Belajar Hikmat dari Pandemi yang Lama

Orang-orang yang seharusnya tahu terus mengatakan bahwa tahun ini kita akhirnya akan meninggalkan pandemi. Saya sudah menyerah memprediksi sendiri, tetapi saya harap mereka benar. Jika ya, saya bertanya-tanya bagaimana kita akan mengingat beberapa tahun terakhir ini.

Bagi mereka yang berduka karena kematian seseorang yang dekat dengan mereka, pengalaman yang menggambarkan pandemi mungkin adalah kehilangan. Bagi banyak dari kita, saya membayangkan pengalaman yang paling terasa adalah disorientasi. Kita melihat rencana kita batal. Kita merasa waktu ditangguhkan. Kita melihat apa yang tadinya menjadi pilar dalam kehidupan runtuh satu demi satu -- dari waktu bersama anggota keluarga yang lebih tua, hingga kegembiraan ibadah secara langsung, hingga senyum sederhana di wajah seorang teman yang tidak tertutup masker.

Jauh melampaui dampak fisik dari penyakit itu sendiri, pengalaman pandemi telah mengungkap kerapuhan dari begitu banyak hal yang kita anggap remeh dalam hidup. Bagaimana kita mengatasi disorientasi beberapa tahun terakhir? Di mana kita akan mencari stabilitas dan pembaruan dari hal-hal itu?

Tidak Ada yang Baru di Bawah Matahari

Literatur hikmat Alkitab diberikan untuk membantu kita menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti ini. Kebijaksanaan memberikan orientasi yang tepat terhadap dunia. Ini adalah naluri yang dipelajari untuk hidup di dunia apa adanya, bukan seperti yang kita inginkan. Dan, dari kitab-kitab hikmat Alkitab, mungkin ironisnya, Pengkhotbahlah yang menawarkan perspektif yang sangat kita butuhkan dalam menanggapi apa yang telah kita lalui.

Saya katakan secara ironis karena Pengkhotbah itu sendiri bisa menjadi kitab yang membingungkan. Ini menawarkan perspektif dari seorang pria yang disebut "Pengkhotbah," yang pada dasarnya memiliki semua yang dia inginkan dalam hidup. Tidak ada yang melarangnya, tetapi pada akhirnya, dia menemukan itu semua hanyalah kesia-siaan. Uap belaka. Tak berarti. Kosong.

Sangat mengejutkan bagi saya betapa mirip daftar pengejarannya dalam hidup dengan pilihan utama kita untuk mengarahkan kembali diri kita setelah beberapa tahun yang sulit. Kita akan tergoda untuk mencari stabilitas atau pengharapan dalam kesombongan yang sama yang telah runtuh setelah menopang beratnya sejak lama.

Bersenang-senang, misalnya. Pada hari-hari awal pandemi, lalu lintas ke situs porno utama meroket. Begitu juga langganan Netflix. Dan sekarang, setelah dua tahun saat begitu banyak rencana terganggu, para pencari kesenangan memesan liburan mewah dengan kecepatan yang luar biasa. Seperti yang dikatakan oleh seorang penulis Forbes, apa yang kita pelajari dari pandemi adalah bahwa "masa depan tidak dapat diprediksi", bahwa "hidup ini singkat", dan bahwa "impian tidak boleh ditunda." "Jika semuanya berjalan dengan baik," lanjutnya, "tahun 2022 akan menjadi tahun yang besar untuk perjalanan impian."

Keluar dari Pekerjaan Secara Besar-besaran

Beberapa orang mengejar mimpi; yang lain mencari pekerjaan untuk awal yang baru. Pada bulan September 2021, lebih dari empat juta orang secara sukarela meninggalkan pekerjaan mereka untuk mendapatkan peluang lain. Jumlah itu memecahkan rekor yang dibuat bulan sebelumnya, ketika jutaan orang lainnya membuat pilihan yang sama. Ini adalah tren yang sangat signifikan sehingga para pakar menyebutnya "Pengunduran Diri Besar-besaran" atau "Keluar dari Pekerjaan Besar-besaran". Mengingat seberapa besar gangguan pada tahun-tahun terakhir ini secara langsung memengaruhi pekerjaan kita, seharusnya tidak mengejutkan kita bahwa begitu banyak orang yang ingin pindah dengan perubahan lingkungan.

