu. Anda ingin tahu apakah pantas seorang Kristen untuk lari dari wabah mematikan. Saya seharusnya sudah menjawab hal ini sejak lama, namun Tuhan, untuk beberapa waktu, mendisiplinkan dan menghukum saya dengan sangat parah sehingga saya tidak memiliki waktu untuk membaca dan menulis[1]. Selain itu, saya berpikir bahwa Tuhan, yang Maha Pengasih, telah mengaruniakan Anda dengan hikmat dan kebenaran yang berlimpah-limpah dalam Kristus sehingga dalam Roh dan kasih karunia-Nya, Anda cukup berkualifikasi untuk memutuskan duduk perkara ini atau bahkan perkara yang lebih sulit tanpa bantuan kami.

Namun sekarang, karena Anda terus menerus menulis kepada saya dan telah, boleh dikatakan, merendahkan diri Anda dengan memohon pandangan kami dalam hal ini, maka seperti yang telah berulang kali diajarkan oleh Rasul Paulus, bahwa kita seharusnya selalu sehati sepikir (1 Korintus 1:102 Korintus 13:11Filipi 2:2). Maka dari itu, kami memberikan pendapat kami sejauh yang Tuhan izinkan bagi kami untuk mengerti dan memahaminya. Hal ini akan kami serahkan dengan rendah hati pada penilaian Anda dan dengan begitu juga kepada para pengikut Kristus yang taat, sebagaimana sepantasnya, untuk mereka dapat memutuskan dan menarik kesimpulan mereka sendiri. Dikarenakan rumor mengenai kematian telah terdengar di sini dan di banyak wilayah yang lain, maka kami mengizinkan instruksi kami ini dicetak untuk dapat dipergunakan oleh orang banyak.

Sebagai awal, beberapa orang mungkin bersikeras bahwa seseorang tidak perlu dan tidak seharusnya lari dari wabah mematikan. Karena kematian juga dapat merupakan hukuman dari Tuhan, yang Ia kirimkan pada kita atas dosa-dosa kita, dan oleh karena itu, kita harus tunduk pada Tuhan dan dengan iman yang sejati menanti dengan sabar penghukuman kita. Kelompok ini melihat tindakan melarikan diri sebagai sesuatu yang sangat salah sekaligus merupakan bentuk ketidakpercayaan terhadap Tuhan. Sementara kelompok lain berpendapat bahwa seseorang diperbolehkan untuk melarikan diri, terutama jika ia bukan merupakan pelayan masyarakat.

Saya tidak dapat menyalahkan kelompok pertama karena keputusan luar biasa yang mereka buat. Mereka bertindak untuk tujuan yang baik, yakni keyakinan yang kuat kepada Tuhan. Mereka bahkan layak dipuji karena mereka rindu agar setiap pengikut Kristus berpegang pada iman yang kuat dan teguh. Diperlukan lebih dari sekadar "iman susu"[2] untuk menunggu kematian yang akan datang, yang masih dan tetap ditakuti oleh kebanyakan orang suci sekalipun. Siapakah yang tidak akan kagum pada orang-orang ini, yang memandang kematian sebagai sesuatu hal yang kecil? Secara sukarela mereka menerima hukuman dari Tuhan dan melakukannya tanpa mencobai Tuhan, sebagaimana yang akan kita dengar nanti.

Karena sesungguhnya adalah benar bahwa sebagian dari pengikut Kritus adalah orang yang kuat iman dan sebagian lagi adalah orang yang lemah imannya, kita tidak dapat serta-merta menempatkan beban yang sama pada setiap orang. Seseorang dengan iman yang teguh dapat meminum racun tanpa terpengaruh sedikit pun (Markus 16:18), sementara yang imannya lemah akan mati karenanya. Petrus dapat berjalan di atas air karena kuat dalam iman. Namun, ketika ia mulai ragu dan imannya melemah, ia hampir tenggelam[3]. Ketika seorang yang kuat berjalan bersama dengan orang yang lemah, ia harus menahan dirinya agar tidak berjalan sesuai dengan kekuatannya atau ia akan membuat kawannya kepayahan mengikuti langkahnya. Kristus tidak ingin pengikut-Nya yang lemah diabaikan, seperti yang Rasul Paulus ajarkan dalam suratnya untuk jemaat di Roma (Roma 15:1) dan Korintus (1 Korintus 12:22). Secara singkat, menghindari kematian dapat dilakukan karena satu dari dua alasan ini. Yang pertama, hal tersebut dapat terjadi berdasarkan ketidaktaatan terhadap perintah dan firman Tuhan. Sebagai contoh, dalam kasus seseorang yang dipenjarakan karena firman Tuhan, yang demi menghindari kematian, akhirnya menyangkal dan menolak firman Tuhan. Dalam situasi seperti itu, setiap orang perlu menaati mandat dan perintah Kristus untuk tidak kabur tetapi justru menderita, seperti firman-Nya, "Akan tetapi, siapa yang menyangkal Aku di hadapan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di hadapan Bapa-Ku yang ada di surga" dan "Jangan takut kepada mereka yang membunuh tubuh, tetapi yang tidak dapat membunuh jiwa," (Matius 10:3328).

Mereka yang terlibat dalam pelayanan rohani seperti pengkhoaytah dan pendeta harus tetap teguh di hadapan bahaya maut[4]. Kita mendapatkan perintah yang jelas dari Kristus, "Gembala yang baik memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba. Seorang upahan, bukan seorang gembala, yang bukan pemilik domba-domba itu, melihat serigala datang, dia meninggalkan domba-domba itu dan lari" (Yohanes 10:11). Karena ketika seseorang sekarat, pada saat itulah mereka paling membutuhkan pelayanan rohani untuk menguatkan dan menghibur hati mereka dengan kata-kata dan pengakuan di dalam iman yang mengalahkan maut. Bagaimanapun juga, apabila di suatu tempat terdapat cukup pengkhoaytah dan mereka sepakat untuk mendorong pendeta lain meninggalkan tempat itu agar ia tidak menempatkan dirinya dalam bahaya yang tidak perlu, saya tidak menganggap hal tersebut berdosa karena pelayanan rohani tetap dapat disediakan dan karena pendeta yang dimaksud juga akan bersedia tinggal seandainya memang diperlukan. Kita membaca bahwa St. Athanasius[5] melarikan diri dari gerejanya untuk keselamatan dirinya karena banyak orang lain yang dapat mengurus tugas-tugasnya. Begitu pula, saudara-saudara di Damaskus menurunkan Paulus dengan menggunakan keranjang agar ia dapat melarikan diri (Kisah Para Rasul 9:25). Paulus juga mengizinkan dirinya diselamatkan dari bahaya di pasar (Kisah Para Rasul 19:30) karena membahayakan diri seperti itu tidaklah perlu.

Demikian juga, semua orang yang memegang jabatan pelayanan publik seperti para walikota, para hakim, dan sebagainya memiliki kewajiban untuk tetap tinggal. Hal ini juga sesuai dengan firman Tuhan, yang mendirikan otoritas sekuler dan yang memerintahkan agar kota dan desa diatur, dilindungi, dan dijaga, sebagaimana yang Rasul Paulus ajarkan (Roma 13:4), "Sebab mereka adalah pelayan Allah demi kebaikanmu." Mengabaikan komunitas yang telah dipercayakan dan meninggalkannya tanpa adanya pejabat yang berwenang atau pemimpin, dapat menimbukan terjadinya berbagai macam bahaya seperti kebakaran, pembunuhan, kerusuhan, dan segala hal buruk lain yang dapat terbayangkan, merupakan suatu dosa besar. Ketiadaan hukum dan ketertiban merupakan bencana yang dikehendaki oleh iblis. Rasul Paulus berkata, "Akan tetapi, jika seseorang tidak memelihara sanak keluarganya sendiri, khususnya keluarga dekatnya, berarti ia telah menyangkali imannya dan ia lebih buruk daripada orang yang tidak percaya" (1 Timotius 5:8). Di lain sisi, jika dalam kelemahan besar mereka pergi tetapi menyediakan pengganti yang cakap untuk memastikan komunitas yang ditinggalkannya diatur dan dilindungi dengan baik, seperti yang kita maksudkan sebelumnya, dan jika ia secara hati-hati terus menerus mengawasi mereka (yaitu penggantinya), maka semuanya itu pantas dilakukan.

Apa yang berlaku pada kedua institusi ini (gereja dan pemerintahan) juga seharusnya berlaku bagi orang-orang yang berkecimpung dalam bidang pelayanan atau memiliki kewajiban terhadap satu sama lain. Seorang pelayan tidak seharusnya meninggalkan tuannya, begitu juga seorang pelayan wanita tidak meninggalkan nyonyanya kecuali dengan sepengetahuan atau izin tuan dan nyonyanya. Akan tetapi, seorang tuan tidak seharusnya meninggalkan pelayannya atau seorang nyonya tidak seharusnya meninggalkan pembantunya kecuali mereka telah menyediakan perbekalan yang cukup bagi pelayan-pelayannya. Dalam hal ini sudah menjadi perintah ilahi, bahwa para pelayan dan pelayan wanita harus patuh kepada majikan sementara para majikan juga harus merawat para pelayannya[6]. Begitu pula, para ayah dan ibu terikat oleh hukum Tuhan untuk melayani dan menolong anak-anak mereka, dan anak-anak juga wajib melayani dan menolong orang tua mereka. Begitu juga para pegawai negeri seperti dokter kota, juru tulis dan polisi, atau jabatan apapun yang mereka sandang, tidak seharusnya pergi kecuali mereka menyediakan pengganti yang cakap, yang juga disetujui oleh atasan mereka.

Dalam kasus seorang anak yatim piatu, wali atau kerabat dekatnya wajib tinggal bersama mereka atau mengusahakan agar mereka tetap terpelihara. Sementara bagi orang yang sakit, saudara atau rekannya harus mengupayakan agar mereka mendapat perawatan medis yang memadai. Ya, tidak seorang pun boleh meninggalkan tetangganya kecuali ada orang lain yang dapat menggantikannya dalam merawat tetangga yang sakit tersebut. Dalam kasus tersebut, kita harus menghormati perkataan Kristus, "Aku sakit ..., dan kamu tidak menengok Aku" (Matius 25:41-46). Menurut firman Tuhan di bagian ini, kita terikat satu sama lain dan tidak ada seorang pun yang boleh meninggalkan orang lain dalam kesulitan. Sebaliknya, kita harus membantu orang yang berada dalam kesulitan sebagaimana kita ingin dibantu apabila berada di posisinya.[7]

Ketika dihadapkan dengan kasus yang tidak darurat, yakni adanya cukup orang untuk merawat orang-orang sakit, dan (baik secara sukarela maupun oleh karena diperintahkan) mereka yang lemah imannya menyediakan perbekalan yang cukup sehingga tidak memerlukan tambahan orang, atau ketika orang-orang yang sakit menolak bantuan mereka, saya menganggap bahwa seseorang boleh memilih untuk pergi atau tetap tinggal. Jika seseorang merasa memiliki iman yang cukup kuat, biarkan ia tetap tinggal dalam nama Tuhan; hal itu tentu saja bukan suatu dosa. Namun, jika seseorang lemah dan penakut, biarlah ia pergi dalam nama Tuhan, dengan syarat ia telah menyediakan perbekalan yang memadai bagi orang-orang yang tinggal untuk merawat orang-orang sakit. Menjauhkan diri dari kematian dan menyelamatkan diri merupakan kecenderungan alami manusia. Hal itu ditanamkan oleh Tuhan dan bukanlah sesuatu yang dilarang, kecuali jika hal tersebut melawan Tuhan dan mengabaikan orang-orang di sekitarnya, seperti yang Rasul Paulus katakan (Efesus 5:29), "Sebab, tidak ada orang yang pernah membenci tubuhnya sendiri, tetapi ia memelihara dan merawatnya." Bahkan diperintahkan bahwa setiap orang sebisa mungkin harus merawat dirinya dan tidak mengabaikannya, seperti yang dikatakan Rasul Paulus (1 Korintus 12:21-26) bahwa Tuhan memerintahkan agar anggota-anggota tubuh itu memperhatikan satu sama lain.

Kita tidak dilarang (bahkan diperintahkan) untuk mengusahakan makanan, pakaian dan keperluan sehari-hari dengan mencucurkan keringat sendiri dan menghindari kehancuran atau bencana semampu kita, selama kita melakukannya tanpa mengurangi kasih dan kewajiban kita terhadap orang-orang di sekitar kita. Betapa lebih baiknya memelihara hidup dan menghindari kematian, jika hal ini dapat dilakukan tanpa membahayakan orang-orang di sekitar kita. Karena hidup lebih dari sekadar makanan dan pakaian, seperti yang Kristus sendiri katakan dalam Matius 6:25. Jika seseorang kuat dalam iman dan bersedia menderita ketelanjangan, kelaparan, dan kekurangan tanpa mencobai Tuhan dan tanpa mencoba melarikan diri (meskipun hal itu dapat dilakukannya), biarkan ia terus melakukannya, tetapi janganlah ia menghakimi orang-orang yang tidak melakukan hal yang sama dengannya.

Banyak contoh dalam Alkitab yang membuktikan bahwa melarikan diri dari kematian bukanlah suatu yang salah. Abraham adalah bapa orang percaya, tetapi ia takut akan kematian dan menghindarinya dengan menyuruh Sara, istrinya, berpura-pura menjadi saudara perempuannya[8]. Karena hal itu dilakukannya tanpa mengabaikan atau merugikan orang-orang di sekitarnya, maka itu tidak diperhitungkan sebagai dosa. Putranya, Ishak, juga melakukan hal serupa[9]. Yakub juga melarikan diri dari kakaknya Esau untuk menghindari kematian di tangannya[10]. Begitu pula Daud melarikan diri dari Saul dan dari Absalom[11]. Nabi Uria melarikan diri dari Raja Yoyakim ke Mesir[12]. Elia, nabi pemberani yang mengalahkan seluruh nabi-nabi Baal dengan imannya yang besar itu juga merasa takut setelah Ratu Izebel mengancamnya sehingga ia melarikan diri ke padang gurun (1 Raja-raja 19:3). Sebelumnya, Musa melarikan diri ke tanah Midian ketika Firaun memburunya di seluruh tanah Mesir[13]. Banyak orang lain yang juga melakukan hal sama. Mereka semua menghindari kematian jika hal itu memungkinkan, dan menyelamatkan nyawa mereka tanpa mengabaikan kebutuhan orang-orang di sekitar mereka.

Anda mungkin berkata, "Ya, tetapi konteks dari contoh-contoh itu bukanlah tentang kematian yang diakibatkan wabah, melainkan karena penganiayaan." Jawaban saya: kematian adalah kematian, apapun sebabnya. Berdasarkan firman Tuhan, Tuhan mengirimkan empat bencana: wabah, kelaparan, pedang, dan binatang buas[14]. Jika kita diperbolehkan untuk melarikan diri dari salah satunya, mengapa kita tidak boleh lari dari keempatnya? Contoh-contoh tadi menunjukkan bagaimana para Bapa Leluhur melarikan diri dari pedang, tapi Alkitab juga mencatat dengan jelas bahwa Abraham, Ishak, dan Yakub pun melarikan diri dari bencana yang lain (yaitu kelaparan dan kematian)ketika mereka pergi ke Mesir (Kejadian 40-47). Begitu pula, mengapa seseorang tidak boleh melarikan diri dari binatang buas? Saya mendengar orang-orang berkata, "Jika perang atau penjarah datang, orang tidak perlu melarikan diri dari desa atau kotanya tetapi tinggal dan menunggu penghukuman Tuhan yang datang melalui pedang." Hal ini cukup benar; biarlah mereka yang kuat iman menunggu kematiannya, tetapi ia tidak seharusnya mengutuk mereka yang melarikan diri.