Lalu, ada uang dan apa yang bisa dibeli. Terapi ritel (tindakan membeli barang-barang khususnya untuk diri sendiri agar merasa lebih baik saat merasa tidak bahagia - Red.) adalah pengobatan yang dilakukan selama berbulan-bulan sebelum vaksin apa pun tersedia. Dengan uang stimulus yang beredar, orang membeli perapian baru dan televisi yang lebih baru, dan memulai proyek perbaikan rumah untuk mengurangi apa yang tidak beres. Berbulan-bulan kemudian, terapi ritel masih laku. Seperti yang dikatakan oleh salah satu iklan AT&T baru-baru ini, "Saya pikir kita semua bisa sepakat bahwa setelah tahun lalu, kita semua pantas mendapatkan sesuatu yang baru." Mengapa tidak menghargai kelangsungan hidup Anda dengan iPhone terbaru?

Yang lain lagi mencari penguasaan beberapa keterampilan baru untuk menebus waktu yang terpisah dan memulihkan rasa mengendalikan. Pada bulan April 2020, saya mendengar seorang ekonom berbicara tentang hilangnya kendali sebagai pemicu stres utama yang dia rasakan karena pekerjaannya adalah memprediksi apa yang mungkin terjadi. Nasihatnya kepada orang lain yang merasa sakit itu adalah menemukan sesuatu yang dapat Anda kendalikan, betapa pun kecil dan tidak berartinya itu. Ada yang belajar membuat roti. Yang lain mengambil kursus bahasa asing. Saya pertama kali memasak beberapa sandung lamur. Apa yang Anda lakukan selama pandemi? Kita ingin peluang pertumbuhan, untuk bergerak dari kemenangan ke kemenangan. Jika COVID adalah sesuatu yang mengganggu, kita ingin mengenyahkannya dari hidup kita.

Semua itu Mengejar Angin

Pengkhotbah memperingatkan kita, bagaimanapun, bahwa hidup tidak berjalan seperti ini. Pengkhotbah dibuka dengan puisi tentang keletihan hidup yang tak henti-hentinya berulang-ulang di bawah matahari. "Apa untungnya kerja keras manusia," dia bertanya, "yang diusahakannya di bawah matahari?" (Pengkhotbah 1:3).

Kita ingin keuntungan. Kita ingin melihat hidup sebagai satu proses panjang akuisisi. Di mana kita mengalami kemunduran, kita ingin bangkit kembali lebih baik dari sebelumnya. Kita ingin kemajuan yang stabil. Akan tetapi, sama seperti matahari terbit dan terbenam (Pengkhotbah 1:5), seperti angin yang bertiup berputar-putar (ayat 6), demikianlah dengan seluruh kehidupan: "Sesuatu yang pernah ada, itulah yang akan ada lagi. Sesuatu yang telah diperbuat, itulah yang akan diperbuat lagi. Tidak ada sesuatu yang baru di bawah matahari" (ayat 9).

Dalam pasal 2, Pengkhotbah menjelaskan bagaimana dia mencapai kesimpulan ini, dengan daftar di mana dia mencari semacam keuntungan dalam hidup ini. Ini adalah daftar yang terdengar sangat akrab. Dia pertama-tama mencari kesenangan (Pengkhotbah 2:1). Dia mencari tawa (ayat 2), anggur berkualitas (ayat 3), hiburan, dan seks (ayat 8). Dia melihat pekerjaannya, dan penguasaan atas bagian dunianya: "Aku memperbesar pekerjaan-pekerjaanku. Aku membangun rumah-rumah, dan menanami kebun-kebun anggur bagi diriku sendiri. Aku membuat bagiku sendiri kebun-kebun dan taman-taman, lalu menanaminya dengan segala jenis pohon buah" (Pengkhotbah 2:4-5, AYT). Ia mengumpulkan lebih banyak uang dan harta benda daripada siapa pun sebelumnya di Yerusalem (Pengkhotbah 2:7-8).

Kesenangan, pekerjaan, kekayaan, kendali -- segala sesuatu yang mungkin kita lihat di bawah matahari -- dia memilikinya dengan berlimpah. Kita perlu mendengar pelajaran yang dia peroleh dengan cara yang sulit: "Kemudian, aku berpaling kepada semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh tanganku dan semua kerja keras yang telah kuusahakan. Lihatlah, semuanya adalah kesia-siaan dan usaha mengejar angin. Tidak ada keuntungan di bawah matahari" (Pengkhotbah 2:11, AYT).