Dengan logika seperti itu, ketika sebuah rumah terbakar, tidak seorang pun yang boleh lari keluar atau bergegas menolong karena kebakaran juga merupakan penghukuman dari Tuhan. Siapapun yang jatuh ke air yang dalam dan hampir tenggelam, tidak boleh berusaha menyelamatkan dirinya dengan berenang tetapi harus berpasrah di dalam air sebagai penghukuman ilahi. Baiklah, hal tersebut boleh Anda lakukan tetapi janganlah mencobai Tuhan, dan izinkan orang lain untuk melakukan apa yang bisa mereka lakukan. Jadi, jika seseorang mengalami patah kaki, terluka atau tergigit, dia seharusnya tidak perlu mencari bantuan medis tetapi berkata, "Ini adalah penghukuman Tuhan. Saya harus menanggungnya sampai luka tersebut sembuh dengan sendirinya." Musim dingin dan cuaca yang membekukan juga merupakan penghukuman dari Tuhan dan dapat menyebabkan kematian. Mengapa berlari ke dalam rumah atau mendekat ke perapian? Jadilah kuat dan tinggallah di luar sampai cuaca menjadi hangat kembali. Begitu pula kita tidak akan memerlukan apotek atau obat-obatan, atau bahkan dokter, karena semua penyakit merupakan penghukuman dari Tuhan. Kelaparan dan kehausan juga merupakan hukuman berat dan menyiksa. Mengapa Anda makan dan minum dan tidak membiarkan diri Anda dihukum sampai kelaparan dan kehausan itu berhenti dengan sendirinya? Tentu saja, pembicaraan semacam itu akan membawa kita ke titik di mana kita akan mempersingkat Doa Bapa Kami dan kita tidak lagi berdoa, "lepaskanlah kami dari yang jahat, Amin," karena kita harus berhenti berdoa untuk meminta diselamatkan dari neraka dan berhenti mencari cara untuk menghindarinya. Hal itu juga merupakan penghukuman Tuhan atas setiap kejahatan. Lalu, di manakah semua ini akan berakhir?

Dari apa yang telah dijelaskan di atas, maka kita dapat menyimpulkannya dalam panduan berikut ini: Kita harus berdoa melawan setiap bentuk kejahatan dan menjaga diri kita dengan seluruh kemampuan kita, supaya kita tidak bertindak bertentangan dengan Tuhan, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Jika memang Tuhan yang berkehendak agar kita tertimpa musibah dan mati, maka tidak satupun upaya yang kita lakukan dapat mencegahnya. Setiap orang harus menanamkan hal ini dalam hati: pertama, jika dirinya merasa terikat untuk tinggal di tempat kematian merajalela untuk menolong orang-orang di sekitarnya, biarlah ia mempercayakan dirinya kepada Tuhan dan berkata, "Tuhan Allah, saya lemah dan penuh ketakutan. Oleh sebab itu saya melarikan diri dari kejahatan dan saya melakukan apapun yang saya bisa untuk melindungi diri saya. Meskipun demikian, saya berada dalam tangan-Mu baik dalam bahaya ini maupun bahaya lain yang mungkin menghampiri saya. Kehendak-Mu yang jadi. Usaha saya untuk melarikan diri pun tidak akan berhasil karena bencana dan bahaya ada di mana-mana. Apalagi, si jahat tidak pernah tertidur. Ia adalah pembunuh sejak awalnya (Yohanes 8:44) dan mencoba segala cara untuk menyebabkan pembunuhan dan ketidakberuntungan di mana-mana."[15]

Sama halnya, kita harus dan kita juga berhutang kepada orang-orang di sekitar kita untuk memperlakukan mereka dengan perlakuan yang sama ketika dihadapkan pada masalah dan bahaya. Jika rumahnya mengalami kebakaran, kasih mendorong saya untuk lari menolongnya untuk memadamkan api. Jika ada cukup banyak orang untuk memadamkan api, saya mungkin akan pulang ke rumah atau tetap tinggal untuk menolongnya. Jika ia jatuh ke dalam air atau lubang, saya tidak akan meninggalkannya, tetapi harus segera menolongnya sebisa saya. Jika ada orang lain yang dapat melakukannya, saya terbebas dari kewajiban itu. Jika saya melihatnya kelaparan dan kehausan, saya tidak dapat mengabaikannya tetapi saya harus memberinya makanan dan minuman, tanpa mempertimbangkan apakah saya juga akan kelaparan dan kehausan karenanya. Seseorang yang hendak menolong atau membantu orang lain tanpa membahayakan keamanan atau keutuhan barang miliknya, tidak akan pernah menolong orang-orang di sekitarnya. Dia akan selalu memperhitungkan kerugian, kerusakan, bahaya, dan kehilangan yang akan dideritanya. Tidak ada orang yang dapat hidup bertetangga dan berdampingan satu sama lain tanpa risiko terhadap keamanannya, istrinya, anaknya, atau barang kepunyaannya. Dia harus menyadari bahwa kebakaran atau kecelakaan lainnya yang terjadi pada rumah tetangganya dapat membahayakan nyawanya, nyawa istri, nyawa anak-anaknya, barang kepunyaannya dan segala yang dia miliki.

Siapa saja yang tidak melakukan hal tersebut untuk tetangga dan orang-orang di sekitarnya, melainkan mengabaikan dan meninggalkannya dalam kemalangan, menjadi seorang pembunuh di mata Tuhan, sebagaimana yang Rasul Yohanes nyatakan dalam surat penggembalaannya, "Setiap orang yang membenci saudaranya adalah seorang pembunuh," dan lagi, "Namun, apabila orang memiliki harta duniawi, dan melihat saudaranya sedang membutuhkan, tetapi menutup hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimana mungkin kasih Allah ada di dalam hatinya?" (1 Yohanes 3:15, 17). Hal itu juga merupakan salah satu dosa yang dikaitkan Tuhan dengan kota Sodom ketika Ia bersabda melalui Nabi Yehezkiel, "Ketahuilah, inilah kesalahan dari saudara perempuanmu, Sodom: dia dan anak-anak perempuannya begitu sombong, mereka memiliki makanan berlimpah, dan menikmati hidup yang tenang, tetapi tidak menolong orang-orang miskin dan orang-orang sengsara" (Yehezkiel 16:49). Demikianlah, Kristus akan menghakimi mereka sebagai pembunuh pada Hari Terakhir ketika ia berkata, "Aku sakit dan kamu tidak menengok Aku" (Matius 25:43). Jika itu merupakan penghakiman terhadap mereka yang lalai menengok orang-orang sakit dan miskin atau untuk memberikan mereka kelegaan, maka bayangkan apa yang akan menjadi penghakiman bagi mereka yang mengabaikan orang-orang sakit dan membutuhkan lalu membiarkan mereka berbaring tak terurus seperti anjing dan babi? Ya, bagaimana pula mereka yang merampok orang-orang miskin dari kepunyaan mereka yang hanya sedikit dan mengganggu mereka dengan segala cara? Itulah yang dilakukan para tiran terhadap orang-orang miskin yang menerima Injil. Tapi biarkanlah mereka; mereka akan menerima penghakiman mereka sendiri.

Alangkah baiknya, jika terdapat pemerintahan yang efisien di kota-kota dan negara-negara, untuk memastikan rumah-rumah penampungan dan rumah sakit memiliki staf yang cukup untuk mengurus orang sakit sehingga pasien-pasien dapat ditangani di sana -- sebagaimana dimaksudkan oleh para pendiri kota saat memutuskan untuk mendirikan rumah sakit umum dan klinik agar setiap orang tidak perlu menyediakan rumah sakit di rumah mereka masing-masing. Juga akan sangat baik dan terpuji apabila para pengikut Kristus menawarkan bantuan dan kontribusi dengan murah hati, terutama para pejabat. Seandainya tidak terdapat institusi seperti rumah sakit -- karena hanya tersedia di beberapa tempat saja -- kita harus memberikan penanganan medis dan merawat satu sama lain dalam keadaan seperti apapun atau kita berisiko kehilangan keselamatan dan kasih karunia Tuhan. Seperti ada tertulis dalam firman dan perintah Tuhan, "Kasihilah sesamamu masusia seperti dirimu sendiri," dan, "Karena itu, segala sesuatu yang kamu ingin orang lakukan kepadamu, demikian juga kamu lakukan kepada mereka karena inilah isi Hukum Taurat dan kitab para nabi" (Matius 7:12).

Sekarang jika sebuah epidemi mematikan menyerang, kita seharusnya tetap tinggal di tempat kita berada, mempersiapkan diri, dan dikuatkan dengan fakta bahwa kita terikat bersama (sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya) dan agar kita tidak melarikan diri atau meninggalkan sesama kita. Pertama-tama, kita boleh saja meyakini bahwa penghukuman Tuhan telah menimpa kita, dan tidak hanya untuk menghukum kita atas dosa-dosa kita tetapi juga untuk menguji iman dan kasih kita -- iman kita, agar kita dapat melihat dan mengalami bagaimana seharusnya kita bertindak terhadap Tuhan; kasih kita, agar kita dapat mengetahui bagaimana seharusnya kita bertindak terhadap orang-orang di sekitar kita. Secara pribadi, saya berpendapat bahwa semua epidemi, seperti wabah, yang disebarkan di antara orang-orang oleh roh jahat yang meracuni udara atau mengeluarkan nafas mengandung wabah yang berbahaya ke dalam daging kita. Bagaimanapun, ini merupakan ketetapan dan penghukuman dari Tuhan yang kepadanya kita harus tunduk dan tetap melayani orang-orang di sekitar kita, walaupun itu berarti mempertaruhkan hidup kita seperti yang diajarkan oleh Rasul Yohanes, "Yesus Kristus telah menyerahkan hidup-Nya untuk kita. Jadi, kita juga harus menyerahkan hidup kita untuk saudara-saudara kita" (1 Yohanes 3:16).

Ketika seseorang dikuasai ketakutan dan ketidaksukaan yang amat sangat terhadap kehadiran orang sakit, ia harus memberanikan diri dan percaya sepenuh hati bahwa si jahatlah yang menyebabkan timbulnya perasaan-perasaan negatif tersebut di dalam hatinya. Iblis merupakan penipu yang penuh kepahitan sehingga ia tidak hanya mencoba membunuh dan membinasakan, namun juga senang membuat kita ketakutan setengah mati, khawatir, dan gelisah agar kita menganggap bahwa keadaan sekarat sangatlah mengerikan dan tidak ada istirahat atau damai sejahtera sepanjang hidup kita. Oleh sebab itu, iblis selalu berusaha mengeluarkan kita dari hidup sebagaimana ia ingin membuat kita putus asa terhadap Tuhan, menjadi tidak bersedia dan tidak siap untuk mati. Dan, di bawah langit gelap berbadai yang penuh ketakutan dan kecemasan, membuat kita melupakan dan kehilangan Kristus, cahaya dan hidup kita, yang akhirnya membuat kita mengabaikan orang-orang di sekitar kita dalam penderitaannya. Dengan demikian, kita akan berdosa terhadap Tuhan dan manusia; hal itu yang akan menjadi kemenangan dan kesukaan iblis. Karena kita tahu bahwa merupakan permainan baginya untuk menimbulkan ketakutan dan kegentaran di hati kita, maka kita seharusnya meminimalkannya, memberanikan diri demi membalas dan mengganggunya, kemudian mengirimkan ketakutan-ketakutan itu kembali padanya. Dan kita harus memperlengkapi diri kita dengan jawaban ini kepada si jahat:

"Enyahlah kau iblis bersama ketakutan-ketakutan yang kau bawa! Karena kau membencinya, maka saya akan membuatmu sebal dengan cara sesegera mungkin menolong orang-orang di sekitar saya yang sakit. Saya tidak akan memberikan perhatian padamu: Saya punya dua hal yang dapat saya gunakan untuk menghadapimu: yang pertama adalah saya tahu bahwa membantu orang-orang di sekitar saya menyenangkan Tuhan dan malaikat-malaikat-Nya; dengan melakukan hal ini, saya melakukan kehendak-Nya dan memberikan pelayanan dan ketaatan yang sejati kepada-Nya. Terlebih lagi karena kau membencinya dan sangat menentangnya, itu pastilah diterima oleh Tuhan. Saya akan siap sedia melakukannya bahkan jika saya hanya menyenangkan satu malaikat saja. Tetapi sekarang, bahwa itu dapat menyenangkan Tuhan Yesus Kristus dan seluruh penghuni surga karena hal tersebut adalah kehendak dan perintah Allah Bapa, maka bagaimana mungkin ada rasa takut darimu yang dapat membuat saya gentar dan merusak sukacita di surga atau kesenangan bagi Tuhan saya? Atau bagaimana mungkin saya membuatmu dan para penghuni neraka senang dengan memberimu alasan untuk mengejek dan menertawakan saya? Tidak, kalian bukanlah yang akan terakhir berkata-kata! Jika Kristus telah mencurahkan darahnya dan mati bagi saya, mengapa saya tidak berani membiarkan diri saya rentan kepada sebagian kecil bahaya demi nama-Nya dan mengesampingkan wabah lemah ini? Jika engkau dapat menakut-nakuti, maka Kristus dapat menguatkan saya. Jika engkau dapat membunuh, Kristus dapat memberi kehidupan. Jika engkau memiliki racun pada taringmu, Kristus memiliki obat yang lebih hebat. Bukankah, Kristus saya yang terkasih, dengan petunjuk-petunjuk-Nya, kebaikan-Nya, dan semua dorongan-Nya, jauh lebih penting bagi jiwa saya dibandingkan engkau, si jahat dengan gertakmu bagi daging saya? Tuhan jauhkan! Enyahlah, iblis. Inilah Kristus dan inilah saya, hamba-Nya dalam pekerjaan ini. Biarlah Kristus dipermuliakan! Amin."

Hal kedua yang dapat melawan iblis adalah janji Allah yang akan memberikan keberanian bagi mereka yang melayani orang-orang yang membutuhkan. Dia berkata (Mazmur 41:1-3), "Betapa diberkatinya orang yang berakal budi terhadap orang miskin; TUHAN akan menyelamatkannya pada hari kesusahan. TUHAN akan menjaga dan melanjutkan hidupnya, dan dia akan disebut berbahagia di bumi, jangan serahkan dia kepada kehendak musuh-musuhnya. TUHAN menopangnya pada waktu dia meringkuk di tempat tidurnya. Kesakitannya Engkau ubahkan seluruhnya." Bukankah ini merupakan janji yang hebat dan luar biasa yang Tuhan berikan pada mereka yang membutuhkan? Apa yang perlu kita takutkan atau apa yang dapat menjauhkan kita dari penghiburan ilahi yang hebat ini? Pelayanan yang kita lakukan terhadap orang yang membutuhkan hanyalah hal kecil dibandingkan dengan janji dan upah dari Tuhan yang Rasul Paulus sampaikan pada Timotius, "Kesalehan berguna dalam segala hal karena mengandung janji untuk kehidupan sekarang dan juga kehidupan yang akan datang" (1 Timotius 4:8). Kesalehan tidak lain dan tidak bukan adalah pelayanan terhadap Tuhan. Pelayanan terhadap Tuhan berarti juga pelayanan terhadap sesama. Hal itu dibuktikan bahwa mereka yang merawat orang-orang yang sakit dengan kasih, kesetiaan, dan ketulusan, pada umumnya terlindungi. Walaupun mereka diracuni, mereka tidak akan tersakiti. Sebagaimana Mazmur mencatat, "kesakitannya Engkau ubahkan seluruhnya" (Mazmur 41:3), yang berarti Anda mengganti dipan kesakitannya menjadi dipan kesehatan. Seseorang yang merawat orang yang sakit karena tamak, atau karena mengharapkan harta warisan atau keuntungan pribadi lain atas pelayanannya itu seharusnya tidak terkejut jika ia juga tertular penyakit, cacat, atau bahkan meninggal sebelum ia mendapatkan rumah atau harta warisan tersebut.