Yang Dapat Kita Lihat Sekarang

Jika Anda merasa bingung dengan dua tahun yang sulit, Anda tidak akan menemukan pijakan Anda dalam kesombongan lama yang sama yang mengecewakan Pengkhotbah begitu lama. Akan tetapi, sekarang kita memiliki kesempatan untuk mendapatkan kejelasan yang lebih besar tentang dunia daripada yang mungkin bisa kita dapatkan ketika segala sesuatunya tampak normal.

Tidak ada yang pasti tentang kehidupan di bawah matahari kecuali kematian yang datang pada ujungnya. Hal-hal yang kita anggap remeh selalu rapuh. Kendali kita atas apa yang penting bagi kita selalu sangat terbatas. Dan, cengkeraman kematian pada apa yang kita cintai selalu lebih kuat daripada genggaman kita. COVID tidak menyebabkan masalah-masalah ini. Apa pun yang terjadi selanjutnya tidak akan menyelesaikannya. Itulah perspektif yang ditawarkan Pengkhotbah kepada kita.

Ketika Pengkhotbah menulis tentang "kehidupan di bawah matahari", yang ada di benaknya adalah kehidupan dari sudut pandang manusiawi. Seolah-olah apa yang kita lihat adalah semua yang ada. Kematian benar-benar adalah akhir. Tidak ada kepuasan untuk rasa lapar terdalam kita. Dengan kata lain, "kehidupan di bawah matahari" adalah kehidupan Anda sendiri, membiarkan ide Anda sendiri untuk apa yang terbaik, sumber daya Anda sendiri untuk mewujudkan visi Anda, dan beberapa tahun Anda sendiri untuk memanfaatkannya sebaik mungkin.

Pengkhotbah adalah kritik yang menghancurkan terhadap kemandirian manusia. Kita tidak akan menemukan obat untuk apa yang membuat kita sakit di bawah matahari. Satu-satunya pengharapan kita terletak pada intervensi radikal dari luar.

Cahaya dari Luar Matahari

Pesan Pengkhotbah adalah bahwa jika Allah diam, seluruh dunia adalah seperti uap. Pesan dari bagian selanjutnya di Kitab Suci adalah bahwa Allah telah berbicara kepada kita. Bahkan, lebih baik dari itu: Firman itu telah menjadi daging dan tinggal di antara kita (Yohanes 1:14).

Peter Kreeft menggambarkan Pengkhotbah sebagai "siluet sempurna Yesus, garis besar kegelapan yang dipenuhi wajah Yesus" (Three Philosophies of Life, 51). Di bawah matahari, sendirian, semua adalah kesia-siaan dan kematian adalah akhir. Pengkhotbah ada untuk membuat "kegelapan tak tertahankan" (Derek Kidner, The Wisdom of Proverbs, Job, Ecclesiastes, 103). Dan, untuk mempersiapkan kita untuk satu-satunya pengharapan yang pasti: "Di dalam Dia ada hidup, dan hidup itu adalah Terang manusia. Terang itu bercahaya dalam kegelapan, dan kegelapan tidak dapat menguasai-Nya" (Yohanes 1:4-5, AYT).

Apa pun yang mungkin kita bawa dari beberapa tahun yang membingungkan, ke satu tahun lagi di bawah matahari, setidaknya mari kita menerima pesan dari Pengkhotbah. Kita tidak akan menemukan stabilitas yang kita idamkan hanya dari pertolongan dan pengharapan serta kepuasan yang datang dari matahari saja. Jika kita belum mempelajari pelajaran itu, kita akan sama tidak siapnya untuk waktu berikutnya dunia dijungkirbalikkan. Dan, akan ada waktu berikutnya. "Sesuatu yang pernah ada, itulah yang akan ada lagi ... Tidak ada sesuatu yang baru di bawah matahari" (Pengkhotbah 1:9, AYT). (t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Desiring God
Alamat situs : https://desiringgod.org/articles/another-year-under-the-sun
Judul asli artikel : Another Year Under the Sun
Penulis artikel : Matt McCullough