Namun, barangsiapa melayani orang sakit demi janji kemurahan Tuhan, walaupun ia mungkin menerima upah yang layak diberikan padanya, sebagaimana setiap pekerja berhak atas kerja kerasnya -- siapapun yang melakukannya memiliki jaminan bahwa ia akan dipelihara. Allah sendiri yang akan menjadi pemelihara dan dokternya. Betapa Ia adalah Pemelihara yang luar biasa! Betapa Ia juga adalah dokter yang luar biasa! Sahabatku, apalah artinya semua dokter, ahli obat, dan perawat jika dibandingkan dengan Tuhan sendiri? Tidakkah itu mendorong seseorang untuk pergi dan melayani seseorang yang sakit, walaupun dia mungkin memiliki bisul sebanyak rambut di tubuhnya, dan walaupun dia mungkin terbungkuk dengan tubuh yang dipenuhi dengan ratusan wabah! Wabah penyakit atau pekerjaan iblis apakah yang dapat melawan Tuhan yang telah berjanji untuk menjadi pemelihara dan penghibur kita, yang kemudian membuat kita ketakutan atau jijik terhadap beberapa bisul kecil atau beberapa bahaya tidak pasti padahal seharusnya kita dikuatkan dengan janji yang begitu pasti dan setia dari Tuhan! Apa gunanya bagi Anda jika semua dokter dan seluruh dunia melayani Anda, tetapi Tuhan tidak hadir? Sekali lagi, bahaya apa yang dapat mencelakakan Anda jika seluruh dunia mengabaikan Anda dan tidak ada satupun dokter bersama Anda, tetapi Tuhan ada dan jaminan-Nya bersama Anda? Tidakkah Anda tahu bahwa ribuan malaikat menjagai Anda demikian rupa sehingga Anda dapat berjalan di tengah wabah, sebagaimana tertulis (Mazmur 91:11-13), "Sebab, Dia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya menjaga seluruh jalanmu. Mereka akan mengangkatmu di atas tangan mereka, sehingga kakimu takkan tersandung pada batu. Kamu akan melangkahi singa dan ular berbisa; singa muda dan naga laut akan kauinjak-injak."

Jadi, sahabat yang terkasih, marilah kita tidak kehilangan pengharapan sehingga kita mengabaikan orang-orang yang wajib kita tolong, dan melarikan diri secara pengecut dari teror iblis, atau mengizinkannya mengolok-olok dan mendukakan Tuhan serta malaikat-malaikat-Nya. Karena telah terbukti benar bahwa ia yang membenci janji dan perintah dari Tuhan dan meninggalkan orang-orang dalam kekurangan, melanggar seluruh hukum Tuhan dan bersalah atas nyawa orang-orang yang diabaikannya. Saya khawatir bahwa dalam kasus ini, janji Tuhan justru akan berbalik menjadi ancaman yang mengerikan dan Mazmur 41 akan berbunyi demikian: "Terkutuklah orang yang tidak memelihara orang-orang yang membutuhkan, namun justru melarikan diri dan menelantarkan mereka. TUHAN tidak akan menyelamatkannya pada waktu-waktu jahat, tetapi akan menjauhi dan meninggalkannya. TUHAN tidak akan memelihara dan menjaganya tetap hidup dan juga tidak akan membuatnya sejahtera di bumi tetapi akan menyerahkannya ke dalam tangan musuh-musuhnya. TUHAN tidak akan menopangnya pada waktu ia meringkuk di tempat tidurnya dan tidak juga mengangkatnya dari pembaringannya." Karena "dengan penghakiman yang kamu gunakan untuk menghakimi, kamu akan dihakimi, dan ukuran yang kamu gunakan untuk mengukur akan diukurkan kepadamu" (Matius 7:2). Tidak ada hal lain yang dapat ditafsirkan dari ayat tersebut. Sangatlah mengerikan mendengar ini, dan lebih mengerikan lagi menunggu hal ini terjadi, dan yang paling mengerikan adalah untuk mengalami hal tersebut. Apa lagi yang dapat terjadi jika Tuhan menarik penyertaan tangan-Nya dan menelantarkan kita kecuali segala sesuatu yang merupakan pekerjaan iblis dan kejahatan semata. Hal ini tidak mungkin terjadi kecuali apabila, bertentangan dengan kehendak Allah, seseorang menelantarkan orang-orang di sekelilingnya. Nasib buruk semacam ini tentunya akan mendatangi siapapun yang melakukan hal semacam itu, kecuali ia sungguh-sungguh menyesalinya dan bertobat.

Inilah yang saya tahu pasti, bahwa jika yang terbaring dalam kesakitan adalah ibu seseorang atau Kristus, maka orang tersebut akan dengan senang hati melayani atau menolongnya. Setiap orang menjadi pemberani dan tak kenal takut; tidak ada seorang pun yang akan melarikan diri dan bahkan berlomba-lomba untuk datang. Akan tetapi mereka tidak mendengar apa yang Kristus sendiri katakan, "Sebagaimana kamu melakukannya terhadap satu dari saudara-saudara-Ku yang paling kecil ini, kamu melakukannya untuk-Ku" (Matius 25:40). Ketika memberitahukan tentang perintah yang terutama, Ia berkata, "Yang kedua adalah seperti ini, Kamu harus mengasihi sesamamu seperti dirimu sendiri" (Matius 22:39). Begitulah Anda telah mendengar perintah bahwa mengasihi orang-orang di sekitar Anda setara dengan hukum yang paling terutama yaitu mengasihi Tuhan, dan apa yang Anda lakukan atau tidak lakukan kepada orang-orang di sekitar Anda berarti Anda melakukan hal yang sama terhadap Tuhan. Jika Anda berharap untuk melayani Kristus, maka Anda bisa melayani orang-orang sakit di sekitar Anda. Pergilah padanya dan layanilah dia, dan Anda tentunya akan menemukan Kristus dalam dirinya, tidak secara fisik namun dalam firman-Nya. Jika Anda tidak mau melayani atau merawat orang-orang di sekitar Anda, maka dapat dipastikan bahwa jika Kristus yang terbaring di sana, Anda tetap akan membiarkannya terbaring begitu saja. Jikapun Anda benar-benar melayani Kristus ketika Ia yang terbaring di sana, maka itu hanyalah ilusi dalam pikiran kita untuk memupuk kebanggaan sia-sia bagi diri kita sendiri. Itu tidak berarti apa-apa melainkan hanyalah kebohongan; siapapun yang ingin melayani Kristus secara langsung pasti akan melayani orang-orang di sekitarnya juga. Hal ini disampaikan sebagai peringatan sekaligus dorongan melawan ketakutan dan tindakan melarikan diri yang merupakan godaan dari iblis agar kita tidak menaati perintah Allah tentang interaksi yang sepatutnya antara kita dengan orang-orang di sekitar kita dan akhirnya jatuh dalam dosa.

Sementara itu, orang juga mungkin jatuh dalam dosa lainnya yang lebih parah yaitu dengan mencobai Tuhan dan mengesampingkan segala sesuatu yang dapat mencegah kematian dan wabah. Mereka menghindari penggunaan obat; tetapi mereka tidak menghindari tempat-tempat dan orang-orang yang tertular wabah, kemudian tanpa berbeban mereka berlomba-lomba menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang mandiri. Mereka berkata bahwa wabah tersebut merupakan penghukuman dari Tuhan; jika Ia berkehendak untuk melindungi mereka, Ia dapat melakukannya tanpa obat-obatan atau keberhati-hatian kita. Ini bukanlah mempercayai Tuhan, namun mencobai Dia. Tuhan telah membuat obat-obatan dan memperlengkapi kita dengan akal budi untuk menjaga dan memelihara tubuh kita agar kita dapat hidup sehat.

Jika seseorang dapat bertahan tanpa menggunakan logika atau obat-obatan dan tidak merugikan orang-orang di sekitarnya, dia harus berhati-hati jika ia terluka dan juga harus menyadari bahwa terdapat kemungkinan bahwa di mata Tuhan ia sedang melakukan bunuh diri. Dengan alasan yang sama, seseorang mungkin menolak makan dan minum, pakaian dan tempat tinggal, lalu dengan berani menyatakan bahwa imannya pada Tuhan dapat menyelamatkannya dari kelaparan dan kedinginan. Hal ini dapat dikategorikan sebagai bunuh diri. Lebih jauh lagi, jika seseorang tidak merawat dirinya dan lalai untuk melindungi dirinya sebisa mungkin dari wabah dan kemudian menulari dan meracuni orang lain yang kemungkinan bisa selamat andai saja ia merawat tubuhnya sebagaimana mestinya, maka ia menjadi pembunuh dan harus mempertanggungjawabkan kematian orang tersebut di hadapan Allah. Hal yang dilakukannya dianggap sama dengan seseorang yang membiarkan sebuah rumah terbakar tanpa ada yang berusaha memadamkannya, bahkan mereka mengipasi api tersebut agar seluruh kota terbakar, dan menyatakan bahwa jika Tuhan berkehendak, Ia dapat memadamkan api tersebut tanpa air.

Tidak, sahabat-sahabatku terkasih, hal seperti itu tidaklah bijaksana. Minumlah obat; gunakan cairan desinfektan yang dapat menolong Anda mensterilkan rumah, halaman, dan jalanan; hindarilah orang-orang atau tempat-tempat yang tidak membutuhkan kehadiran Anda, dan bertindaklah sebagaimana orang yang ingin membantu memadamkan kota yang terbakar. Bukankah epidemi sama seperti api, hanya saja yang digerogotinya bukanlah kayu dan jerami melainkan tubuh dan kehidupan? Anda harusnya berpikir begini: "Baiklah dengan perizinan Tuhan, si jahat telah mengirimkan racun dan sampah mematikan pada kita. Maka dari itu, saya akan meminta belas kasihan Tuhan untuk melindungi kita. Kemudian saya akan melakukan fumigasi, membantu untuk memurnikan udara, minum obat secara teratur. Saya akan menghindari tempat-tempat dan orang-orang yang tidak memerlukan kehadiran saya agar tidak tertular dan kemudian menulari orang lain. Dengan demikian, saya tidak menyebabkan kematian orang-orang tersebut dengan keteledoran saya. Jika Tuhan hendak mengambil saya, Ia akan mendapati diri saya melakukan apa yang diharapkan dan saya tidak bertanggungjawab atas kematian saya sendiri maupun orang lain. Namun, jika orang-orang di sekitar saya membutuhkan saya, saya tidak akan menghindar dan akan pergi dengan sukarela seperti yang telah dijabarkan di atas. Begitulah seharusnya orang percaya bertindak, karena dengan demikian ia tidak berlaku bodoh atau kurang ajar dan juga tidak mencobai Tuhan.

Lebih lanjut lagi, seseorang yang telah terjangkit wabah dan sedang dalam tahap pemulihan harus menjauhkan dirinya dari orang lain dan sebisa mungkin tidak bertemu dengan orang lain kecuali sangat terpaksa. Walaupun seseorang bisa membantunya ketika ia membutuhkan, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, dan sebagai gantinya ketika sudah sembuh ia harus melayani orang-orang di sekitarnya agar tidak seorang pun yang membahayakan diri sehingga menyebabkan kematian orang tersebut. "Barangsiapa cinta kepada bahaya," kata seorang bijak, "akan jatuh karenanya" (Sirakh 3:26). Jika orang-orang dalam sebuah kota hendak menunjukkan bahwa mereka memiliki iman yang kuat ketika kebutuhan orang-orang di sekitar mereka sangat mendesak, mereka perlu berhati-hati ketika memang tidak ada jalan keluar yang lain, dan jika setiap orang bersedia untuk bekerjasama untuk mencegah penyebaran penyakit tersebut, tentunya jumlah korban dapat ditekan. Akan tetapi, jika beberapa orang terlalu panik dan mengabaikan orang-orang di sekitar mereka ketika mereka berusaha melarikan diri, dan jika beberapa di antaranya cukup bodoh dan tidak berhati-hati tetapi justru mempercepat penyebaran penyakit tersebut, maka iblis akan berjaya dan banyak orang akan mati. Dalam hal ini keduanya merupakan pelanggaran berat terhadap Tuhan dan manusia -- inilah yang disebut mencobai Tuhan; hal ini pulalah yang akan membawa manusia ke dalam keputusasaan. Kemudian orang yang melarikan diri, akan dikejar oleh iblis; orang yang tetap tinggal, akan ditangkap oleh iblis dan tidak ada yang terluput darinya.

Beberapa orang bahkan lebih buruk daripada itu. Mereka merahasiakan kenyaatan bahwa mereka sudah tertular wabah dan pergi ke kerumunan orang banyak dengan keyakinan bahwa dengan menulari dan meracuni orang lain maka mereka akan sembuh dan terbebas dari wabah tersebut. Dengan pandangan ini, mereka pergi ke jalanan dan rumah-rumah, mencoba menulari anak-anak atau para hamba dengan penyakit ini agar dirinya selamat. Saya percaya dengan segenap hati bahwa ini merupakan pekerjaan iblis, yang membantu memutar roda nasib dan menyebabkan hal ini terjadi. Saya diberitahu bahwa beberapa orang sangatlah jahat sehingga mereka dengan sengaja berkeliaran di antara orang-orang dan memasuki rumah-rumah karena mereka menyesal bahwa wabah belum menyebar cukup jauh dan mereka berniat untuk menjadi pembawa wabah tersebut, layaknya sebuah lelucon di mana seseorang menaruh kutu di pakaian berbulu atau lalat pada ruang tamu orang lain. Saya tidak tahu apakah saya harus mempercayai hal ini; jika ini benar, saya tidak tahu apakah kita sebagai orang Jerman benar-benar manusia ataukah sebenarnya adalah iblis. Namun perlu diakui bahwa memang ada orang yang benar-benar kasar dan jahat. Iblis tidak pernah tinggal diam. Saran saya adalah jika orang seperti itu ditemukan, para hakim harus tegas, membawa mereka kepada algojo, dan menjatuhi mereka hukuman gantung sebagaimana layaknya kriminal yang melakukan pembunuhan terencana. Apa lagi sebutan bagi orang tersebut di kota kita selain pembunuh bayaran? Di sana sini seorang pembunuh bayaran akan menikam seseorang dan tidak ada yang dapat menemukan pelakunya. Jadi, orang-orang seperti ini menulari seorang anak di sini, seorang wanita di sana, dan tidak akan pernah tertangkap. Mereka menertawakan hal tersebut seakan-akan mereka melakukan suatu pencapaian yang berharga. Jika terdapat kasus seperti itu, alangkah baiknya untuk hidup di antara binatang buas daripada dengan pembunuh seperti itu. Saya tidak tahu bagaimana harus berkhoaytah pada pembunuh semacam itu. Mereka tidak akan menggubris. Saya akan memohon pada pihak yang berwenang untuk menindak tegas dan membawa mereka bukan kepada dokter atau ahli jiwa, melainkan kepada algojo.

Jika dalam Perjanjian Lama, Tuhan sendiri memerintahkan para penderita kusta untuk dikucilkan dari komunitas dan tinggal di luar tembok kota untuk mencegah kontaminasi (Imamat 13-14), kita harus melakukan hal yang sama dengan wabah berbahaya agar siapapun yang tertular menjauh dari orang lain, atau mengizinkan dirinya untuk diobati dengan cepat. Dalam situasi seperti itu, merupakan tugas kita untuk membantu orang tersebut dan tidak meninggalkan ia dalam kesusahannya, seperti yang sudah saya kemukakan sebelumnya. Kemudian ketika wabah sudah berhenti, yang diuntungkan tidak hanya orang-orang tertentu tetapi juga seluruh komunitas, yang bisa saja tertular jika satu orang dapat menulari orang lain. Wabah kita di Wittenberg disebabkan tidak lain tidak bukan oleh kotoran. Udara, puji Tuhan, masih bersih dan murni, tetapi beberapa di antaranya sudah terkontaminasi karena kemalasan dan keteledoran beberapa orang. Jadi iblis menyukai masa-masa penuh ketakutan dan kepanikan yang ia sebabkan di tengah-tengah kita. Semoga Allah menghukumnya! Amin.

Inilah yang kami pikir dan simpulkan tentang apakah boleh seseorang melarikan diri dari kematian yang disebabkan oleh wabah. Jika Anda memiliki pendapat yang berbeda, semoga Tuhan memberi Anda pencerahan. Amin[16].

Karena surat ini akan dicetak untuk dibaca oleh banyak orang, saya berpikir akan cukup berguna untuk menambahkan beberapa instruksi singkat mengenai bagaimana seseorang seharusnya merawat dan memenuhi kebutuhan jiwa-jiwa. Kami telah melakukan hal ini secara verbal dari mimbar, dan masih melakukannya setiap hari guna memenuhi panggilan pelayanan sebagai pendeta.

Pertama, seseorang harus menegur orang-orang yang datang ke gereja dan mendengarkan khoaytah agar mereka mempelajari firman Tuhan tentang bagaimana caranya hidup dan bagaimana dengan kematian. Perlu ditekankan bahwa mereka yang kasar, jahat, dan membenci firman Tuhan ketika mereka sehat seharusnya dibiarkan ketika mereka sakit kecuali mereka menunjukkan dengan sungguh-sungguh penyesalan dan pertobatan mereka dengan ketulusan, air mata, dan ratapan. Seseorang yang ingin hidup seperti orang kafir atau seekor anjing dan tidak bertobat janganlah berharap untuk dikuduskan atau diperhitungkan sebagai Kristen. Biarlah ia mati sebagaimana ia hidup karena janganlah memberikan barang yang kudus kepada anjing-anjing, jangan pula melempar mutiaramu ke hadapan babi (Matius 7:6). Yang sungguh menyedihkan adalah bahwa ada banyak orang yang kasar, yang tidak memedulikan jiwa mereka ketika mereka hidup dan juga ketika mereka mati. Mereka hanya berbaring dan mati seperti onggokan daging tanpa pikiran.

Kedua, setiap orang harus mempersiapkan diri untuk mati dengan cara mengakui dosa mereka dan menerima sakramen sekali dalam seminggu atau dua minggu. Dia harus berdamai dengan orang-orang di sekitarnya dan menuliskan wasiatnya agar ketika Tuhan menjemputnya dan ia mati sebelum pendeta atau pastor tiba, ia telah membekali jiwanya, tidak memiliki hal yang belum terselesaikan, dan telah menyerahkan dirinya kepada Tuhan. Ketika terdapat terlalu banyak korban dan hanya dua atau tiga pendeta yang bertugas, tidaklah mungkin mereka mampu melayani semuanya untuk memberi arahan dan untuk mengajarkan pada setiap orang tentang apa yang seharusnya diketahui oleh orang Kristen tentang penderitaan menjelang kematian. Mereka yang kurang berhati-hati dan mengabaikan hal ini harus menanggungnya secara pribadi. Itu adalah salah mereka sendiri. Karena tentu saja kita tidak dapat mempersiapkan mimbar dan altar privat setiap hari di samping tempat tidur mereka hanya karena mereka membenci mimbar dan altar umum di mana Tuhan memanggil mereka untuk datang.

Ketiga, jika seseorang ingin pendeta atau pastor untuk datang, biarkan orang yang sakit tersebut memanggil mereka dan biarkan dia melakukannya ketika ia masih sadar sebelum kesakitan menguasainya. Alasan saya mengatakan ini adalah bahwa beberapa orang lalai sehingga mereka tidak sempat meminta kehadiran pendeta atau pastor ketika mereka hampir meregang nyawa dan lidah mereka sudah kelu[17] sehingga mereka tidak dapat lagi berpikir secara rasional atau tak sanggup lagi berbicara. Kemudian kita para pendeta diberitahu, "Bapak, silakan berikan kata-kata yang terbaik yang bisa Bapak katakan padanya," dan sebagainya. Tetapi, ketika ia baru mulai sakit dulu, mereka tidak menginginkan kunjungan dari pendeta, dan bahkan berkata, "Oh, tidak perlu. Kami berharap ia akan segera membaik." Apa yang harus dilakukan oleh seorang pendeta pada orang yang mengabaikan baik tubuh maupun jiwa mereka? Mereka hidup dan mati seperti binatang buas di padang. Mereka ingin kita mengajar mereka tentang Injil pada detik-detik terakhir dan memberikan sakramen untuk mereka sebagaimana mereka biasa menerimanya di bawah kepausan ketika tidak ada seorang pun yang menanyai mereka apakah mereka percaya atau mengerti Injil dan hanya menjejalkan hosti sakramen tersebut ke kerongkongan mereka.

Ini tidaklah benar. Jika seseorang tidak dapat berbicara atau mengisyaratkan bahwa ia percaya, mengerti, dan menginginkan sakramen -- terutama jika ia bersikeras mengabaikannya -- kita tidak seharusnya memberikan sakramen tersebut padanya ketika dia memintanya. Kita telah diperintahkan untuk tidak memberikan sakramen kudus kepada orang yang tidak percaya, tetapi kepada orang percaya yang dapat menyatakan dan mengakui iman percaya mereka tersebut. Biarkan orang yang tidak percaya tetap pada pendiriannya; kita tidak bersalah karena kita tidak malas dalam berkhoaytah, mengajar, mendelegasikan, menghibur, mengunjungi, atau hal lainnya yang merupakan tugas dan tanggung jawab pelayanan kita. Kami tidak menulis ini untuk Anda di Breslau, karena Kristus tinggal bersama dengan Anda dan tanpa bantuan dari kami, Ia akan menginstruksikan kepada Anda dan memenuhi kebutuhan Anda dengan pengurapan-Nya. Untuk Dialah segala pujian dan hormat bersama dengan Allah Bapa dan Roh Kudus, dunia tanpa akhir. Amin[18].

Karena kita sedang membahas tentang kematian, saya juga harus membahas tentang pemakaman. Pertama-tama, saya menyerahkan kepada para dokter dan orang lain yang lebih berpengalaman, untuk memutuskan berbahaya atau tidaknya mempertahankan tempat pemakaman umum di dalam tembok kota. Saya tidak tahu dan tidak mengaku tahu apakah uap dan kabut yang berasal dari kuburan dapat mencemarkan udara. Jika ya, peringatan yang saya nyatakan sebelumnya mengandung banyak alasan yang dibutuhkan untuk memindahkan tempat pemakaman umum keluar kota. Seperti yang telah kita pelajari bersama, kita semua memiliki tanggung jawab untuk sebisa mungkin menahan penyebaran racun ini karena Tuhan telah memerintahkan kepada kita untuk peduli pada tubuh kita, melindungi dan merawatnya agar kita tidak terpapar wabah ini sebisa mungkin jika memang tidak sungguh perlu. Bagaimanapun juga, dalam keadaan darurat, kita harus cukup berani untuk membahayakan kesehatan kita, jika diperlukan. Jadi, kita seharusnya siap untuk hidup ataupun untuk mati seturut dengan kehendak-Nya. Karena "tidak seorang pun dari kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorang pun yang mati untuk dirinya sendiri", seperti yang dikatakan Rasul Paulus (Roma 14:7).

Sudah diketahui secara luas sejak zaman dahulu, baik di antara orang Yahudi maupun penyembah berhala, baik di antara para orang suci maupun pendosa, terdapat kebiasaan menguburkan mayat di luar kota. Begitu pula kita yang mengaku bijak pun, melakukan hal yang sama dengan yang mereka lakukan. Hal ini juga terlihat jelas dalam Injil Lukas, ketika Kristus membangkitkan anak dari janda di gerbang kota Nain dari kematian (Lukas 7:12 menyatakan, "ada mayat seorang laki-laki yang diusung keluar. Orang yang mati itu adalah anak tunggal dari ibunya yang sudah janda. Dan, ada banyak orang dari kota itu yang bersama-sama perempuan itu"). Di daerah itu terdapat kebiasaan untuk menguburkan mayat di luar tembok kota.

Kubur Yesus juga dipersiapkan di luar kota. Abraham juga membeli sepetak tanah di sekitar gua[19] Makhpela di Efron tempat para bapa leluhur meminta untuk dikuburkan di sana. Istilah Latin 'efferi' yang berarti 'untuk membawa keluar' yang juga berarti 'membawa ke dalam kubur." Mereka tidak hanya membawa mayat keluar tetapi juga membakarnya sampai menjadi abu untuk menjaga kemurnian udara.

Saran saya adalah untuk mengikuti contoh ini dan untuk menguburkan mayat di luar tembok kota. Hal ini bukan hanya merupakan kebutuhan namun juga suatu kearifan dan kepantasan yang mendorong kami untuk menyediakan tempat pemakaman umum di luar tembok kota kami, Wittenberg.

Sebuah tempat pemakaman umum hendaklah berupa sebuah tempat yang sepi, terbebas dari kebisingan kegiatan lainnya, sehingga orang dapat pergi dan merenungkan kematian, Penghakiman Terakhir, kebangkitan, dan juga berdoa. Tempat itu juga hendaknya merupakan tempat yang pantas, dan dikuduskan, yang hanya boleh dimasuki dengan rasa gentar dan penghormatan karena orang-orang suci yang beristirahat di sana. Bahkan dapat diusahakan untuk memasang gambar-gambar dan lukisan-lukisan keagamaan di dindingnya.

Namun, seperti apakah tempat pemakaman umum kita? Empat atau lima gang sempit, dua atau tiga pasar, sehingga tidak ada tempat lain di kota kita yang lebih bising dan sibuk dibandingkan dengan tempat pemakaman umum kita. Ternak dan orang mondar-mandir di sekitarnya setiap waktu, siang malam. Setiap orang dapat berjalan ke sana dari rumahnya dan setiap hal ditempatkan di sana, bahkan juga benda-benda yang tidak pantas disebutkan. Hal ini benar-benar menghancurkan rasa penghormatan terhadap tempat peristirahatan terakhir, dan orang-orang melaluinya tanpa segan seolah-olah itu adalah tempat penguburan penjahat yang dihukum mati. Bahkan orang Turki pun tidak melecehkan tempat pemakaman seperti yang kita sendiri lakukan. Sebuah tempat pemakaman seharusnya menginspirasi kita untuk pemikiran-pemikiran tentang kesalehan, perenungan tentang kematian dan kebangkitan, dan untuk menghormati orang-orang suci yang beristirahat di tempat itu. Bagaimana hal tersebut dapat dilakukan di tempat yang begitu biasa yang dapat dilalui oleh siapa saja dan terjangkau dari pintu rumah setiap orang. Jika sebuah tempat pemakaman umum diremehkan seperti itu, saya lebih memilih dikuburkan di Elbe atau di hutan. Jika sebuah tempat pemakaman berada di lokasi yang sunyi dan tidak banyak dilewati orang, maka tempat itu akan menjadi sakral secara spiritual dan pantas. Jika dapat ditambahkan ornamen-ornamen suci, tempat itu akan menginspirasi keimanan dan ketaatan dalam hati orang-orang yang datang ke sana. Itulah nasihat dari saya. Silakan mengikutinya, jika Anda ingin. Namun, jika seseorang merasa lebih tahu, silakan lakukan yang dipandangnya baik. Saya bukanlah tuan atas siapapun.

Sebagai penutup, kami menegur dan memohon kepada Anda dalam nama Kristus untuk menolong kami dengan doa-doa Anda kepada Tuhan agar kami dapat berperang menggunakan kata-kata anjuran melawan wabah rohani yang nyata dari iblis yang dalam kelicikannya telah meracuni dan mencemari dunia. Terutama kepada mereka yang mengutuk sakramen, walaupun memang terdapat juga orang-orang picik. Iblis menjadi geram dan mungkin ia merasa bahwa hari Kristus akan segera tiba. Oleh sebab itu dia berusaha keras untuk mencobai kita melalui para pengikutnya[20] untuk merampas Sang Juruselamat, Yesus Kristus, dari kita. Di bawah kepausan, iblis hanyalah 'daging' jadi bahkan potongan rambut para biarawan harus dianggap suci. Sekarang, iblis tidaklah lebih dari 'roh' dan daging serta kata-kata Kristus tidak lagi mengandung arti apa-apa. Mereka membuat jawaban atas risalah[21] saya dulu, tetapi saya terkejut karena surat tersebut belum sampai pada saya di Wittenberg[22]. Ketika jawaban itu tiba, seturut kehendak Tuhan, saya akan menjawab mereka sekali lagi dan kemudian berhenti mengurusi masalah itu. Saya dapat melihat bahwa mereka hanya akan semakin memburuk. Mereka seperti kutu kasur yang mengeluarkan bau tidak sedap, dan semakin keras Anda berusaha untuk memencetnya, baunya akan semakin buruk. Saya harap bahwa saya telah menulis cukup banyak dalam surat ini agar semua orang dapat diselamatkan -- Terpujilah Tuhan -- dan banyak orang dapat dikuatkan dan diteguhkan dengan kebenaran. Semoga Kristus, Tuhan kita melindungi kita semua dalam iman yang murni dan kasih yang membara, agar kita tetap murni dan tak bercela hingga kedatangan hari-Nya. Amin. Berdoalah untuk saya, yang juga seorang pendosa.

Catatan kaki:

1. Pada 6 Juli 1527, Luther menderita serangan anemia otak yang parah, suatu penyakit yang dideritanya berulang kali. Depresi berat yang mengikuti episode penyakit inilah yang kemungkinan menjadi alasan dari kesan yang tenang dari bagian pertama pamflet yang ditulisnya.

2. Lih. 1 Kor. 3:2.

3. Bdk. Mat. 14:30.

4. Elector John menulis surat kepada Luther dan mendorongnya serta para profesor di universitas untuk menyingkir ke Jena karena wabah ini. Namun demikian, Luther, Bugenhagen, dan dua orang penatua tetap bertahan di Wittenberg.

5. Augustine dalam MPL 30, 1017.

6. Bdk. Ef. 6:5–9.

7. Bdk. Mat. 7:12.

8. Kej. 12:13.

9. Kej. 26:7.

10. Bdk. Kej. 27:43–45.

11. Bdk. 1 Sam. 19:10–172 Sam. 15:14.

12. Yer. 26:21.

13. Bdk. Kel. 2:15.

14. Bdk. Yeh. 14:21.

15. Pada titik ini, Luther menyela suratnya. Ia melanjutkannya kembali tidak sebelum bulan awal September sebagaimana yang diindikasikan dalam referensi yang terdapat pada khoaytahnya pada tanggal 15 dan 21 September. Bagian kedua dari pamflet ini mencerminkan kedatangan wabah itu di Wittenberg.

16. Bagian berikut ini ditambahkan kemudian oleh Luther.

17. Menurut kepercayaan umum saat itu, jiwa seseorang yang sekarat meninggalkan tubuhnya melalui mulut.

18. Dari bagian ini sampai paragraf terakhir ditambahkan oleh Luther pada halaman yang berbeda, sebelum pamflet ini diterbitkan.

19. Kej. 23:9 (versi Luther’s German Translation). Gua makam Yahudi kuno biasanya memiliki ceruk kedua untuk menyimpan tulang-belulang dari penghuni makam sebelumnya agar makam itu dapat ditempati oleh jenazah yang baru.

20. Mis., Schwärmer, yang menekankan penggunaan "rohani" dari sakramen. Bdk. That These Words of Christ, “This Is My Body,” etc., Still Stand Firm Against the Fanatics (1527). LW 37, 3–150, terutama hlm. 18, n. 14.

21. Risalah ini disebutkan dalam catatan kaki no. 20.

22. Pernyataan ini menolong perkiraan penanggalan surat ini. Komunikasi, yang berupa diatribe oleh Zwingli, tiba pada November 11, 1527. (t/Pingkan)

Diterjemahkan dari: